Indonesia sudah memasuki era disrupsi dengan diiringi kemajuan teknologi infomasi, kepercayaan akan hal-hal magis masih eksis sampai sekarang. Dalam roda perpolitikan Indonesia sangat erat kaitannya dengan ilmu-ilmu magis. Metode yang digunakan adalah literature review untuk mengkaji secara kritis pengetahuan mengenai gagasan, temuan yang berorientasi akademik yang ditemukan didalam sebuah dokumen kepustakaan. Data akan didapatkan melalui studi kepustakaan, buku, jurnal, website, dan hal-hal yang menjadi relevensi dengan permasalahan dunia mistis dengan politik. Tulisan ini membahaspengelompokan mistisisme menjadi 2 yaitu mistisisme yang bersumber dari Tuhan sebagai contohnya dalam kontestasi politik para kandidat akan mengunjungi ulama-ulama untuk meminta restu maupun dukungan. Mistisisme yang bersumber dari kekuatan diluar diri manusia namun bukan Tuhan yaitu kekuatan mistik yang dilakukan oleh ahli magic yaitu paranormal, dukun dan lain sebagainya, sebagai contoh para kandidat akan pergi ke dukun atau paranormal untuk meminta kekuatan dan pelindung diri untuk memenagkan kontestasi politik, bahkan mengirim ilmu hitam (santet) untuk menjatuhkan lawan politiknya
This study aims to see the relationship between patterns of patronage, clientelism, money politics, and campaign financing within the framework of patronage democracy that occurs in Indonesia. This paper uses the literature review method, the use of this method is related to the practice of patronage democracy and campaign financing which limits researchers in data collection. Data collection is done by collecting various books, scientific articles or journals related to the problem and research objectives. The results of this paper describe the pattern of patronage causing the large campaign costs incurred by each party and the candidate it nominates. The amount of money spent on campaigns can lead to acts of corruption. The solution offered in this paper has two points. First, campaign funding is financed 100% by the state, meaning that no other source of funds is allowed to enter the party. Thus, parties and candidates do not need to look for other sources of funds, so as to avoid the political potential of the party's debt of gratitude to fund owners from outside the party. Second, utilizing social media by conducting campaigns through social media because social media provides an open space with available features. Campaigns using social media can also minimize the expenditure of funds disbursed by the candidates. Thus, efforts to carry out money politics or vote buying will be reduced.
Penelitian ini bertujuan untuk membahas mengenai perilaku politik santri berdasarkan beberapa pendekatan perilaku politik dan derajat kepatuhan santri kepada kiai dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Lampung Selatan Tahun 2020. Santri yang berada di pesantren memiliki kendala mengakses informasi dari luar terutama terkait pilkada yang akan dilaksanakan, sehingga mempengaruhi perilaku politik dalam menentukan pilihan politik santri. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dan dalam menentukan informan menggunakan teknik purposive sampling dengan menyesuaikan kebutuhan data untuk kepentingan penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan teori pendekatan politik melalui beberapa aspek yaitu sosiologis, psikologis dan pilihan rasional. Hasil penelitian menunjukan bahwa dilihat dari aspek pendekatannya, perilaku politik santri Pondok Pesantren Assalafiyah Tanjung Rame sangat dipengaruhi aspek sosiologis dan psikologis, namun tidak dipengaruhi aspek rasional. Dari aspek kepercayaan santri kepada kiai, santri dikategorikan sebagai santri patuh mutlak dan santri patuh semu. Di Pondok Pesantren Terpadu Ushuluddin, aspek sosiologis, psikologis dan pilihan rasional tidak berperan secara efektif. Santri dikategorikan sebagai santri prismatik yaitu santri tidak menjadikan kiai sebagai referensi dalam menjatuhkan pilihan politik. Dua pondok pesantren yang dijadikan lokasi penelitian ini menunjukkan aspek yang berbeda; pesantren tradisional dan modern, sehingga aspek-aspek yang di temukan sebagai hasil penelitian juga berbeda.
Tahun 2024 akan digelar pemilu akbar berdasarkan keputusan KPU RI Nomor 21 Tahun 2022, terdapat enam partai pendatang baru yang sudah mengantongi SK Pengesahan dari Badan Hukum dan Kemenkumham dan siap menyusun strategi untuk ikut serta dalam kontestasi tersebut. Tulisan ini membahas peluang dan tantangan kemunculan partai-partai baru yang partai hadapi di era disrupsi dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam menghadapi persaingan elektoral jelang pemilu 2024. Metode penulisan menggunakan literature review dan data akan didapatkan melalui studi kepustakaan, seperti buku, jurnal ilmiah, situs web, dan hal-hal yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Hasil dan analisis dalam tulisan ini menunjukkan bahwa hadirnya partai baru pada pemilu yang diselenggarakan 2024 mendatang tampaknya akan menjadi tahun politik yang berada dalam ambang kerawanan dan perpecahan, adapun strategi yang ampuh untuk meminimalisir perpecahan adalah dengan menanamkan sistem demokrasi internal partai, agar konflik internal antar anggota di dalam partai tidak terjadi kembali. Tantangan lainnya, disrupsi akan membajak peran partai politik jika parpol enggan mengikuti arus disrupsi. Pada era disrupsi munculnya partai-partai politik memberikan peluang untuk pengerahan massa pada saat kampanye dengan menggunakan media sosial yang dinilai lebih efektif, lebih murah, dan memiliki daya jangkau luas dan merata. Selain itu, disrupsi dapat dimanfaatkan parpol untuk strategi branding partai. Namun dampak buruk disrupsi ini dapat menyebabkan perang media sosial di antara partai politik dalam ragam laman media sosial seperti penyebaran berita hoaks.
Konflik di tubuh partai politik adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari, dan tidak jarang konflik internal dapat menciptakan perpecahan partai. Tulisan ini betujuan menganalisis bagaimana konflik internal partai PKS dapat melahirkan partai baru (Gelora). Tulisan ini menggunakan studi kepustakaan, dengan data yang digunakan adalah buku dan laporan ilmiah primer atau asli yang terdapat di dalam artikel atau jurnal yang berkaitan dengan konflik intenal partai politik dan pelembagaan partai politik. Berdasarkan hasil analisis, tulisan ini menjelaskan kelahiran partai Gelora disebabkan adanya perbedaan ideologi politik antara Anis Matta dan Hilmi Aminudin, dan pembaharuan yang di inginkan Anis Matta mendapat penolakan dari kader PKS. Melihat pelembagaan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) masih terbilang rendah, karena partai tidak dapat mengatasi konflik internalnya sendiri sehingga menciptakan perpecahan dan melahirkan partai baru (Partai Gelora). Bentuk manajemen konflik yang diambil oleh pihak berkonflik yaitu dengan mendirikan partai baru yaitu gelora. Dengan kata lain, konflik tidak akan berlajut dalam internal, karena ada pihak yang memutuskan pecah partai.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.