Hak politik elektoral atau hak untuk ikut serta memilih dalam pemilihan umum merupakan hak yang dimiliki oleh setiap orang. Hak politik elektoral sebagian Suku Anak Dalam Sub-etnis Orang Rimba pada Pemilihan Umum Tahun 2019 di Kabupaten Batanghari tidak terpenuhi. Tulisan ini mengungkap bagaimana strategi komisi pemilihan umum (KPU) Batanghari dalam mengupayakan terpenuhinya hak politik elektoral Orang Rimba pada Pemilihan Umum Tahun 2019. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif berupa studi kasus tipe ekstrim terbanyak. Data dikumpulkan dengan menyelenggarakan focus group discussion, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Data dianalisis menggunakan matrik peranan dalam kelompok. Penelitian ini menghasilkan tiga temuan, yaitu: pertama, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) tidak dapat memberikan identitas kependudukan berupa kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) dan Kartu Keluarga kepada Orang Rimba karena domisili selalu berpindah-pindah. Kedua, ada empat strategi KPU Batanghari untuk memenuhi hak politik elektoral Orang Rimba, yaitu: 1) melakukan pendataan pencocokan dan penelitian Orang Rimba sesuai dengan prosedur pemutakhiran daftar pemilih dalam Formulir AC, sambil menunggu terbitnya KTP-el; 2) menyiapkan Tempat Pemungutan Suara khusus untuk Orang Rimba; 3) melakukan koordinasi dengan Disdukcapil tentang penerbitan KTP-el; 4) melakukan konsultasi dengan KPU tingkat provinsi Jambi dan KPU RI.
Partisipasi perempuan dalam menyelenggarakan pembangunan desa yang berkeadilan sangatlah penting. Partisipasi dalam pembangunan tidak hanya terbatas dalam pelaksanaan pembangunan semata melainkan dari mulai membuat perencanaan pembangunan. Kehadiran perempuan dalam forum perumusan perencanaan pembangunan desa haruslah bersifat substantif dan tidak sekedar administratif agar dapat benar-benar memengaruhi pembangunan desa. Sayangnya partisipasi perempuan dalam perencanaan pembangunan desa masih belum optimal. Pengabdian ini bertujuan untuk menguatkan partisipasi perempuan dalam perencanaan pembangunan agar pembangunan desa lebih berpihak kepada perempuan dan berkeadilan gender. Metode pengabdian yang digunakan adalah focus group discussion. Berdasarkan hasil tes awal dan akhir, terlihat bahwa terjadi penguatan pemahaman tentang aspek akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat dalam pembangunan yang setara dan berkeadilan gender. Hal ini juga sekaligus menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kesadaran dan motivasi perempuan untuk lebih berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan desa serta kesadaran laki-laki untuk memberi akses dan kesempatan kepada perempuan. Peluang terjadinya pembangunan yang partisipatif, setara, dan adil menjadi lebh besar. Hal ini juga berarti bahwa pengabdian ini berhasil.
This article aims to provide an analysis of the accessibility of the community to the clean water supply policy in Pringsewu Regency which is managed by the Regional Drinking Water Company. The problem is focused on the limited public access to clean water sourced from the Way Sekampung Regional Drinking Water Company, Pringsewu Regency which is only able to reach Gadingrejo and Pringsewu Districts. To approach this problem, a reference to the concept of accessibility is used (Hakim, 2010). The data were collected through interviews, documentation, and observation and analyzed qualitatively. This study concludes that the community's access to clean water which is managed by the Way Sekampung Water Supply Company in Pringsewu Regency tends not to reach all sub-districts in Pringsewu Regency. PDAM Way Sekampung is only able to access two sub-districts, namely Pringsewu District and Gadingrejo District, out of the total sub-districts in Pringsewu Regency, which amount to 9 (nine) sub-districts. The lack of equal access is due to several factors, including; The volume of water consumed by the community tends to be large, while the Way Sekampung Regional Water Company has limited raw water sources, different access to clean water, the time it takes to get clean water, the quality and price of clean water is not optimal, as well as local government policies in providing clean water that has not been maximized.
By law, since the fall of Soeharto Chinese Indonesians have been recognized as citizens of Indonesia and not been excluded from formal politics. However, in their everyday lifes they still face exclusion. They are still the targets of ridicule, gossip and rumors, as well discussion and body language that indicates displeasure and suspicion. As such, although Chinese Indonesians are recognized as citizens of Indonesia, they are not apprehended. Exclusion is rarely considered, because it occurs discursively in everyday life. Everyday exclusion is often unobservable, as citizenship theory has never discursively analyzed it even though, everyday exclusion impacts participation and representation. Exclusion is always followed by resistance. As such, every day and discursive resistance are very important to analyze.
Identitas masyarakat Aceh berupaya digambarkan dalam bentuk simbol tertentu, disini, elite mencoba mengidentifikasi masyarakat Aceh melalui bendera dan lambang. Langkah tersebut menimbulkan pertentangan dari kelompok masyarakat tertentu. Tulisan ini ingin mengkaji tentang fenomena sosial-politik yang ditimbulkan akibat adanya Qanun tentang bendera dan lambang Aceh. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif-deskriptif. Alat pengumpulan data yang digunakan berupa wawancara mendalam, dimana teknik penentuan informan yang digunakan adalah teknik purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, display data, dan verifikasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa elite pemerintah, terutama Partai Aceh, mengidentifikasi Qanun bendera dan lambang sebagai simbol perdamaian dan sekaligus simbol pemersatu masyarakat Aceh. Namun hal tersebut ditentang oleh etnis minoritas karena tidak merepresentasikan Aceh secara menyeluruh. Walaupun begitu, respon etnik minoritas terhadap Qanun tentang bendera dan lambang Aceh terbagi menjadi dua kelompok, mendukung dan menentang. Berdasarkan penjelasan tersebut, diketahui bahwa rancangan qanun tentang bendera dan lambang Aceh sangat dipengaruhi oleh agenda politik identitas elite pemerintah. Perbedaan pemahaman antara elite pemerintah Aceh dan kelompok etnis minoritas mengakibatkan belum efektifnya penerapan Qanun tentang bendera dan lambang Aceh di Negeri Serambi Mekkah ini. The identity of the Acehnese people seeks to be depicted in the form of certain symbols, here, the elite tries to identify the people of Aceh through flags and symbols. This step led to opposition from certain groups of people. This paper wants to examine the socio-political phenomena caused by the existence of a Qanun on the flag and symbol of Aceh. The research method used is a qualitative-descriptive method. Data collection tool used in the form of in-depth interviews, where the technique of determining the informants used is purposive sampling technique. Data analysis techniques used are data reduction, data display, and data verification. The results of the study show that the government elite, especially the Aceh Party, identify the Qanun flag and symbol as a symbol of peace and at the same time a unifying symbol of the Acehnese people. However, this is opposed by ethnic minorities because they do not represent Aceh as a whole. Even so, the response of ethnic minorities to the Qanun regarding the flag and symbol of Aceh was divided into two groups, supporting and opposing. Based on this explanation, it is known that the draft qanun on the flag and symbol of Aceh is heavily influenced by the political agenda of the identity of the government elite. Differences in understanding between the Aceh government elite and ethnic minority groups have resulted in the ineffective implementation of the Qanun on the flag and symbol of Aceh in this Veranda of Mecca.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.