Penelitian ini membahas pola komunikasi berbeda pada empat keluarga dengan anak perempuan yang berencana melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Metodologi yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini menggambarkan bahwa posisi remaja perempuan sebagai anak mengalami kendala ketika menyampaikan argumentasi terkait keinginan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena keluarga menerapkan tipe komunikasi lissez-faire. Di sisi lain, beberapa keluarga menerapkan tipe komunikasi konsensual yang mengedepankan diskusi tanpa memandang usia dan gender serta komunikasi pluralistik yang membebaskan anak mengambil keputusan untuk masa depan mereka. This research discusses communication patterns that occur in four families in Central Java. These families have daughters who want to continue their college education. The methodology used qualitative with case study approach. This research illustrates the position of daughters side that experiences problems. Some of them were unable to express their desire because the family adopted a lissez-faire type of communication. The other families apply the type of consensual communication that promotes discussion by all family members regardless of age and gender. Some families apply a pluralistic type of communication that children are free to make decisions for their future.
Couchsurfing is an application that connects persons who need lodging, with individuals who offer their house as a free place to stay. Persons who need lodging are called surfers and individuals who provide their house are called hosts. When hosts and surfers are just getting acquainted through the Couchsurfing app, they hold some uncertainty with each other. This study describes the experiences of both parties in their efforts to reduce uncertainty and build close relationships, even though they only met through digital applications and never face to face. This study uses a phenomenological approach with data search techniques in the form of in-depth interviews, direct observation, and data observation through the Couchsurfing application. The number of interviewees was 14 from various cities in Indonesia. To reduce uncertainty and build close relationships, hosts and surfers go through five stages; first, understanding and believing technology; second, pre-conversation; third, online conversation-1; fourth, face-to-face conversation; and fifth, online conversation-2. The description of these stages is summarized in the findings of this study. This finding also proves that the presence of technology may modify the previously known theories of interpersonal communication. Interpersonal communication not only takes place between two people directly but also involves technology as an intermediary.
CouchSurfing merupakan aplikasi keramah-tamahan yang didirikan tahun 2004. Aplikasi ini terus berkembang hingga tahun 2020. Saat ini, anggota CouchSurfing mencapai angka jutaan. Dengan aplikasi ini, anggota dapat menginap secara gratis di rumah member lainnya. Anggota CouchSurfing hanya menekan tombol request to stay untuk menginap di rumah anggota lainnya. Tidak ada hubungan dekat di antara dua anggota yang menjadi host dan surfer. Namun, host bersedia untuk berbagi ruangan dan fasilitas di dalam rumahnya untuk surfer. Lalu, apa bentuk keuntungan yang diterima oleh host melalui aplikasi CouchSurfing ini? Apakah keuntungan tersebut setimpal dengan pengorbanan yang dilakukan oleh host dalam memberikan tempat tinggalnya untuk surfer? Penelitian ini menggunakan teori pertukaran sosial dari George Homans (1961) dan teori tentang hutang (indebtedness) yang digagas oleh Greenberg dengan pendekatan fenomenologi dan dianalisis dengan interpretative phenomenological analysis (IPA). Host dan surfer melakukan pertukaran berupa souvenir dan kuliner. Selain sebagai tanda terima kasih karena telah diberikan tempat tinggal, souvenir dan kuliner juga sebagai simbol budaya dan menunjukkan eksistensi diri. Surfer memberikan tanda terima kasih dengan cara membersihkan rumah host. Keuntungan yang diperoleh berupa penghematan anggaran, pengalaman, dan pengetahuan baru. Keuntungan itu tidak hanya berlaku pada saat ini saja, tapi juga dapat diperoleh di masa mendatang. Penelitian ini menghasilkan temuan berupa kehadiran teknologi yang dapat menggantikan peran manusia selaku perantara transaksi di dalam sistem pertukaran ekonomi berbagi secara tidak langsung. Kata kunci: Aplikasi CouchSurfing, Keuntungan, Host dan surfer, Pertukaran sosial
Abstrak Gaya hidup dari kegiatan liburan perlahan-lahan berubah seiring dengan perkembangan teknologi. Jika sebelumnya liburan menjadi kebutuhan tersier, saat ini akivitas liburan menjadi kebutuhan sekunder untuk kelas menengah, terutama kebutuhan anak-anak muda. Saat ini, anak-anak muda menjalani liburan dengan gaya hidup hedonisme dan hal itu semakin populer di kalangan mereka. Banyak hal yang menyebabkan tumbuhnya gaya hidup hedonisme tersebut, salah satunya karena hadirnya media sosial, seperti Instagram dan Youtube. Penelitian ini berasumsi bahwa iklan promosi wisata yang dipublikasikan di Youtube juga memiliki peran dalam menumbuhkan gaya hidup hedonisme di kalangan anak-anak muda ketika melakukan aktivitas liburan. Objek dari penelitian ini adalah iklan promosi wisata berjudul “An Exploration of The Wondrous Labuan Bajo” yang dipublikasikan oleh Wonderful Indonesia. Berdasarkan hasil analisis menggunakan teori semiotika Roland Barthes, terdapat tanda-tanda konotatif pada iklan yang mengarahkan kepada gaya hidup hedonisme ketika menjalani liburan, seperti berlibur di kapal phinisi dan penginapan mewah, serta perlengkapan gadget canggih yang dapat melakukan swafoto dan swavideo di mana saja. Ketika dikaji menggunakan empat kata kunci studi kultural, yaitu (1) budaya dan praktik tentang tanda, (2) teks dan khalayak, (3) materialism dan non-reduksionalisme, dan (4) kekuasaan, iklan pariwisata ini cenderung menampilkan produk yang dihasilkan oleh kelompok elit dan tidak memberikan suara kepada kelas menengah ke bawah, seperti pengusaha UMKM di Labuan Bajo. Maka, bisa disimpulkan bahwa kelompok elit memiliki peran dalam menanamkan budaya hedonisme di dalam kegiatan wisata melalui iklan pariwisata Wonderful Indonesia. Kata kunci: Liburan, gaya hidup hedonisme, anak-anak muda, iklan pariwisata Abstract The lifestyle of vacation began to differ along with the development of technology. Previously, vacation became the tertiary needs for people, but nowadays, it is becoming the secondary needs for middle class, especially for young people. The aim for vacation is not only for refreshing, but also enhance the existence of young people. Therefore, the hedonism lifestyle in vacation activities is inceasingly among young people. Many things induce the growth of the hedonism lifestyle, and one of which is due to the presence of social platform, such as Instagram and Youtube. This research assumes that tourism advertising that published on Youtube Wonderful Indonesia also have a role in fostering the hedonism lifestyle among young people. The object of this research is tourism promotion advertising tittled “An Exploration of The Wondrous Labuan Bajo” that published by Wonderful Indonesia. Based on the analysis using Roland Barthes’s semiotics theory, there are several connotative signs were seen in the advertisement tourism which directs to the hedonism lifestyle, such as vacation on phinisi ship and luxury resort. Furthermore, young people also bring sophisticated gadget that can do selfies anywhere to show their existence. This research also examined using four keyword of cultural studies, namely (1) culture and signifying practices, (2) texts and readers, (3) materialism and non-reductionism, and (4) power. The result describes that these advertising video tend to display products from elite class and do not give the voice for lower and middle class, such as MSME entrepreneurs in Labuan Bajo. It can be concluded that the elite class has role to changing the hedonism lifestyle for vacation in young people. Keywords: Vacation, hedonism lifestyle, young people, tourism advertising
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.