Background: Pain management after craniotomy is very important, 60-84% patient experience moderate to severe pain. Postoperative pain especially transmitted by C fiber neurons involved neuropeptide Substance P (SP). Postoperative opioid analgesia gives some adverse effect, such as allergy, gastrointestinal effect, nausea. vomiting, hypotension, sedation, repiratory depression and urinary retention. Paracetamol has opioid sparing effect that may reduce the need of opioid analgesia, and also inhibits SP mediated hyperalgesia. Objective: To study the effect of perioperative intravenous paracetamol on SP level in post craniotomy patientMethods: Forty subject aged 18 -45 years underwent elective craniotomy intracerebral tumour resection who have ASA physical status I-II, divided into 2 groups. P group received 1000 mg intravenous paracetamol every 6 hours during 24 hours postoperative, K group received placebo. Postoperative analgesia using morphine syringe pump 0,01 mg/Kg/hour titration to VAS. SP serum levels were examined with Cusabio substance Elisa kit ELx 800 before and 12 hours after surgery. Visual Analog Scale noted in 1, 6, 12, and 24 hours postoperative. Total amount of morphine given, nausea and vomiting was noted.Results: Preoperative SP level in P group was 16,89± 31,395 pg/ml and 36,58 ± 46,960 pg/ml postoperatively. Preoperative SP Level in K group was 9,58 ± 10,656 pg/ ml and 26,09 ± 22,506 pg/ml postoperatively. SP level elevation in P group and K group were 19,69± 28,625 pg/ml and 16,51 ± 14,972 pg/ml. Postoperative SP level and the elevation were not significantly different between two groups (p=0,793 and p=0,540), VAS and total amount of morphine given was significantly different (p<0,05). Conclusion:Perioperative intravenous paracetamol reduced morphine consumption and gave better VAS in post craniotomy patient, but did not affected postoperative SP level.
Latar Belakang : Simvastatin merupakan grup obat yang disebut sebagai hydroxy metyl glutaryl (HMG Co) reductase inhibitors). Efek simvastatin terhadap TNF -alpha neutralizing antibody bahwa Statins (3-hydroxy-3-methylglutaryl) coenzyme reductase inhibitors memiliki efek pleiotropic actions, yang mampu memperbaiki survival penderita sepsis.Tujuan : Membuktikan efek pemberian simvastatin 0,03 mg, 0,06 mg dan 0,12 mg peroral pada mencit yang diberi LPS intraperitoneal terhadap penurunan kapasitas fagositosis makrofag intraperitoneal.Metode : Penelitian eksperimental desain the post test only controlgroup. Sampel penelitian 20 ekor mencit balb/c jantan. Mencit dibagi dalam 4 kelompok, yaitu kelompok Kontrol (tidak diberi simvastatin), kelompok Perlakuan 1,2,3 berturut-turut diberi simvastatin 0,03 mg; 0,06 mg; dan 0,12 mg peroral.Sebelumnya masing -masing kelompok disuntikkan lipopolisakarida 10 mg/kgBB intraperitoneal.Hasil : Rerata kapasitas fagositosis makrofag untuk masing-masing kelompok : Kontrol = 44,40+3.97; Perlakuan 1 = 37,80+2,86; Perlakuan 2 = 31,20+1,30; Perlakuan 3 = 23,00+4,30. Hasil uji statistik antar kelompok didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok K1 dengan K3 dan K4, antara K2 dengan K3 dan K4 (p<0,0,05). Tidak terdapat perbedaan bermakna antara K1 dan K2, serta K3 dan K4. (p>0,0,05).Kesimpulan : Pemberian simvastatin dosis 0,06 mg dan 0,12 mg peroral menunjukkan perbedaan bermakna pada penurunan kapasitas fagositosis makrofag intraperitoneal dibanding kontrol pada mencit yang diberi lipopolisakarida.
Latar Belakang: Angka kejadian dan angka mortalitas penyakit jantung iskemik (Ischaemic Heart Disease/ IHD) masih cukup tinggi yaitu sekitar 68 tiap 1000 penduduk atau sekitar 6,8% dan jumlah penduduk. Pengobatan IHD bertujuan untuk revaskularisasi pembuluh darah yang tersumbat dapat menggunakan teknik farmakologik atau operatif (Percutaneous Coronary Intervention/ PCI atau Coronary Artery Bypass Graft/ CABG). Tindakan CABG dapat menggunakan mesin cardio pulmonary bypass (CPB)/ On-Pump Coronary Artery Bypass atau tanpa menggunakan mesin CPB / Off-Pump Coronary Artery Bypass (OPCAB). Kejadian disfungsi organ pada pasien yang menjalani operasi CABG dengan mesin CPB dihubungkan dengan Systemic Inflammatory Response Syndrome yang diakibatkan oleh berbagai faktor antara lain faktor tindakan operasi dan faktor mesin CPB tersebut. Tujuan penelitian ini untuk melihat pengaruh lamanya waktu Cardio Pulmonary Bypass pada operasi Coronary Artery Bypass Graft terhadap pola jumlah neutrofil p olimorfonuklear darah tepi, dapat merupakan suatu penanda respon inflamasi yang dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi.Metode: Pasien yang akan menjalani operasi CABG diambil sampel darah untuk diperiksa gambaran neutrofil PMN pada pra torakotomi, post torakotomi, menit ke 15 dan menit ke 30 sete Fah pemasangan mesin CPB.Hasil: Uji beda jumlah neutrofil ditemukan perbedaan bermakna jumlah neutrofil pada menit ke (pra torakotomi) dengan post torakotomi, menit ke 15 dan menit ke 30 CPB (p < 0,05). Uji beda jµga ditemukan perbedaan bermakna pada jumlah neutrofil post torakotomi dengan menit ke 30 CPB (p < 0,05) dan menit ke 15 CPB dan menit ke 30 CPB (p < 0,05). Tetapi tidak ditemukan perbedaan bermakna jumlah neutrofil post torakotomi dengan menit ke 15 CPB (p 0,05).Simpulan: Terdapat peningkatan jumlah neutrofil pada pasien yang menjalani CABG menggunakan CPB.
Backgroud: Post-operative Nausea and Vomitus (PONV) is commonly unsatisfy experienced by patient after surgical procedures with general anesthesia. Laparatomy is one among high risk groups for PONV.Objective: The aim of this study to compare the efficacy between granisetron 1 mg and combination metoclopramide 10 mg and dexamethasone 8 mg in preventing PONV after laparatomy.Methods: This research was a clinical trial stage 1 in 48 patients undergoing laparatomy surgery by general anesthesia. All patients were observe the 6 hours fasting period before induction of anesthesia. Patient randomly divided in to two group. Group I treatme nt with granisetron that given 30 to 60 minutes before end operation. Group II treatment with metoclopramide 10 mg and dexamethasone 8 mg, that dexamethasone given before induction of anesthesia and metoclopramide administration 30 to 60 minutes before end operation. All patient were observe the nausea and vomiting 24 hours post operative.Results: There was no significant difference for patient characterictics data distribution between two group before treatment. There was no significant difference to decr ease nausea and vomiting after laparatomy between two groups. Patient who had received intravenous 1 mg granisetron incidence nausea-vomiting was 83,3 % while patient who had received the combination 10 mg metoklopramid and 8 mg dexamethasone incidence nau sea—vomiting was 75%.Conclusion: There was no antiemetics which fully effective to exceed post operative nausea and vomitus. Combination 10 mg metoclopramide and 8 mg dexamethasone has similar effect like 1 mg granisetron on prevent Post -operative Nausea and Vomitus but higher adverse effects.Keywords : nausea, vomiting, granisetron, metoclopramide, dexamethasone, laparatomyABSTRAKTujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas antara granisetron 1 mg dan kombinasi metoklopramid 10 mg dengan deksametason 8 mg dalam mencegah mual muntah paska laparatomi. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian tahap I pada 48 penderita yang menjalani laparatomi dengan anestesi umum. Semua penderita dipuasakan 6 jam sebelum dilakukan induksi anestesi. Pasien secara random dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok I diberikan granisetron 30 sampai 60 menit sebelum operasi selesai. Dan kelompok II diberikan deksametason sebelum induksi anestesi dan metoklopramid 30 sampai 60 menit sebelum operasi selesai. Semua pasien diamati kejadian mual muntah paska operasi selama 24 jam.Hasil: Didapatkan perbedaan tidak bermakna pada distribusi karakteristik pasien antara kedua kelompok sebelum perlakuan. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang tidak bermakna kejadian mual muntah paska laparatomi pada kedua kelompok. Dimana pasien yang diberikan granisetron 1 mg didapatkan kejadian mual muntah sebesar 83,3 % sedangkan pasien yang diberikan kombinasi metoklopramid 10 mg + deksametason 8 mg didapatkan angka kejadian mual muntah sebesar 75%.Simpulan: Tidak ada antiemetik yang mampu sepenuhnya mencegah mual muntah paska operasi. Pemberian kombinasi metoklopramid 10 mg + deksametason 8 mg mampu mengurangi resiko mual muntah paska operasi yang hampir sama efektifnya dengan granisetron 1 mg dengan efek samping lebih banyak.Kata kunci : mual, muntah, granisetron, metoklopramid, deksametason, laparatomi
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.