Latar belakang: Prevalesi kanker kulit semakin meningkat di seluruh dunia. Walaupun insiden tertinggi pada kelompok berkulit putih, namun mengetahui epidemiologi dan tren penyakit dari kanker kulit diperlukan agar dapat menentukan pencegahan dan penanganan yang tepat. Tujuan: Untuk mengetahui karakteristik kanker kulit pada pasien yang telah dilakukan skin flap di Departemen Dermatologi dan Venereologi RSUP Sanglah. Metode: Penelitian ini merupakan studi deskriptif retrospektif dari catatan medis semua penderita kanker kulit yang memperoleh tindakan skin flap sejak Januari 2015 sampai dengan Desember 2019. Sampel diambil melalui total sampling. Karakteristik yang tercatat meliputi jenis kanker, jenis kelamin, umur, tipe kulit, pekerjaan, dan jenis flap yang dilakukan. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif dengan program SPSS Ver21. Hasil: Terdapat 41 pasien kanker kulit yang memperoleh tindakan skin flap, terdiri dari 43,9% (n=16) BCC, 54,6% (n=10) melanoma, 21,9% (n=9) SCC, 9,8% (n=4) jenis kanker lain. Jenis flap yang umum digunakan yaitu simple advancement. Lokasi kanker paling umum ditemukan pada wajah dan kejadian kanker paling tinggi terjadi pada usia ≥50 tahun dan bekerja di luar ruangan. Simpulan: Kasus kanker tertinggi yaitu BCC dengan usia lebih dari 50 tahun dan bekerja di luar ruangan sebagai karakteristik paling umum pada semua kasus kanker.
Background: Fungal infections are one of the most common dermatologic conditions affecting elderly population. Elderly population is susceptible to all of the superï¬cial mycoses such as tinea pedis, candidiasis, and onychomycosis in geriatric populations compared to other age groups.Objective: To determine the profile of onychomycosis among elderly patients over a period of 1 years (January 2018–August 2019) at Dermatology and Venereology outpatient clinic, Sanglah General HospitalMethods: Retrospective study was performed at Department of Dermatology and Venereology, Sanglah General Hospital, Denpasar, Bali. The data collected from patient’s register data of outpatient clinic.Result: A total of 11 patients were diagnosed with onychomycosis, consist of 5 women and 6 men. From these, 4 (36,3%) was reported with chronic systemic diseases and 7 (63,6%) reported with no concomitant diseases. The most common clinical sign were onychodystrophy, hyperkeratotic subungual and dyschromia (6 patients, 54,54%). Potassium hydroxide examination reveal positive results in all patient. From 5 patients, on culture examination, Candida (2 patients, 40%), Trichophyton rubrum (2 patients, 40%), and Trychophyton mentagrophytes (1 patient, 20%) were found. For therapy, there were 7 patients got combination therapy (fluconazole 150 mg and ciclopirox lacquer 8%) and 4 patients with single therapy (ciclopirox lacquer 8%).Conclusion: Onychomycosis is more common in the elderly or geriatric patients, this occurs because old age can change the body's immune function, including decreased immune response to fight infections against viruses, bacteria, and fungi.  Pendahuluan: Infeksi jamur adalah salah satu kondisi dermatologis paling umum yang mempengaruhi populasi lansia. Populasi lansia rentan terhadap semua mikosis superfisial seperti tinea pedis, kandidiasis, dan onikomikosis pada populasi geriatri dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.Tujuan: Untuk menentukan profil onikomikosis pada pasien usia lanjut selama 1 tahun (Januari 2018 - Agustus 2019) di poliklinik rawat jalan Dermatologi dan Venereologi, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah.Metode: Studi retrospektif dilakukan di Departemen Dermatologi dan Venereologi, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali. Data dikumpulkan dari data pendaftaran pasien di klinik rawat jalan.Hasil: Sebanyak 11 pasien didiagnosis menderita onikomikosis, terdiri dari 5 wanita dan 6 pria. Dari hasil ini, sebanyak 4 orang (36,3%) dilaporkan dengan penyakit sistemik kronis dan 7 orang (63,6%) dilaporkan tanpa penyakit bersamaan. Tanda klinis yang paling umum adalah onikodistrofi, hiperkeratotik subungual dan dischromia (6 pasien, 54,54%). Pemeriksaan kalium hidroksida mengungkapkan hasil positif pada semua pasien. Dari 5 pasien pada hasil pemeriksaan kultur ditemukan adanya infeksi Candida (2 pasien, 40%), Trichophyton rubrum (2 pasien, 40%), dan Trychophyton mentagrophytes (1 pasien, 20%). Untuk penatalaksanaan, terdapat sejumlah 7 orang pasien mendapatkan terapi kombinasi (fluconazol 150 mg dan ciclopirox lacquer 8%) dan 4 orang pasien dengan terapi tunggal (ciclopirox lacquer 8%).Simpulan: Onikomikosis lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut atau usia lanjut dimana hal ini terjadi karena usia tua dapat mengubah fungsi kekebalan tubuh, termasuk penurunan respons imun untuk melawan infeksi terhadap virus, bakteri, dan jamur.
Background: The development of the garment industry in Bali is increasing as a tourism supporting industry. As a consequence the number of garment and textile companies is growing in quantity and quality. According to data in the Denpasar City, there were around 125 large garment companies employing at least 100 workers. A small garment company as a home industry is almost five hundred. The impact of the development of the garment industry requires a lot of human resources by recruiting, opening jobs both for trained and untrained workers, most of whom are casual workers, without getting attention in terms of health. This research was conducted to collect data about the pattern of skin lesions (work-related contact dermatitis) in garment workers in Denpasar City because they do not have complete and accurate data.Methods: The method used in this study was a survey on three large garment companies in Denpasar with interviews and examinations of their skin disease patterns.Results: Total 288 workers included in this study consisted of 105 (36.5%) men and 183 (63.5%) women. From 288 respondents, 74 workers (25.7%) suffer from skin disorders related to their work. The occupational category that suffered the most was colouring workers of 30 people.Conclusion: The pattern of skin disease in garment workers by 25.7% suffering from DKAK. Disease categories are often workers who come into contact with colour materials. Latar Belakang: Perkembangan industri garment di Bali semakin meningkat sebagai salah satu industri penunjang pariwisata. Sebagai konsekuensi jumlah perusahan garmen dan tekstil semakin banyak secara kuantitas dan kualitas. Menurut data di kodya Denpasar, tercatat sekitar 125 perusahan garmen yang besar dengan memperkerjakan sedikitnya 100 orang pekerja. Perusahan garmen yang kecil sebagai industri rumah tangga hampir sebanyak lima rastusan. Dampak dari perkembangan industri garment membutuhkan banyak tenaga kerja dengan merekrut, membuka lapangan pekerjaan baik itu untuk pekerja yang terlatih maupun yang tidak terlatih, kebanyakan merupakan pekerja lepas, tanpa mendapat perhatian dari segi kesehatan. Penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan data tentang pola kelainaan kulit pada(DKAK) pekerja garment di Kodya Denpasar, karena belum memiliki data yang lengkap dan akurat.Metode: Metode yang digunakan pda penelitian ini adalah survelanse, pada 3 perusahan garment yang besar di Denpasar dengan wawancara dan pemeriksaan terhadap pola penyakit kulitnya.Hasil: Dari 288 pekerja yang di ikut sertakan dalam penelitian ini terdiri dari 105 (36,5%) laki-laki dan 183 (63,5%) perempuan. Dari 288 responden, sebanyak 74 pekerja (25,7%) yang menderita kelainan kulit yang berhubungan dengan pekerjaannya. Katagori pekerjaan yang paling banyak menderita adalah pada pekerja pencelupan (coloring) sebesar 30 orang.Simpulan: Pola penyakit kulit pada pekerja garment sebesar 25,7% menderita DKAK. Katagori penyakit sering adalah pekerja yang berhubungan kontak dengan bahan warna.
Background: Heavy smokers have four times more facial wrinkles than non-smokers. Superoxide dismutase (SOD) levels are an indicator of premature aging in blood and tissues. The premature aging process can take place more quickly at a relatively younger age. The purpose of this study was to determine smoking and low levels of superoxide dismutase (SOD) as risk factors for premature aging in women aged 20-35 years. Method: Using a case-control study, this study determined smoking and low levels of superoxide dismutase (SOD) as risk factors for premature aging in women aged 20-35. Subjective clinical observation of wrinkles with the smoker’s face criteria (Daniel 1971) and objective use A-One-Facial Analyzer tool. Analyze using SPSS 26. Result: The smoking increased the risk of premature aging by 16 times (OR 16; 95% CI= 4,2-60,7); p<0,001) and passive smoker 36 times (OR 36; IK95% 7,6-168,9; p<0,001). Low SOD levels (<2.93 U/ml) increased the risk of premature aging by 9.7 times (OR 9.7;95%CI =3.2-29.1); p <0.001) and levels of superoxide dismutase (SOD) of smokers were lower than non-smokers with a median (IQR) [min-max] of smokers 1,5 (1,6) [0,4-9,7]U/ml while non-smokers were 7,5 (6,3) [0,1-14,2]U/ml and p<0.001. The results of the multivariate analysis showed that smoking and low SOD as risk factors for premature aging in women aged 20-35 years with smoking (AOR 18; 95%CI=5,5-66,8; p<0,001) and low SOD (AOR 10,2; 95%CI=1,5-67,1; p<0,001). Conclusion: That smoking and low levels of superoxide dismutase (SOD) as risk factors for premature aging in women aged 20-35 years.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.