General anesthesia in Bali cattle using ketamine and propofol has not been reported. Therefore, research is needed to determine the dosage, time of anesthesia and physiological response of ketamine, propofol, and combinations of both (ketafol). Twelve male calves, weighing 25-45 kg with age of 2-4 months were used in this research. Physiological changes in the cardiovascular and respiratory system, also body temperature was monitored using a physiograph tool. All calves were premedicated with xylazine (0.1 mg/kg BW) intramuscularly, and induced with ketamine (2 mg/kg BW), propofol (2 mg/kg BW) and ketafol (1 mg/kg BW ketamine and 1 mg/kg BW propofol) intravenously after 10 minutes. Ketamine induced calves showed results of induction time after 4.75 ± 1.73 minutes, duration of anesthesia is 13.03 ± 1.15 minutes, and recovery time is 12.01 ± 5.05 minutes. The induction time using propofol is 2.50 ± 0.58 minutes, duration of anesthesia is 15.50 ± 1.91 minutes and recovery time is 2.75 ± 0.96 minutes. Calves induced with ketafol produced5.00 ± 1.41 minutes for induction time, duration of anesthesia was 14.00 ± 1.83 minutes, and recovery time was 4.50 ± 0.58 minutes. The calves that were induced with ketamine, propofol, and ketafol show that the induction time and duration of anesthesia are not significantly different, but for propofol’s recovery time was significantly lower compared with ketamine, but not significantly different from ketafol. Anesthesia using propofol or ketafol can be used in Bali cattle because the physiological changes in the cardiovascular and respiratory system are more stable and no extreme changes was found.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon analgesia, sedasia dan relaksasi tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi ekstrak biji kecubung (Datura metel L.). Penelitian dilakukan secara eksperimental di Laboratorium Bedah Veteriner dengan pemberian ekstrak biji kecubung dosis 100 mg/kg BB (P1), 150 mg/kg BB (P2), 200 mg/kg BB (P3), 250 mg/kg BB (P4) dan kelompok kontrol (P5) masing-masing diulang sebanyak enam kali untuk observasi adanya respon analgesia dengan penjepitan pada telinga, ekor dan interdigiti tikus putih. Untuk respon sedasia hilangnya koordinasi dan mengantuk/kelincahan menurun. Untuk respon relaksasi hilangnya tonus otot rahang, lidah dan spinkter ani. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan jumlah sampel 30 ekor tikus putih. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak biji kecubung berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap respon analgesia dan sedasia namun tidak memberikan respon relaksasi. Waktu rata-rata untuk induksi analgesia antara 5 menit sampai 10 menit dan waktu rata-rata durasi analgesia antara 98,33 menit sampai 179,17 menit. Untuk efek sedasia waktu rata-rata induksi 5 menit dan 20 menit dan durasi antara 14,16 menit dan 176,66 menit.
Pyometra merupakan kelainan hormonal yang menyebabkan infeksi sehingga nanah terkumpul di dalam rahim, Abses biasanya disebabkan kelebihan hormon progesteron, dimana hormon progesteron menyebabkan penebalan dinding rahim. Pyometra biasa ditemukan pada anjing ataupun kucing, tetapi lebih sering terjadi pada anjing. Se ekor kucing berumur 9 bulan, berat 1,95 kg dan berjenis kelamin betinaDiperiksa di Rumah Sakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dengan keluhan, adanya leleran keluar dari alat kelamin hewan. Hasil pemeriksaan fisik terlihat leleran yang keluar dari alat kelamin hewan, berupa nanah dan perut terlihat besar seperti bunting. Pemeriksaan hematologi menunjukan terjadinya peningkatan Hemoglobin 17.9 g/dL? nilai rujukan 8.0 – 15.0 g/dL, dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration 41.4 g/dL nilai rujukan 30.0 – 36.0 g/dL di karenakan hewan kekurangan oksigen sehingga kadar hemoglobin meningkat. Penanganan Pyometra dilakukan dengan pengangkatan uterus dan ovarium (ovariohisterektomi). Tujuh hari pasca operasi pasien sudah dinyatakan sembuh dan sehat kembali, dengan luka incisi sudah menyatu dan tidak ada leleran berupa nanah keluar dari alat kelamin hewan.
Urolithiasis is a condition of the presence of urine stones (urolite), crystals, or sediments in the urinary tract system. The urinary tract system that is prone to urolithiasis includes the kidney, ureter, can be found in the bladder (bladder), and in the urethra in excessive amounts. This study aims to analyze the relationship between urolite formation that occurs in the bladder and urolite formation that occurs in the kidneys through ultrasound examination. This study used 15 dogs indicated by urolithiasis. Ultrasonography shows urolites, crystals and sediments in the bladder sonogram and in the kidneys. Kidney sonograms and bladder sacs refer to the occurrence of urolithiasis in the bladder which will always be followed by the occurrence of urolithiasis in the kidneys. Generally urolites are in the mucosa and bladder lumen while the kidneys are in the medulla and renal pelvis. There are several sonograms showing the buildup only occurs in one part both in the bladder and also in the kidneys. The presence of urolite in the mucous portion of the bladder is due to the gravitational force. Whereas clumps of cloud in the form of debris cells found in the lumen occur due to agitation and contraction of the bladder therefore that urolites are mixed with urine. The renal medulla and pelvis in the kidneys are channels of filtration in the kidney urinary tract. This results in a large urolithic buildup due to filtration when the urine is delivered to the bladder.
Pyometra merupakan salah satu kondisi patologis dimana terdapat akumulasi massa purulen di dalam uterus yang diderita oleh hewan betina. Pyometra dapat terjadi pada hewan usia berapapun setelah estrus pertama. Tulisan ini melaporkan kasus seekor anjing mixbreed Pomerian betina berumur dua tahun dengan bobot badan 6,4 kg dengan anamnesa berupa penurunan nafsu makan dan pembesaran pada abdomen selama 3 bulan dengan adanya leleran vagina seminggu sebelum diperiksa. Setahun lalu anjing pernah diberi terapi depo-progestine dan diperlihara dengan dilepasliarkan. Pemeriksaan hematologi darah menunjukkan bahwa anjing mengalami leukositosis disertai anemia mikrostik hiperkromik, pencitraan USG menunjukkan adanya gambaran hypoechoic pada lumen uterus dan penebalan dinding uterus serta hasil radiografi nampak adanya gambaran radiopaque yang diduga adanya bagian-bagian tulang dari fetus yang hancur. Anjing kasus didiagnosa pyometra servik terbuka disertai maserasi fetus dengan prognosa fausta dan ditangani dengan ovariohysterectomy. Pascaoperasi diberikan antibiotik cefotaxime secara intravena (IV) selama dua hari. Pada hari dan dilanjutkan dengan cefixime secara oral selama 5 lima hari. Pada hari ketiga pasca operasi diberikan antiradang berupa dexametason secara oral selama tiga hari dan luka insisi pada abdomen dibersihkan dengan povidone iodine 10% kemudian ditaburkan serbuk enbatik setiap hari. Pada hari ketujuh pasca operasi luka sudah mengering dan tidak meradang, dan anjing sudah aktif kembali. Ovariohysterectomy merupakan jalan terbaik untuk melakukan sterilisasi pada anjing.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.