Urolitiasis merupakan suatu keadaan ditemukannya urolit di dalam sistem urinaria. Faktor utama yang mengatur kristalisasi mineral dan pembentukan urolit adalah derajat saturasi urin dengan mineral-mineral tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui derajat keasaman (pH) dan berat jenis urin (BJ) kucing dapat dijadikan sebagai indikator kejadian urolitiasis dan mengetahui jenis urolit yang terbentuk pada urolitiasis kucing. Sejumlah 15 sampel urin kucing yang mengalami urolitiasis digunakan dalam penelitian ini. Urin diuji dengan dipstik untuk mengamati perubahan BJ dan pH urin dan pemeriksaan sedimen dengan mikroskop untuk mengamati urolit yang terbentuk. Diperoleh hasil bahwa derajat keasaman (pH) urin dapat dijadikan sebagai indikator untuk mendiagnosa urolitiasis pada kucing, sedangkan berat jenis (BJ) urin tidak dapat dijadikan sebagai indikator untuk mendiagnosa urolitiasis pada kucing dan urolit yang terbentuk yaitu urolit struvit dan urolit kalsium oksalat.
Demodekosis pada anjing merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi tungau Demodex sp dalam lapisan kulit dermis atau pada folikel rambut. Hewan kasus adalah anjing ras pug berjenis kelamin jantan, berumur ±1 tahun dan memiliki bobot badan 4,1 kg. Berdasarkan hasil anamnesis anjing mengalami gatal-gatal dan kemerahan selama kurang lebih satu bulan. Pada saat itu rambut anjing sudah mulai rontok dan teramati adanya ketombe. Anjing sering menggaruk pada bagian telinga, leher, punggung, dan wajah hingga merah. Pemeriksaan kerokan kulit secara mikroskopik ditemukan tungau yaitu Demodex sp., sedangkan hasil pemeriksaan darah rutin menunjukkan anjing kasus mengalami anemia mikrositik hipokromik. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium, dapat disimpulkan bahwa anjing ini didiagnosis menderita demodekosis. Pengobatan secara kausatif untuk anjing kasus diberikan ivermektin dengan dosis anjuran 0,2-0,4 ml/kg berat badan dan diinjeksikan sebanyak 0,16 ml secara subkutan dengan interval pengulangan sekali seminggu. Chlorfeniramin meleat sebagai antihistamin dengan dosis anjuran 2-4 mg/kg berat badan pada kasus ini diberikan dua kali sehari secara oral dan fish oil sekali sehari. Hewan dimandikan dengan amitras sekali seminggu dengan dosis pemberian 1ml : 100 ml. Setelah lima hari paska terapi, hewan kasus menunjukkan berkurangnya frekuensi menggaruk dan kemerahan pada kulit.
Ringworm is an zoonotic infectious skin disease that can infect many types of animals. This disease is caused by dermatophytes fungi. Ringworm cases in cattle were quite widely reported in various countries but a report about the dermatophytes fungi that caused ringworm in bali cattle have never been published. It is very important in the efforts to give more effective therapies. This study aimed to identify the species of dermatophytes fungi that caused ringworm in bali cattle. Eight bali cattles suspected ringworm samples were taken using superficial skin scraping and trichogram (hair pluck) technique. The samples of skin scrapings dan hair on the area of the lesion were taken for direct microscopic examination to find the presence of fungal elements (hyphae or arthrospora). They were dropped with 10% KOH, were allowed for 10-15 minutes, then were observed using microscope. Skin scrapings dan hair samples that showed positive results were cultured on Sabauroud’s Dextrose Agar (SDA) medium for 1-3 weeks dan were identified using Lactophenol Cotton Blue with microscope. The data were analyzed descriptively. Dermatophytes fungi that isolated dan identified were Microsporum gypseum (75% or 6/8) and Microsporum nanum (25% or 2/8). Both of these fungi have ectothrix invasion/infection tipe, which is the forming of arthrospores/arthroconidia is only on the surface/superficial hair shaft therefore the topical therapy is sufficient to resolve the infection.
Background and Aim: Bovine coccidiosis, caused by the protozoa Eimeria, is an important parasitic cattle disease that affects animal health and has economic impact worldwide. This study was conducted to report the first molecular prevalence and genetic diversity of Eimeria spp. in dairy cattle in Khon Kaen province, Thailand, and to identify the risk factors associated with Eimeria spp. infection. Materials and Methods: From July 2020 to October 2021, 296 fecal samples were collected from dairy cattle divided into three age groups, including <3-month-old calves, 3-month-old to 1-year-old calves, and >1-year-old cattle. Eimeria spp. were identified by multiplex polymerase chain reaction (PCR) amplifying 18S RNA gene and confirmed by DNA sequencing. Information regarding all associated risk factors was collected using questionnaires and analyzed using logistic regression tests in the Statistical Package for the Social Sciences program. Results: Polymerase chain reaction results showed that 104 (35.13%) of 296 samples were positive for Eimeria spp. The <3-month-old calves (46.51%) had the highest infection rate. Moreover, multiplex PCR identified five species of Eimeria, namely, Eimeria bovis (32.69%), Eimeria zuernii (18.26%), Eimeria alabamensis (5.76%), Eimeria ellipsoidalis (3.84%), and Eimeria cylindrica (2.88%). An association was observed between risk factors and Eimeria spp. incidence (p < 0.05). DNA sequencing revealed the similarity of each Eimeria spp. with 91%–100% nucleotide identity. Phylogenetic tree analysis demonstrated the close relationships of clusters of E. bovis and E. zuernii, E. ellipsoidalis, and E. cylindrica and another cluster of E. alabamensis. Conclusion: The results confirm that Eimeria spp. are commonly found in dairy cattle, especially calves. The molecular test could be powerful for species identification. This study also provides epidemiological information for developing future strategies to control bovine coccidiosis. Keywords: bovine coccidiosis, dairy cattle, Eimeria spp., molecular prevalence, multiplex polymerase chain reaction, Thailand.
Scabiosis pada kucing merupakan penyakit yang menular disebabkan oleh tungau Notoedres cati dari genus Sarcoptes. Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui diagnosa pada penyakit Scabiosisdengan metode skin scraping dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan hematologi rutin. Seekor kucing persiadiperiksa di Laboratorium Penyakit Dalam Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dengan anamnesis sering menggaruk dan nafsu makan menurun. Hasil pemeriksaan klinis terdapat hiperkeratosis pada telinga, alopesia pada regio leher dan pada kedua ekstremitas cranial dan caudal disertai eritema. Kucing menunjukkan gejala pruritus dengan menggaruk-garuk daerah telinga dan tengkuk. Pemeriksaan skin scraping dibawah mikroskop ditemukan tungau Notoedres cati. Hasil dari pemeriksaan hematologi rutin diperoleh white blood cell (WBC) meningkat yang mengindikasikan adanya infeksi. Kucing kasus didiagnosis mengalami Scabiosis. Pengobatan menggunakan ivermektin dengan dosis yang diberikan ialah 0,3 mg/kg BB dengan jumlah yang diberikan sebanyak 0,07 ml dengan dua kali pemberian pada interval 14 hari dan sabun sulfur yang diberikan secara topikal sebagai terapi kausatif. Terapi simptomatik diberikan dyphenhydramine HCl (dosis 1 mg/kg BB, jumlah yang diberikan 0,3 ml satu kali pemberian selama dua hari), dan terapi supportif diberikan fish oil satu kapsul sehari selama 30 hari). Hasil dari penggunaan terapi tersebut menunjukkan hasil yang baikdengan ditandai perubahan pada area lesi yang menunjukkan kesembuhan pada hari ke 8 pasca pemberian terapi.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.