Penerbitan travel warning oleh suatu negara secara faktual berdampak pada tingkat kunjungan wisata ke negara yang dituju. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai praktik negara-negara, termasuk Indonesia, dalam menerapkan kebijakan travel warning. Selain itu, juga secara spesifik akan membahas korelasi antara kebijakan travel warning dengan eksistensi hak berwisata (right to tourism) dalam kerangka hak asasi manusia (HAM). Jenis penelitian ini adalah yuridis-normatif yang utamanya menganalisis peraturan perundang-undangan nasional Indonesia dan instrumen internasional yang relevan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa praktik negara-negara dalam dalam penerbitan kebijakan travel warning menunjukkan variasi yang relatif beragam, terutama berkaitan dengan identifikasi risiko dan lembaga yang berwenang untuk menyampaikan imbauan perjalanan. Berkaitan dengan eksistensi hak berwisata (right to tourism) dalam kerangka HAM, kebijakan travel warning merupakan implementasi dari kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya ketika mereka berada di luar negeri sekaligus merefleksikan tindakan negara untuk menjamin terpenuhinya hak-hak mendasar warga negaranya. Adapun pembatasan hak berwisata oleh negara sesungguhnya dilakukan dalam rangka menjamin terpenuhinya jenis HAM lain yang jauh lebih mendasar dibandingkan dengan pemenuhan hak berwisata yang justru masih dikategorikan sebagai HAM generasi ketiga dan eksistensinya masih diperdebatkan.The publication of travel warning by a country factually impacts the level of tourist visit to the destination country. This study aims to analyze the practice of countries, including Indonesia, in applying travel warning policy. In addition, also specifically will discuss the correlation between travel warning policy with the existence of rights of travel (right to tourism) within the framework of human rights (HAM). This type of research is juridical-normative which primarily analyzes Indonesian national legislation and relevant international instruments. The results of this study indicate that the practice of countries in the issuance of travel warning policy shows a relatively diverse variety, mainly related to the identification of risks and institutions authorized to deliver travel appeals. In relation to the existence of the right of tourism within the human rights framework, the travel warning policy is the implementation of the state’s obligation to protect its citizens while abroad while reflecting the state’s actions to ensure the fulfillment of the fundamental rights of its citizens. The limitation of travel rights by the state is actually done in order to guarantee the fulfillment of other types of human rights that are far more fundamental than the fulfillment of travel rights that are still categorized as third-generation human rights and its existence is still disputed.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaturan tentang pecandu dan penyalahguna narkotika di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan juga menganalisis tentang pemberian sanksi pidana bagi pecandu dan penyalah guna narkotika. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analisis. Hasil dari penelitian ini adalah Pecandu dan penyalahguna narkotika diatur di dalam tujuan pembuatan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, tepatnya pada Pasal 4 huruf d yang mewajibkan pecandu dan penyalahguna narkotika untuk direhabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Walaupun, Pasal 134 dan 127 ayat (1) mengatur bahwa pecandu dan penyalahguna dapat dikenakan sanksi pidana baik berupa pidana penjara, pidana kurungan, ataupun pidana denda. Namun, karena undang-undang ini menganut double track system yang artinya ada sanksi pidana dan juga sanksi tindakan maka pecandu dan penyalahguna seharusnya diberikan sanksi tindakan berupa rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. This paper aims to analyze the regulation of narcotics addicts and abusers in Law Number 35 Year 2009 regarding Narcotics and elaborate the provision of criminal sanctions for drug addicts and abusers. The research method used is a normative legal research method and the statutory approach and analysis approach. The results of this study were narcotics addicts and abusers arranged in the purpose of making Law Number 35 of 2009 regarding Narcotics, precisely in Article 4 letter d which requires drug addicts and abusers to be rehabilitated medically and socially rehabilitated. Although, Articles 134 and 127 paragraph (1) regulate that addicts and abusers may be subject to criminal sanctions in the form of imprisonment, confinement, or fines. However, because this law adheres to a double track system which means there are criminal sanctions and also sanctions for actions, addicts and abusers should be given sanctions in the form of medical rehabilitation and social rehabilitation.
Tujuan Penelitian Ini adalah untuk mengetahui keabsahan penerapan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan di wilayah yang belum memberlakukan penyelenggaran kesehatan masyarakat in casu PSBB. Metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis permasalahan diatas adalah adalah penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan koseptual, pendekatan kasus, pendekatan fakta. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer, sumber bahan hukum sekunder dan sumber bahan hukum tersier. Teknik analisis bahan hukum yang digunakan untuk menganalisis adalah teknik deskriptif dan teknik interpretasi sistematis. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Pasal 93 UU KK tidak dapat diterapkan terhadap kegiatan ngaben massal Dadia Pasek Kubayan, di Desa Sudaji, Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng Provinsi Bali sehingga penetapan Made Suwardana (Ketua Panitia Pelaksana) sebagai Tersangka tidak sah hukum. The aim of this research is to know the validity of the application of article 93 of Law No. 6/2018 about Health Quarantine (UU KK) in areas where the implementation of public health in casu PSBB has not been enforced. The reseacrh methods used to analyze problems is normative research, with statute approach, conceptual approach, case approach, and fact approach. It consists of primary, secondary and teritary sources of legal material. The technique of collecting the legal materials are descriptive and systematic interpretative. The result of the research shows that Article 93 UU KK can not be implemented for mass ngaben activity in Sudaji Village, Sawan Sub-Distric, Buleleng Distric, Bali Province. Therefore, the determination of the suspect Mr. Made Suwardana (the chief of executive committee) is not legally valid.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.