Shallots (Allium cepa var. aggregatum) is one of the vegetable commodities whose demand continues to increase in line with population growth. The purpose of this community service program to disseminate the results of research on how to produce true seed of shallot (TSS) then plant TSS to produce mini bulbs as seeds of shallots. The target audience was the farmers group Tani Mulya in Tawangargo Village, Karangploso Sub-District, Malang Regency, East Java. Activities step included preparation, socialization, demonstration plot of shallot bulbs planting to produce TSS and planting TSS, to produce mini bulbs as seeds of shallot. Batu Ijo variety grown to produce TSS, while planting of TSS used Tri Sula and Keta Monca varieties. This activitity was done well according to a Likert scale of 4.3 (good category = 4–4.9). Farmers were able to adopt the technology of TSS production and planting of TSS to produce shallot mini bulbs of seeds, with indication of the production of TSS and mini bulbs. The flowering of shallot plants 55.5 and TSS seed weight 10.16 g/m2. Bulbs seed of Batu Ijo variety produced large bulbs, while TSS from Tri Sula and Keta Monca varieties produced mini bulbs that can be used as seeds. The change of the shallot seeds technology from bulbs to TSS will be economically beneficial, because the TSS required less than bulbs, so the cost difference is quite large. TSS needs 3–5 kg/ha (TSS price IDR 1.200.000/kg), and bulbs seed needs 1–1.5 ton/ha (bulbs price IDR 30.000/kg), so the margin is IDR 24.000.000 per hectare.
[THE EFFECT OF IMMERSION IN GA3 AND SOME KINDS OF TSS ON THE GROWTH OF SHALLOTS (Allium ascalonicum L.)]. Shallots (Allium ascolonicum L.) are very much needed by the community and have become one of the high-value commodities in Indonesia. TSS or True Shallot Seed is an elective that can be created as a wellspring of seeds and is an answer for address the issue for quality shallot seeds. In the utilization of TSS seeds, there are still a few deterrents in low development strength. In the use of TSS seeds, there are still some obstacles in low growth strength. Dormancy can be solved by treatment with growth regulators that can encourage, inhibit or qualitatively alter plant development and advancement. One of the PGRs that is regularly utilized is Gibberellins (GA3). This review meant to get the connection between splashing time with a few TSS seeds on the development of shallots, which included germination, development simultaneously, development speed, germination life, plant length, and the quantity of leaves. This examination was led in Ketindan Town, Lawang Area, Malang Regime, East Java, from February to April 2021. This review was a factorial investigation organized dependent on a Randomized Complete Block Design (RCBD) comprising of 2 factors: the length of inundation and the kind of TSS seeds that were rehashed as much as multiple times. The main variable was the inundation time in a GA3 arrangement with a centralization of 40 ppm comprising of no dousing, 15 minutes, 30 minutes, and 45 minutes of inundation. The seed factor of shallot TSS consists of TSS Sanren, TSS Lokananta, and TSS Bauji. The outcomes showed that the mix of splashing time and TSS seed type fundamentally impacted development speed simultaneously and the quantity of leaves 7 dap.
Kendala budidaya bawang merah menggunakan biji sebagai bahan perbanyakan adalah jumlah bibit yang tumbuh setelah transplanting sangat rendah (< 50%) dan memerlukan waktu yang lebih lama karena harus melalui persemaian selama 4-6 Minggu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian silika dan umur transplanting yang tepat untuk pertumbuhan tanaman dan produksi umbi tanaman bawang merah asal biji (TSS). Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Benih Hortikultura Sidomulyo, Kecamatan Batu, Kota Batu, Jawa Timur. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi silika yang terdiri dari empat taraf yaitu 0 g/l (S0), 10 g/l (S1), 12 g/l (S2), 14 gg/l (S3) dan umur transplanting yang terdiri dari tiga taraf yaitu 4 MSS (T1), 5 MSS (T2), 6 MSS (T3), sehingga terdapat dua belas perlakuan kombinasi. Variabel pengamatan terdiri dari jumlah bibit yang tumbuh (daya tumbuh bibit) di petridish, daya tumbuh di lapangan, indeks vigor, jumlah anakan umbi, berat basah dan berat kering umbi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara pemberian silika dengan transplanting, rata-rata umur transplanting terbaik diperoleh pada perlakuan 6 MSS (T3). sedangkan konsentrasi silika berpengaruh nyata hanya pada panjang tanaman, denganhasil rata-rata tertinggi diperoleh perlakuan 12 g/l (S2).
Mentimun lokal Madura merupakan varietas mentimun yang berpotensial dikembangkan menjadi varietas unggul baru. Perbaikan genetik pada tanaman mentimun lokal madura dapat dilakukan melalui pemuliaan tanaman dengan induksi sinar gamma 60Co sebagai upaya perbaikan varietas unggul baru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keragaman genetik dan tingkat heritabilitas pada mutan generasi pertama (M1) mentimun lokal Madura hasil iradiasi sinar gamma 60Co. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2022-Maret 2022 di lahan produksi UPT Pengembangan Benih Padi dan Palawija Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan satu faktor perlakuan dari benih mutan generasi pertama (M1) tanaman mentimun varietas lokal Madura hasil iradiasi sinar gamma 60Co dengan dosis 0 Gy, 100 Gy, 200 Gy, 300 Gy, 400 Gy, dan 600 Gy. Analisis data menggunakan koefisien keragaman genetik (KKG), koefisien keragaman fenotipe (KKF) dan heritabilitas (H2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keragaman genetik dan heritabilitas pada populasi M1 hasil dari masing-masing dosis mutasi yaitu ketegori rendah sampai tinggi (beragam). Keragaman genetik tertinggi terdapat dosis 200 Gy, 300 Gy, dan 600 Gy pada karakter diameter buah.
Kekurangan air merupakan masalah yang sering dijumpai pada pertanaman kedelai. Umumnya tanaman kedelai ditanam pada musim kemarau dan atau pada lahan kering beriklim kering. Tanaman kedelai produksinya sangat ditentukan oleh jumlah dan distribusi curah hujan yang tidak merata dalam musim tanam. Kemampuan tanaman untuk hidup pada kondisi kekurangan air merupakan keberhasilan suatu tanaman untuk menyesuaiakan diri. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh jumlah air yang diberikan terhadap pertumbuhan tanaman kedelai. Penelitian dilakukan di Balai Benih Induk Palawija Malang. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok yang diulang tiga kali, dan terdiri dari tiga macam perlakuan yakni : Jumlah air yang diberikan setaraf kapasitas lapang (A1), setengah kapasitas lapang (A2), dan seperempat kapasitas lapang (A3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada variabel pertumbuhan yakni tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, panjang akar dan berat kering akar. Perlakuan terbaik adalah perlakuan A1 atau jumlah air yang diberikan setaraf dengan kapasitas lapang untuk masing-masing variabel tinggi tanaman (83,50 cm), jumlah daun (19,00), luas daun (835 cm 2), panjang akar (592,86 mm) dan berat kering akar (0,24 g).
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.