Desa Tallung Tondok (Kecamatan Malua) merupakan desa yang terletak di Kabupaten Enrekang. Desa tersebut memiliki potensi dalam pengembangan produk pangan dari jamur tiram yang menjadi komodtas khas Kabupaten ini. Desa tersebut memiliki beberapa kelompok wanita tani yang berkecimpung dalam pengolahan keripik dan nugget jamur tiram, namun dari segi kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan masih sangat rendah. Pelaksanaan penyuluhan dan pelatihan bagi Kelompok Wanita Tani Kartini dan Kelompok Wanita Tani Buntu Landang di Desa Tallung Tondok, terutama dalam hal diversivikasi produk pangan merupakan solusi yang ditawarkan dalam rangka meningkatkan nilai tambah (value added) produk keripik dan dodol salak. Penyuluhan dan pelatihan yang telah dilaksanakan antara lain adalah penyuluhan sanitasi dan hygiene proses produksi, aplikasi pelabelan dan kemasan pangan, penyuluhan P-IRT dan sertifikasi halal produk, analisis kimia gizi dan umur simpan produk, perancangan peralatan dan diversifikasi pembuatan produk di kedua mitra tersebut. Diharapkan dengan kegiatan ini dapat membina dan memacu kedua mitra untuk menghasilkan produk yang bersaing dipasaransehingga dapat meningkatkan kehidupan ekonomi di desa tersebut. Pelaksanaan pengabdian masyarakat ini dievaluasi setiap bulannya dan dapat menjadi percontohan bagi kelompok wanita tani lain di Kabupaten Enrekang.
Based on discussions with the local government, it was determined that the regional problem to be developed was ‘keprok’ citrus tourism in the village of Batangmata Sapo, Selayar Islands Regency. The partner's problem so far is that the ‘keprok’ citrus gardens owned have not been able to be used as a tourist attraction considering that Selayar ‘keprok’ citrus are located on an island that has very beautiful natural scenery. In general, the objectives of the first year Regional Development Science and Technology Program (PIPK) are (1) basic skills training for guides and agro-tourism entrepreneurship and the development and improvement of ago-tourism facilities (2) making a ‘keprok’ citrus-processed production house with the application of process technology and equipment for processing ‘keprok’ citrus, namely ‘keprok’ citrus juice and dodol oranges. The method used in this PPIK activity is the mentoring method carried out by students who have been trained in the MBKM program for activities in the application of process technology and equipment, training, mentoring and program evaluation. The results of the first year activities are: (1) the formation of a ‘keprok’ citrus picking tourist area which is carried out with the Forum Group Discussion (FGD) activity, (2) partners already have production houses and have skills in the production of processed ‘keprok’ citrus, namely orange juice and dodol oranges, (3) partners already have orange juice production equipment and orange dodol equipment through the instruction of process equipment from the two processed products. The conclusion of this activity is that the regional development of the Selayar ‘keprok’ citrus plantation sector has become a ‘keprok’ citrus agro-tourism area with the availability of facilities and infrastructure for the ‘keprok’ citrus picking agro-tourism area and a ‘keprok’ citrus production house that produces processed products of juice and ‘keprok’ citrus lunkhead. Abstrak Berdasarkan diskusi dengan pemerintah daerah maka ditetapkan permasalahan kewilayahaan yang akan dikembangkan adalah wisata jeruk keprok di desa Batangmata Sapo Kabupaten Kepulauan Selayar. Adapun permasalahan mitra selama ini adalah kebun jeruk keprok yang dimiliki belum mampu dimanfaatkan menjadi objek wisata mengingat jeruk keprok selayar berada dalam pulau yang memiliki pemandangan alam yang sangat indah. Secara umum tujuan program Penerapan Iptek Pengembangan Kewilayahan (PIPK) tahun pertama ini adalah (1) pelatihan keterampilan dasar pemandu dan kewirausahaan agrowisata dan pembangunan dan peningkatan fasilitas agowisata (2) membuat rumah produksi olahan jeruk keprok dengan penerapan teknologi proses dan peralatan olahan jeruk keprok yaitu jus jeruk keprok dan dodol jeruk. Metode yang digunakan pada kegiatan PIPK ini adalah model pendampingan ke mitra dengan metode training, mentoring ataupun coaching dengan metodologi dan materi-materi yang dilakukan oleh mahasiswa yang telah dilatih dalam program MBKM untuk kegiatan penerapan teknologi proses dan peralatan, pelatihan, pendampingan dan evaluasi program. Hasil dari kegiatan tahun pertama adalah: (1) terbentuknya kawasan wisata petik jeruk keprok yang dilakukan dengan kegiatan Forum Group Discussion (FGD), (2) mitra telah memiliki rumah produksi dan memilki keterampilan dalam produksi olahan jeruk keprok yaitu jus jeruk dan dodol jeruk, (3) mitra telah memiliki peralatan produksi jus jeruk dan peralatan dodol jeruk melalui intruduksi peralatan proses dari kedua produk olahan tersebut. Kesimpulan dari kegiatan ini adalah Pengembangan kewilayahan pada sektor perkebunan jeruk keprok Selayar telah menjadi sebuah kawasan agrowisata jeruk keprok dengan tesedianya sarana dan prasarana kawasan agrowisata petik jeruk keprok dan rumah produksi jeruk keprok yang memproduksi produk olahan jus dan dodol jeruk keprok.
Untuk menghasilkan produk pangan yang aman, maka dalam proses pengolahan pangan diperlukan penjaminan mutu dan keamanan pangan dengan pendekatan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Di dalam HACCP, ada 2 (dua) program prasyarat yang harus dipenuhi meliputi Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP). Sistem HACCP ini diterapkan selama produksi mulai dari proses pertama hingga sampai ke konsumen (Fardiaz, 1996). Program Pengabdian masyarakat ini diharapkan akan memberikan luaran sistem Good Manufactoring Practice (GMP) dan Standard Sanitation Operational Prosedur (SSOP) pada UKM di Desa Jenetallasa adalah suatu prosedur standard operasi sanitasi yang harus dipenuhi oleh produsen untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap bahan pangan. Tujuan pelaksanaan pengabdian ini adalah untuk menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Prosedure (SSOP) pada tahapan proses produksi. Metode yang digunakan adalah (1) Pendampingan teori yaitu tim pengabdian masyarakat memberikan materi terkait dengan teknik penerapan GMP dan SSOP. (2) Pendampingan praktek yaitu pelaksanaan pendampingan praktek lapangan di lokasi yang dilakukan secara langsung oleh tim pengabdian masyarakat kepada UKM sebanyak 20-an orang tentang teknik penerapan GMP dan SSOP. Hasil pelaksanaan kegiatan ini menunjukkan bahwa mitra UKM mendapatkan pengetahuan tentang penerapan GMP dan SSOP pada proses pengolahan produk dan mendapatkan keterampilan tentang penerapan GMP dan SSOP pada unit pengolahannya.
The development of the broiler farming industry is currently facing many challenges such as high feed prices, management, and livestock diseases. Colibacillosis is a disease that is often found in the field so that it has an impact on the farmer's economy. Colibacillosis can cause growth disturbances, decrease in production, increase in the number of rejected chickens, decrease in carcass and egg quality, as well as chick quality (DOC) (Tabbu, 2000). The anticipatory measure is the administration of antibiotics, however their use has recently begun to be reduced due to the impact on chicken carcasses. This study aims to analyze the costs incurred for maintaining the health of livestock fed herbal feed and the cost efficiency used in raising broilers with herbal feed compared to conventional methods. The results showed that the application of herbal feed in broiler farms was efficient in saving maintenance costs
Productivity is a comparison between the results achieved (output) with the overall required resources (input) or a comparison between the results achieved with the role of labor per unit time. The purpose of this study was to study Down Time analysis techniques for productivity in a wheat processing company (PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar), which produces wheat flour products of the Gatotkaca, Gunung, Kompas and Gerbang types. Down Time is the amount of time when a tool/machine cannot operate due to failure, but the factory can still operate because there are still other tools/machines that can replace functions so that the production process can still run. Based on the data analysis of the calculation of down time for manpower, it shows that the existence of down time during the process will affect the level of productivity (actual and standard). The value of down time from the calculation of working hours minus work effectiveness results in down time for each production area each month. The manpower down time results from all areas, namely in the area of 0 minutes/month. While the amount of data from the analysis of down time calculations for machines in all areas has a higher number of machine down times, namely in the milling area of 28 hours. And for the lowest results, namely in the area of unloading, cleaning, and packing, it is 0 hours.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.