Sistem pendaftran first to file dinilai belum memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pemilik merek terkenal. Merek terkenal karena status terkenalnya mempunyai kedudukan yang istimewa. Adapun tujuan penulisan artikel ini untuk memberikan argumentasi bahwa merek terkenal sekalipun belum terdaftar di Indonesia tetap mendapat keistimewaan karena frasa terkenalnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu penelitian hukum normatif untuk menjawab isu hukum yang dihadapi. Indonesia seharusnya melindungi merek terkenal meskipun belum terdaftar dalam daftar umum merek, seperti yang telah diatur dalam Perjanjian TRIPs dan Konvensi Paris. Perjanjian TRIPs dan Konvensi Paris harus dijadikan sebagai sumber hukum oleh Indonesia sebagai konsekuensi keikutsertaan dalam World Trade Organization (WTO) untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pemilik merek terkenal.
Tulisan ini membahas mengenai rahasia bank terhadap harta bersama dalam perkawinan yang menjadi simpanan di bank. Artikel ini berpendirian bahwa menyangkut harta bersama berupa rekening di bank, tidak terdapat kewajiban bank untuk menjaga kerahasiaan rekening nasabah dari suami atau istri nasabah penyimpan tersebut. Argumen tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa harta bersama dalam perkawinan adalah milik bersama antara suami dan istri (yang tidak mengadakan perjanjian pemisahan harta perkawinan), sehingga tidak ada kewajiban bank untuk menjaga kerahasiaan rekening (yang merupakan harta bersama) yang tersimpan pada suatu bank, dari suami atau istri nasabah penyimpan. Hal ini dilandaskan pada pemikiran bahwa sesungguhnya suami atau istri nasabah penyimpan juga berkedudukan sebagai pemilik atas harta yang tersimpan dalam rekening. Dengan demikian, secara prinsip hendaklah dipahami sebagai suatu kaidah bahwa seseorang tidak dapat dibatasi hak-nya untuk mengakses harta kekayaannya sendiri.
Artikel ini mendeskripsikan bahwa Tiga Gerakan Moral (Gerakan Kembali ke Kebun, Gerakan Hidup Hemat dan Gerakan Desa Aman) yang dicanangkan oleh Pemerintah<br />Daerah bersama komponen-komponen masyarakat adat di Kabupaten Sumba Tengah merupakan hukum adat. Tiga Gerakan Moral sebagai hukum adat didasarkan pada pemenuhan unsur-unsur hukum adat yaitu adanya kaidah, masyarakat, sanksi, dan penegak sanksi. Selain itu, artikel ini juga memberikan argumentasi bahwa Tiga<br />Gerakan Moral sejatinya bertujuan mencapai atau mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat Sumba Tengah. Hal ini disebabkan karena melalui Tiga Gerakan Moral,<br />Pemerintah bersama masyarakat bermaksud menyelesaikan persoalan mendasar yang ada yaitu kecenderungan mengabaikan penggarapan lahan kebun, kecenderungan<br />menafsirkan nilai budaya secara kurang tepat sehingga bermuara pada gaya hidup hedonistik, serta gangguan keamanan yang masih cukup tinggi.<br /><br /><em>This article argues that the Three Moral Movements (Back to Field Movement, the Safe Village Movement and the Frugal Lifestyle Movement) launched by the local government and prominent figures of traditional community in Central Sumba Regency meets the qualification of customary law. The categorization of the Three Moral Movements as customary law is based on the fact that the movements consist of customary norms, have been implemented among the traditional community members, and equipped with sanctions as well as the law enforcement elements. Additionally, this article also argues that the Three Moral Movements aims to achieve prosperity for the people of Central Sumba. This is because through the Three Moral Movements, the Government along with the community intends to resolve the existing fundamental problems, which are the tendency of ignoring the cultivation of idle fields, the tendency to mistakenly interpret cultural values that leads to a hedonistic lifestyle, as well as significant security issues.</em>
Seiring dengan perkembangan teknologi, tindakan cover lagu banyak dilakukan oleh pengguna sosial media. Pada dasarnya cover lagu merupakan kegiatan mempertunjukan versi lain dari lagu oleh pihak selain pencipta atau pemegang Hak Cipta. Terhadap hal ini muncul pertanyaan, apakah tindakan cover lagu ini merupakan pelanggaran Hak Cipta. Disisi lain terdapat konsep fair use dalam Hak Cipta yang perlu diungkapkan khususnya terkait cover lagu. Lebih lanjut juga dipertanyakan apakah prinsip fair use tersebut dapat diaplikasikan pada tindakan cover lagu. Penelitian ini hendak mempertahankan argumen bahwa cover lagu di media sosial tidak melanggar Hak Cipta sepanjang memenuhi prisip fair use yang terdapat dalam Pasal 43 huruf d Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yaitu bersifat tidak komersial, menguntungkan pencipta, dan pencipta tidak keberatan atas kegiatan cover lagu di media social. Artikel ini merupakan penelitian hukum yang menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan teoritik, dan pendekatan perbandingan. Konsisten dengan thesis yang dipertahankan, artikel ini menyimpulkan bahwa cover lagu berpotensi melanggar Hak Cipta; prinsip fair use merupakan pembatasan dalam kepemilikian Hak Cipta; Pasal 43 huruf d dapat diaplikasikan untuk tindakan cover lagu, sehingga tindakan cover lagu di media sosial dapat dibenarkan berdasarkan prinsip fair use.
This research includes first, to study juridical understanding related to the concept of "three-dimensional form" found in industrial brand and design; second, to analyze whether the three-dimensional form in the industrial brand and design overlapped; and third, to provide prescription for the three-dimensional overlapping arrangement. This research is a normative legal research using a legislative approach, a case approach, and a conceptual approach. From the results of this research, it can be concluded that the first, three-dimensional form is potential to get protection in two different IPR regimes, namely brand and industrial design. Second, these conditions then lead to overlapping arrangements in the brand regime and industrial design regime. Although both brand and industrial design protect the three-dimensional form, the object of protection is different. This is due to the basis of the protection of each regime (the brand emphasizes differentiation, while industrial design emphasizes the new aesthetic impression). Third, the condition is given a suggestion to provide a boundary between the three-dimensional brand and industrial design, as seen from several aspects: general forms, forms that should not be listed, public perception, distinctiveness due to use and expansion of the rejection space for the signs to be made as a brand.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.