Ikan asap yang banyak dipasarkan di Indonesia kebanyakan merupakan hasil pengasapan langsung dari pembakaran kayu, tempurung atau sabut kelapa. Cara pengasapan ini banyak kekurangannya diantaranya kurang efektif dalam penggunaan asap, menyebabkan polusi udara, dan kurang praktis. Untuk memperbaiki cara pengasapan ini sekaligus untuk meningkatkan kualitas ikan asap, telah dilakukan penelitian mengenai penggunaan asap cair untuk pengolahan ikan asap. Asap cair yang digunakan berasal dari pembakaran campuran batang singkong dan tempurung kelapa, sedangkan ikan yang digunakan adalah ikan tongkol (Euthynnus affinis). Percobaan pengasapan dilakukan dengan variasi konsentrasi asap cair 0,5; 1,0; 1,5; 2,0% dengan lama perendaman 30 dan 60 menit. Hasilnya menunjukkan bahwa asap cair dengan konsentrasi 2% dan lama perendaman 30 menit menghasilkan ikan tongkol asap dengan mutu terbaik yaitu paling disukai konsumen dengan nilai organoleptik paling tinggi serta tidak ditemukan adanya senyawa benzo(a)piren.
Abstract.One of health problems phenomenon in Indonesian and the world is increasing the degenerative disease because human's bad habits of eating that having less fiber. Source of fiber which is relatively abundant in eastern Indonesia is seaweed that is very precise to fortified on local food that aims to be more nutritious and economically valuable. The purpose of this study is to got appropriate seaweed fortification technique to produce Seaweed Crispy Enbal (SCE) as typical food from Kei islands that rich in fiber and preferred by consumers. The research was done in two stages. The first stage is to analyze quality of fiber and HCN content of seaweed and enbal flour as SCE raw material, and the two-stage is fortified fiber to enbal lempeng using two types of raw materials, namely pulp seaweed and flour seaweed. The results showed that the fiber content of seaweed Eucheuma cottonii and flour enbal respectively 7.01% and 4%, while HCN content less than 3 mg/kg. Fortification techniques using pulp seaweed better than others. It is because pulp seaweed produces seaweed crispy enbal with high value of sensory (really like) with having fiber content is 7.48%.
Fish bones as industrial waste, restaurants and households are generally underutilized, whereas the calcium and mineral content is quite good. Research on the utilization of pelagic and demersal fish bone waste has been done and aims to produce high calcium fish bone meal and to know the quality characteristics of fish bone meal produced by boiling frequency as treatment. The pelagic fish that used are tuna (Euthynus affinis), while demersal fish is represented by snapper (Lutjanus sp.). Deproteinase method which is used in fish calcium extraction. The parameters which measured include calcium, phosphorus, water, ash, protein, fat, white, and yield, and organoleptic tests. The results show that fish bone meal of snapper fish is better than tuna fish bone meal because it contains higher calcium and phosphorus ie 29.42% and 13.36%, with water content of 8.40%, protein 0.96% bb, and fat 4.45% bb. For physical parameter that is yield, fish bone meal of snapper is still higher that is each 28%. So that, the value of organoleptic fish bone meal of snapper that is 7.85 is still higher than fish bone meal which is 6.71. Keywords : pelagic, demersal, fish bone, calcium, rendemen.
Produk tradisional khas dari Kepulauan Riau salah satunya adalah ikan tongkol asap. Produk tersebut tersebar di beberapa kota dan kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau. Beberapa daerah yang terkenal memproduksi ikan tongkol asap secara tradisional adalah Kabupaten Natuna, Kabupaten Bintan dan Kota Tanjungpinang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik produk ikan tongkol asap berdasarkan bahan baku jenis ikan yang digunakan, komposisi kimia serta penilaian organoleptiknya. Penelitian dilakukan secara deskriptif dengan mengambil sampel produk ikan tongkol asap dari beberapa pengusaha di Pulau Bintan (Bintan dan Tanjungpinang) dan Pulau Bunguran (Natuna). Tahapan penelitian dilakukan dengan cara mengidentifikasi bahan baku ikan yang digunakan untuk produk ikan tongkol asap, analisis morfometrik, analisis organoleptik/sensori, serta analisis proksimat produk. Pada penelitian ini didapatkan bahwa bahan baku yang digunakan untuk ikan asap adalah jenis ikan Thunnus tonggol, Auxis thazard, Euthynnus affinis dan Katsuwonus pelamis. Secara morfometrik ikan yang digunakan adalah dengan panjang 43,50-46,25 cm dan bobot 1,25-1,85 kg. Pada analisis sensori dengan parameter kenampakan, aroma, rasa dan tekstur, keseluruhan produk yang berasal dari tiga daerah tersebut tidak berbeda nyata. Berdasarkan analisis proksimat, setiap produk ikan asap memiliki nilai tersendiri dari setiap daerah dengan nilai protein kasar berkisar antara 34,04-45,28%. Hasil analisis sensori dan proksimat yang dilakukan diketahui masih sesuai dengan SNI 2723:2013, kecuali pada kadar air jenis ikan asap Euthynus affinis dari Kota Tanjungpinang dan ikan asap Thunnus tonggol dari Kabupaten Bintan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.