Abstract In Indonesia, schistosomiasis is caused by Schistosoma japonicum with Oncomelania hupensis lindoensis as the intermediate host. Schistosomiasis can infect humans and all species of mammals. In order to achieve schistosomiasis elimination by 2020, schistosomiasis control including environmental management, has been carried out by multi-sectors. A cross-sectional study was conducted in 2018 to evaluate multi-sectoral schistosomiasis control programs. Data were collected by in-depth interviews with stakeholders, stool survey, snail survey, field observation, and document reviews. About 53.6% of control programs targeted in the schistosomiasis control roadmap were not achieved. Moreover, there was no significant difference between the number of foci area prior to the control programs and that of after the control programs completed in 2018. In addition, the prevalence of schistosomiasis in the humans was 0-5.1% and in mammals was in the range of 0 to 10%. In order to overcome the problems, establishment of a policy concerning schistosomiasis as a priority program beyond the Ministry of Health is needed. Innovative health promotion with interactive media is also needed to be applied. Nonetheless, the schistosomiasis work teams need to be more active to collaborate with other sectors and the Agency of Regional Development of Central Sulawesi Province as the leading sector. Keywords: schistosomiasis, control program, multi-sector, evaluation Abstrak Schistosomiasis di Indonesia disebabkan oleh cacing trematoda jenis Schistosoma japonicum dengan hospes perantara keong Oncomelania hupensis lindoensis. Schistosomiasis selain menginfeksi manusia, juga menginfeksi semua jenis mamalia. Untuk mencapai eliminasi schistosomiasis pada tahun 2020 dilakukan pengendalian schistosomiasis oleh lintas sektor termasuk di dalamnya pelaksanaan manajemen lingkungan. Upaya pencapaian eliminasi schistosomiasis dilakukan terutama dengan manajemen lingkungan yang direncanakan bersama oleh lintas sektor. Penelitian cross sectional dilakukan untuk mengevaluasi pelaksanaan program pengendalian schistosomiasis oleh lintas sektor dan implementasi pengendalian schistosomiasis terpadu untuk eliminasi schistosomiasis. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam stakeholder, review dokumen, survei keong, observasi lapangan, dan survei tinja. Hasil penelitian menunjukkan 53,6% kegiatan yang direncanakan dalam roadmap tidak terlaksana tahun 2018. Perbandingan jumlah fokus yang ditemukan pada akhir tahun 2018 tidak jauh berbeda dengan sebelum kegiatan pengendalian. Prevalensi schistosomiasis pada manusia tahun 2018 berkisar 0-5,1%. Prevalensi schistosomiasis pada hewan berkisar 0-10%. Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi perlu adanya rekomendasi kebijakan schistosomiasis sebagai kegiatan prioritas di kementerian di luar kesehatan sehingga memungkinkan perencanaan kegiatan yang lebih terarah oleh lintas sektor. Selain itu perlu dilakukan promosi kesehatan yang lebih inovatif dengan menggunakan media yang lebih menarik dan interaktif. Peranan aktif kelompok kerja tim pengendalian schistosomiasis perlu ditingkatkan dengan Bappeda sebagai leading sector. Kata kunci: schistosomiasis, pengendalian, lintas sektor, evaluasi
Schistosomiasis in Indonesia only found in Napu and Bada Highlands, Poso district and Lindu Highlandsin Sigi district, Central Sulawesi Province. Schistosomiasis in Indonesia caused by Schistosoma japonicumand Oncomelania hupensis lindoensis is the intermediate snail host. The mapping of snail foci areas in2017 showed that there was a significant change in the spread of the snail's foci. This paper aimed todescribe the density and infection rate of S. japonicum cercariae in the snail host in the endemic areasof schistosomiasis in Central Sulawesi Province. The mean O.hupensis lindoensis snail density in Napuranged from 0.9 to 6.6/m2, with mean rates of cercariae infections ranging from 0.4% to 21.4%. The snaildensity average in Lindu ranging from 3/m2 to 69,1/m2, with 4.4%-72.9% of cercariae infections. In badathe snail density ranged from 0.1 to 4.9/m2, with mean rates of cercariae infections ranging from 0% to14.9%. Bivariate analysis showed there was no correlation between snail density and cercariae infectionrate with schistosomiasis case (p value> 0.05).Keywords : Schistosomiasis, density, infection rate, Oncomelania hupensis lindoensis, Central Sulawesi AbstrakSchistosomiasis di Indonesia hanya ditemukan di Propinsi Sulawesi Tengah, yaitu Dataran Tinggi Napudan Dataran Tinggi Bada, Kabupaten Poso serta Dataran Tinggi Lindu, Kabupaten Sigi. Schistosomiasisdi Indonesia disebabkan oleh Schistosoma japonicum dengan hospes perantara keong Oncomelaniahupensis lindoensis. Pemetaan daerah fokus pada tahun 2017 menunjukkan bahwa terdapat perubahanyang signifikan dalam penyebaran fokus keong. Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan kepadatandan infection rate serkaria S.japonicum pada keong perantara schistosomiasis di wilayah endemisschistosomiasis di Provinsi Sulawesi Tengah. Rerata kepadatan keong O.hupensis lindoensis di Napuberkisar dari 0,9 – 6,6/m2, dengan rerata tingkat infeksi serkaria berkisar antara 0,4% sampai 21,4%, diLindu kepadatan keong berkisar antara 3/m2 sampai 69,1/m2, dengan tingkat infeksi serkaria 4,4%¬72,9%,dan di Bada kepadatan keong berkisar antara 0,1 – 4,9/m2, dengan rerata tingkat infeksi serkaria berkisarantara 0 % sampai 14,9%. Analisis bivariat menunjukkan tidak ada korelasi antara kepadatan keong dantingkat infeksi serkaria dengan jumlah kasus schistosomiasis nilai p value > 0.05.Kata kunci: Schistosomiasis, kepadatan, tingkat infeksi, Oncomelania hupensis lindoensis, SulawesiTengah
Abstract Diare he a is a condition of abnormal defecation that is more than three times a day with a runny concentration of stool with or without blood or mucus due to an inflammatory process in the stomach or intestine. Indonesia is one of the developing countries with a high incidence of diarrhea seen from the morbidity and mortality rate, and can attack all ages, including toddlers, children, adults and even the elderly. Health problems in the elderly are generally caused by a decrease in the functioning of the body’s organs, so that the body’s activity and metabolism automatically decrease which is followed by a decrease in energy and decreased digestive capacity which generally begins at the age of 50 years. Data analysis was conducted to determine the relationship between drinking water supply and hygienic behavior with the incidence of diarrhea in elderly (adults over 54 years) using logistic regression. The samples analyzed were 138,515 elderly from the 2013 Basic Health Research data. The results of the analysis showed that there was a correlation between hygienic behavior with the incidence of diarrhea in elderly in Indonesia (p value < 0,05) and the most dominant variable was hand washing behavior after defecation. Improving clean and healthy behavior especially in elderly group needs to be improved as a prevention measure for the occurrence of diarrheal in the elderly in Indonesia. Abstrak Diare merupakan suatu kondisi buang air besar tidak normal yang lebih dari tiga kali sehari dengan konsentrasi tinja yang encer dengan atau tanpa disertai darah atau lendir akibat dari proses inflamasi pada lambung atau usus. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan angka kejadian diare masih tinggi dilihat dari angka morbiditas dan mortalitas, serta dapat menyerang semua usia baik balita, anak, dewasa bahkan lansia. Masalah kesehatan pada lansia secara umum disebabkan karena menurunnya fungsi organ tubuh, sehingga aktivitas dan metabolisme tubuh otomatis menurun yang diikuti dengan menurunya energi dan kapasitas pencernaan menurun yang umum dimulai usia 50 tahun. Analisis data telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara penyediaan air minum dan perilaku higienis dengan kejadian diare pada lanjut usia (dewasa dengan usia lebih dari 54 tahun) dengan regresi logistik. Sampel yang dianalisis sebanyak 138.515 orang dewasa dari data Riskesdas 2013. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan distribusi variabel dan analisis regresi logistik untuk mengetahui hubungan antara variabel yang diteliti. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara perilaku higienis dengan kejadian diare pada kelompok lanjut usia di Indonesia (p value < 0,05) dan yang paling dominan adalah perilaku cuci tangan setelah buang air besar (BAB). Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) khususnya pada kelompok usia lanjut perlu ditingkatkan sebagai tindakan pencegahan terjadinya diare pada lansia di Indonesia.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.