Background and Aim:Many avian species are considered sexually monomorphic. In monomorphic bird species, especially in young birds, sex is difficult to identify based on an analysis of their external morphology. Accurate sex identification is essential for avian captive breeding and evolutionary studies. Methods with varying degrees of invasiveness such as vent sexing, laparoscopic surgery, steroid sexing, and chromosome inspection (karyotyping) are used for sex identification in monomorphic birds. This study aimed to assess the utility of a non-invasive molecular marker for gender identification in a variety of captive monomorphic birds, as a strategy for conservation.Materials and Methods:DNA was isolated from feather samples from 52 individuals representing 16 species of 11 families indigenous to both Indonesia and elsewhere. We amplified the chromodomain helicase DNA-binding (CHD) gene using polymerase chain reaction with MP, NP, and PF primers to amplify introns with lengths that differ between the CHD-W and the CHD-Z genes, allowing sex discrimination because the W chromosome is exclusively present in females.Results:Molecular bird sexing confirmed 33 females and 19 males with 100% accuracy. We used sequencing followed by alignment on one protected bird species (Probosciger aterrimus).Conclusion:Sex identification may be accomplished noninvasively in birds, because males only have Z sex chromosomes, whereas females have both Z and W chromosomes. Consequently, the presence of a W-unique DNA sequence identifies an individual as female. Sexing of birds is vital for scientific research, and to increase the success rate of conservation breeding programs.
The study was aimed to determine the response of Vanda douglas orchid on shootmultiplication media to different cytokinin concentrations in vitro.A completely randomized design experiment was employed with one factor cytokinin, in which the cytokinins used were TDZ (thidiazuron), ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon anggrek Vanda douglas terhadap media perbanyakan tunas pada beberapa konsentrasi jenis sitokinin secara in vitro. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor, yaitu sitokinin. Sitokinin yang digunakan adalah TDZ (thidiazuron), BAP (6-Benzylaminopurine) dan kinetin, dengan konsentrasi 0, 0,5, 1, dan 1,5 mg/L. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kinetin 0,5 mg/L menunjukkan hasil terbaik pada peubah waktu pembentukan tunas, dengan ratarata 14,88 hari setelah tanam. Sedangkan konsentrasi TDZ 0,5 mg/L merupakan jenis sitokinin dan konsentrasi terbaik terhadap pertambahan tinggi tanaman, dengan rata-rata 0,53 cm. TDZ dengan konsentrasi 0,5 mg/L juga berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tunas dan daun, dengan menghasilkan jumlah tunas tertinggi dan jumlah daun terbanyak. Rata-rata jumlah tunas adalah 8,00 tunas, dan rata-rata jumlah daun adalah 12,25 helai.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifitas layanan konseling kelompok SFBT dalam mengurangi perilaku cyber bullying peserta didik kelas VIII-7 di SMPN-3 Palangka Raya. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 35 orang peserta didik. Jumlah sampel penelitian terdiri dari 8 orang peserta didik. Pengambilan sampel ditentukan dengan teknik Purposive Sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan skala perilaku cyber bullying. Metode yang digunakan adalah pre-eksperimen, teknik pengumpulan data menggunakan rumus Paired-Sample T Test atau lebih dikenal dengan Pre-Post Design adalah analisis dengan melibatkan dua pengukuran pada subjek yang sama terhadap suatu pengaruh atau perlakuan tertentu. Hasil uji Paired-Sample T Test, menunjukkan bahwa perilaku cyber bullying mengalami penurunan rata-rata awal 191.50 menjadi 115.50, dengan jumblah rata-rata penurunan sebesar 76. Artinya �Layanan Konseling Kelompok Solution Focused Brief Therapy (SFBT) dapat Menurunkan Perilaku Cyber Bullying pada Peserta Didik Kelas VIII-7 di SMPN-3 Palangka Raya Tahun Ajaran 2015/2016�. Hasil analisis menunjukan bahwa kedelapan peserta didik pada subjek penelitian mengalami penurunan tingkat perilaku cyber bullying sebelum dilakukan intervensi dan sesudah dilakukan intervensi.
The availability of high-quality seeds is now a necessity. This is due to a government program to replace oil palm trees in smallholder plantations with high quality seeds. An efficient protocol to produce a large number of embryos is needed. To increase the number of embryogenic callus production, the callus proliferation experiment was carried out through suspension culture. This study aimed to examine the proliferation ability of embryogenic callus from three different oil palm clones, in several repeated subcultures. Liquid MS media added with 1 ppm 2.4-D and 0.1 ppm NAA were used. Embryogenic callus was weighed by 0.1 - 0.2 g, transferred into the liquid media, shaking at 60-80 rpm and 27 ºC for 8 weeks without light. Continues subcultures were repeated up to 7 times. The results showed that the growth rate of embryogenic callus increased in the third and fourth subcultures and then decreased in subsequent subcultures. It also revealed that the entire embryogenic callus from the first subculture up to seventh subculture still has the ability to regenerate into new plants. These results indicate that oil palm embryogenic callus can be proliferated by suspension culture with a limit up to the fourth subculture. Ketersediaan benih kelapa sawit berkualitas saat ini merupakan kebutuhan karena adanya program pemerintah untuk menggantikan tanaman sawit di kebun-kebun petani. Salah satu cara vegetatif yang dapat dilakukan adalah meningkatkan jumlah kalus embriogenik yang dihasilkan melalui pengembangan kultur suspensi. Penelitian ini bertujuan mengkaji kemampuan proliferasi kalus embriogenik dari tiga klon kelapa sawit, pada beberapa kali subkultur yang berulang. Media cair MS dengan penambahan 1 ppm 2,4-D dan 0,1 ppm NAA digunakan untuk memperbanyak 0,1–0,2 g kalus embriogenik, dikocok pada 60-80 rpm dan suhu 27 ºC tanpa cahaya selama 8 minggu. Subkultur berulang dilakukan hingga 7 kali. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kemampuan proliferasi kalus dipengaruhi oleh genotip tanaman induk. Rata-rata kalus embriogenik dapat meningkat pada subkultur ke-3 dan ke-4 dan semakin menurun pada subkultur selanjutnya. Kalus embriogenik hasil proliferasi subkultur pertama hingga ke-7 dapat tumbuh menjadi calon tanaman baru. Hasil ini menunjukkan bahwa kalus embriogenik kelapa sawit dapat diperbanyak dengan kultur suspensi pada batas sampai subkultur ke-4.
Wilayah perbatasan memerlukan sebuah mekanisme pengelolaan yang terintegrasi dan berkesinambungan. Penelitian ini bertujuan merumuskan strategi dan model pembangunan yang sesuai dengan kondisi wilayah pada Kecamatan Perbatasan Negara di Provinsi Riau. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive di Kecamatan Rangsang Barat Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Analisis data yang digunakan deskriptif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : pembangunan pada kecamatan perbatasan yang memiliki wilayah pesisir seharusnya dilakukan dengan melalui suatu pendekatan pembangunan yang menjamin terpeliharanya keseimbangan ekologi dan pertumbuhan ekonomi, yang dilakukan secara berkelanjutan dan terpadu, dengan meletakkan masyarakat sebagai basis pembangunan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.