Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bakteri coliform dan non coliform pada saluran pernapasan sapi bali yang dipelihara di dataran rendah dan dataran tinggi. Sampel diambil pada sapi pedet, dara, dan dewasa sebanyak 36 sampel, kemudian ditumbuhkan pada media Salmonella Shigella Agar dengan metode sebar. Data jumlah koloni coliform dan non coliform dianalisis ragam dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah bakteri coliform pada sapi bali di dataran tinggi sebanyak 1287,96 Colony Forming Unit/g dan di dataran rendah sebanyak 643,9798 CFU/g dan bakteri non coliform pada dataran tinggi sebanyak 162,2464 CFU/g dan di dataran rendah sebanyak 81,12321 CFU/g. Bakteri coliform dan non coliform yang diperoleh di dataran tinggi menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan bakteri yang diperoleh di dataran rendah.
Telah dilakukan penelitian jumlah isolat bakteri Klebsiella sp. pada sapi bali ditinjau dari tingkat kedewasaan dan lokasi pemeliharaannya, serta pola kepekaannya terhadap antibiotika ampisilin, sulfametoksasol dan oksitetrasiklin. Sebanyak 120 usapan hidung sapi bali yang terdiri dari sapi pedet, dara, dan dewasa yang dipelihara pada dataran tinggi dan rendah digunakan sebagai sampel dalam penelitian. Sampel usapan hidung yang didapat dilakukan isolasi dan identifikasi, kemudian dilanjutkan dengan uji kepekaan. Ditemukan bakteri Klebsiella Sp. pada sapi pedet berjumlah sembilan isolat (45%), sapi dara enam isolat (30%), dan sapi dewasa lima isolat (25%). Pada dataran rendah ditemukan 13 (65%) isolat dan dataran tinggi berjumlah tujuh isolat (35%). Pada uji kepekaan didapatkan hasil antibiotika ampisilin semua isolat sensitif (100%). Sulfametoksasol resisten empat isolat (20%), intermediate dua isolat (10%), dan sensitif 14 isolat (70%). Oksitetrasiklin isolat yang resisten berjumlah tujuh isolat (35%), intermediate dua isolat (10%), dan sensitif 11 isolat (55%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan tingkat kedewasaan dan lokasi pemeliharaan sapi bali dapat mempengaruhi perbedaan sebaran bakteri Klebsiella sp.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian asam butirat terhadap peningkatan berat badan ayam pedaging. Penelitian menggunakan 60 ekor ayam pedaging umur 1 hari dan dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan yaitu A kelompok perlakuan tanpa asam butirat (kontrol), B kelompok perlakuan dengan pemberian asam butirat dosis 0,5 kg/ton pakan dan C kelompok perlakuan dengan asam butirat dosis 1 kg/ton pakan. Variabel yang diukur adalah berat badan ayam pedaging. Pada uji jarak berganda Duncan didapatkan hasil terhadap peningkatan berat badan ayam pedaging yang berbeda-beda antara kelompok ayam kontrol dengan kelompok ayam yang diberikan perlakuan dengan dosis asam butirat 0,5 kg/ton pakan dan 1 kg/ton pakan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian kombinasi asam butirat dalam pakan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap peningkatan berat badan ayam pedaging.
Upaya biosecurity pada peternakan ayam seperti menggunakan antiseptik perlu dilakukan modifikasi agar tujuan menekan bakteri yang ada dikandang tersebut menjadi efektif. Tujuan Penelitan ini adalah mencari metode alternatif untuk sterilisasi dan desinfeksi kandang ayam pedaging dan mengetahui jumlah dan jenis cemaran bakteri di dalam kandang ayam pedaging. Pada penelitian ini digunakan dua kandang pada kandang pertama setelah dicuci terlebih dahulu dengan detergent dan diberikan desinfektan Povidon Iodine. Pada kandang kedua setelah dicuci dengan detergent kemudian lantai kandang dipanaskan dan dinding kandang didesinfeksi. Kemudian diletakkan media blood agar dilantai kandang dan dibuka selama 1 jam. Kemudian diperiksa di laboratorium untuk melihat jumlah dan jenis bakteri yang tumbuh. Semua sampel diuji dengan T-Test. Hasil penelitian menunjukkan desinfeksi dengan desinfektan menunjukkan hasil lebih banyak koloni yang tumbuh (206 koloni, dengan rata-rata 29.85 koloni) daripada kandang yang menggunakan metode pemanasan dengan kompor (182 koloni, dengan rata-rata 26 koloni). Hasilnya tidak memiliki perbedaan signifikan antara perlakuan sterilisasi dengan perlakuan desinfeksi. Metode sterilisasi kandang dengan pemanasan dengan menggunakan kompor sedikit lebih efektif daripada desinfeksi dengan menggunakan desinfektan dilihat dari jumlah koloni bakteri yang tumbuh, walaupun selisih kedua metode tersebut sangat sedikit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah total bakteri yang diisolasi dari feses ayam petelur pada berbagai periode pemeliharaan. Sampel yang digunakan adalah feses ayam petelur sehat dengan total keseluruhan 24 sampel menggunakan metode tuang. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh diuji dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Hasil penelitian menunjukkan jumlah total bakteri pada ayam petelur fase starter sebanyak 52,83x107 CFU/ml, ayam petelur fase grower sebanyak 208,50x107 CFU/ml, ayam petelur fase developer sebanyak 409,5x107 CFU/ml, dan ayam petelur fase layer sebanyak 208x107 CFU/ml. Dapat disimpulkan pada setiap tingkatan fase umur jumlah total bakteri pada feses ayam petelur berbeda nyata.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.