Abstract. The collaborative process is a key element of the communicative-based planning. This process requires participations, equality of power, as well as adequate competence of the actors who engage the process. This condition seems difficult to occur in the societies, especially those in developing countries, in which people's participation, equality of power, and competence are considered low (uncollaborative society). The purpose of this paper is to explore whether the collaborative process can occur or not in the context of such societies. The empirical investigation was conducted by using the qualitative research methods with a case study approach to sidewalk vendors arrangement planning at Banjarsari, Surakarta City. It shows that the planning involves the collaborative process stages and authentic dialogue, which are the key aspects of collaborative process Keywords: collaboration, planning, sidewalk vendors Abstrak.Proses kolaboratif merupakan unsur utama dari perencanaan berbasis komunikasi. Proses kolaboratif memerlukan partisipasi, kesetaraan kekuasaan, serta kompetensi yang memadai dari para pemangku kepentingan. Kondisi ini terlihat sulit terjadi pada masyarakat yang cenderung memiliki tingkat partisipasi, kesetaraan kekuasaan, dan kompetensi rendah (masyarakat nonkolaboratif ), suatu kondisi masyarakat yang masih terjadi terutama di negara-negara berkembang. Tujuan artikel ini adalah untuk melihat secara mendalam apakah proses kolaboratif dapat terjadi pada konteks masyarakat demikian. Hal ini dilihat melalui penelitian empiris dengan kasus perencanaan penataan pedagang kaki lima Banjarsari di Kota Surakarta, dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian memerlihatkan bahwa pada perencanaan tersebut terdapat tahapan-tahapan proses kolaboratif dan dialog otentik yang merupakan aspek utama dalam proses kolaboratif. Kata kunci: kolaboratif, perencanaan, pedagang kaki lima PendahuluanDalam tataran praktik, pentingnya ruang kolaborasi dalam pembangunan dihadapi oleh permasalahan pedagang kaki lima (PKL) dalam kaitannya dengan penataan ruang kota. Selama ini PKL menduduki ruang publik dan mengakibatkan kekumuhan dan kemacetan lalu lintas. Dalam menyelesaikan masalah tersebut, seringkali terjadi keributan antara pemerintah dan PKL. Pemerintah melakukannya dengan alasan penataan kota, s em enta ra PKL m eras a hak m erek a untuk berpenghasilan dirampas begitu saja. Mereka menganggap pemerintah hanya mengusir tanpa memikirkan nasib mereka. Dengan demikian, dalam menyelesaikan masalah ini, diperlukan keterlibatan intensif kedua belah pihak, yaitu pemerintah dan PKL. Kedua belah pihak perlu duduk bersama.Kasus tersebut merupakan sala h satu co nt oh ya ng m eme rl ihat kan bahwa pros es pembangunan saat ini tidak lagi hanya menjadi dominasi pemerintah. Kritik bahwa pembangunan hanya menjadi kepenti ngan pihak terte ntu, m eny adark an pe me rint ah a k an pe rl uny a komunikasi dan tindakan bersama dengan para pemangku kepentingan. Hal ini menimbulkan munculnya pemikiran collaborative governance ...
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.