Today, Pulmonary Tuberculosis still remains a notable health concern in Indonesia. Pulmonary Tuberculosis (called TB) is a disease of ancientness who determined by numerous factors. These factors are relating to host, including age, sex, race, socioeconomic, lifestyle, marital status, work, heredity, nutrition and immunity. This study aimed to fi nd out on infl uence factors pulmonary tuberculosis occurrence of 15 years old or above in Indonesia, according to the Tuberculosis Prevalence Survey Data Year 2013-2014. A Cross-Sectional study design. The Number of Samples aged 15 years or above was 67,944. We had performed analysis from secondary data of Tuberculosis Prevalence Survey Year 2013-2014 using Univariate, Bivariate, and Multivariate Logistic Regression analysis. Multivariate analysis showed that participants who had been: diagnosed with TB by a health professional [OR = 6.06 (95% CI; 4.69–7.83)], aged 35-54 years [OR = 1.22 (CI95%; 0 , 96 - 1.5)], aged 55 years + [OR = 1.73 (CI95%; 1.32-2.27)], male [OR = 2.07 (CI95%; 1.60-2 , 69)], Urban areas [OR = 1.48 (CI95%; 1.21-1.80)], Eastern Indonesia Region [OR = 1.59 (CI95%; 1.26-2.02)], Sumatera Region [OR = 1.68 (CI95%; 1.32-2.12)], education level < Junior High School [OR = 1.48 (CI95%; 1.19-1.83)], diagnosed with DM by a physician [OR = 1.44 (95% CI; 0.92-2.25)], lived with TB patient [OR = 1.84 (CI95%; 1.27-2.65)], smoking [OR = 1.25 (CI95%; 098-1.60)]. Furthermore, the fi nal model shows that all independent variables are factors infl uencing TB cases that occurred in Indonesia (p <0.05). These variables are a group of age, sex, regional classifi cation, areas, education level, had been diagnosed with DM by a physician, had been diagnosed with TB by a health professional, and had been lived with TB sufferer. The most dominant factor infl uencing TB occurrence of 15 years or above had been diagnosed with TB. Thus, it concluded that the participant had a risk of 6.06 times the occurrence of TB compared to the participant who had never been diagnosed with TB by a health professional. Abstrak Saat ini tuberkulosis masih menjadi masalah utama kesehatan di Indonesia. Penyakit TB dipengaruhi oleh beberapa faktor pejamu. Adapun faktor yang berkaitan dengan pejamu antara lain usia, jenis kelamin, ras, sosial ekonomi, kebiasaan hidup, status perkawinan, pekerjaan, keturunan, nutrisi, dan imunitas. Studi ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Tuberkulosis pada umur 15 tahun ke atas di Indonesia berdasarkan data SPTB 2013-2014. Disain studi potong lintang. Jumlah sampel yang berumur 15 tahun ke atas adalah 67.944. Analisis data dengan univariat, bivariate, dan multivariat regresi logistik. Analisis Multivariat menunjukkan bahwa partisipan yang pernah di diagnosis TB oleh tenaga kesehatan [OR= 6,06 (CI 95%; 4,69–7,83)], umur 35-54 tahun [OR=1,22 (CI95%;0,96 – 1,5)], umur 55 tahun+ [OR= 1,73 (CI95%; 1,32-2,27)], laki-laki [OR= 2,07 (CI95%; 1,60-2,69)], Perkotaan [OR=1,48 (CI95%; 1,21-1,80)], Kawasan Timur Indonesia [OR= 1,59 (CI95%; 1,26-2,02)], Kawasan Sumatera [OR=1,68 (CI95%; 1,32-2,12)], Pendidikan < SMP [OR=1,48 (CI95%; 1,19-1,83)], pernah di diagnosis DM oleh dokter [OR=1,44 (CI95%; 0,92-2,25)]. Pernah tinggal dengan penderita TB [OR=1,84 (CI95%; 1,27-2,65)], Merokok [OR=1,25 (CI95%; 098-1,60)]. Pada model akhir terlihat bahwa seluruh variabel independen merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian TB di Indonesia (p<0,05) adalah kelompok umur, jenis kelamin, klasifi kasi daerah, kawasan, pendidikan, pernah di diagnosis DM oleh dokter, pernah di diagnosis TB oleh tenaga kesehatan, dan pernah tinggal dengan penderita TB. Faktor yang paling dominan mempengaruhi terjadinya TB pada usia 15 tahun ke atas adalah pernah di diagnosa TB oleh tenaga kesehatan. Partisipan yang pernah di diagnosa TB oleh tenaga kesehatan berisiko 6,06 kali untuk terjadinya TB dibandingkan orang yang belum pernah di diagnosa TB oleh tenaga kesehatan.
Jumlah warga dan jumlah iuran yang banyak harus dikelola dengan sistematis sehingga setiap transaksi bisa terdata dengan baik serta mudah diakses. Jumlah warga yang banyakdikelompokkan dengan istilah Rukun Tetangga (RT). Setiap RT akan dikepala oleh seorang kepala RT. Kepala RT harus memiliki sebuah sistem yang jelas dalam mendata warga dan iuran yang dikelola sehingga mampu memberikan pertanggungjawaban yang jelas kepada warga itu sendiri. Rukun Tetangga (RT) merupakan tingkat pemerintahan yang paling bawah dalam struktur pemerintahan. Kompleks Harmoni Park memiliki warga sebanyak 240 KK (kepala keluarga). Selain itu Kompleks Harmoni Park memiliki unit pengolahan air mandiri karena PDAM belum sampai pada kompleks tersebut. Dalam mengelola air, Kompleks Harmoni Park memiliki mesin khusus dan tim khusus untuk merawat mesin tersebut. Selama masa pengolahan air mandiri tersebut, maka biaya pemakaian, biaya, biaya perawatan dan biaya operasional tim dibebankan kepada penghuni kompleks. Peendataan warga dan pengelolaan iuran masih dilakukan secara konvensional atau manual sehingga pendataan warga dan pengelolaan iuran warga mempunyai banyak kekurangan seperti kesalahan pencatatan, proses pencarian data yang lama maupun dalam proses pembuatan laporan. Masalah ini menjadi dasar dibutuhkan suatu sistem pengarsipan yang baik serta aplikasi yang dapat membantu para pengurus RT setempat. Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode observasi dan wawancara ntuk menunjang perancangan aplikasi pendataan warga dan biaya operasional komplek perumahan Harmoni Park. Adapun alat yang digunakan dalam pemodelan sistem informasi adalah Zachman Framework.. Tujuan dari perancangan aplikasi pendataan warga dan biaya operasional adalah untuk menghasilkan sebuah sistem informasi pengelolaan data warga dan biaya operasional yang lebih cepat, efektif, efisien dan transparan pada Komplek Perumahan Harmoni Park.
The aims of this study is to determine the effect of giving Trichoderma Compost on the growth and production of Brachiaria humidicola grass on peatlands and to determine the dosage of Trichoderma compost which gives the best results for the growth and production of Brachiaria humidicola grass on peatlands. This research was conducted in Tanjung Taruna Village, Jabiren Raya District, Pulang Pisau Regency, from September to November 2018. This study was designed using a Completely Randomized Design (CRD) with a single treatment of various doses of compost (K), k0 = without compost, k1 = 20 tons ha-1, k2 = 30 tons ha-1 and k3 = 40 tons ha-1. The results of this study showed that giving compost had an effect on the plant height of Brahiaria humidicola grass 6 week after planting and 8 week after planting as well as crop production and 30 ton ha-1 compost giving the best production of Brahiaria humidicola on peat land.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.