Abstrak Secara yuridis, adanya asas hukum Equality Before The Law, merupakan asas hukum yang tertuang dalam Konstitusi. Sebagaimana disebutkan di Undang-Undang Dasar 1945, asas ini berarti setiap orang mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum dan keadilan. Pengenjawanatah dari asas ini juga tersurat dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumption Of Innocence). Yang berarti setiap orang harus dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan hakim yang bersifat tetap. Beberapa faktor penyebab terjadinya disparitas pidana, di antaranya tidak adanya pengawasan terhadap kekuasaan penegak hukum dalam menjalankan fungsainya. Terutama dalam pelaksanaan peradilan pidana. Di samping itu, terdapat perbedaan penafsiran terutama bagi penegak hukum (dalam hal ini hakim) ketika menerapkan sanksi pidana yang sama untuk tindak pidana yang sama. Perbedaan penafsiran itu, terlihat dalam perkaraperkara tindak pidana terorisme, atau dalam menangani kasus-kasus kerusuhan yang berindikasi SARA. Menawarkan pendekatan viktimologi untuk meminimalisir disparitas pidana, adalah salah satu wujud tanggung jawab negara melindungi hak asasi mansuia. Pendekatan viktimologi ini, terutama dalam tindak pidana terorisme maupun kasus yang berindikasi SARA, seringkali korban yaitu masyakat luas, tidak mendapat perhatian yang serius dari negara. Negara melalui undangundang, (terkait dalam pembahasan ini yaitu Undang-undang Tindak Pidana Terorisme), lebih menitikberatkan pada perlindungan hukum kepada tersangka/terdakwa tindak pidana tersebut. Sementara korban akibat terjadinya tindak pidana terorisme, belum sepeunuhnya mendapat perhatian negara. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, maupun peristiwa Bom Bali I dan Bom Bali II adalah fakta bahwa negara belum memperhatikan nasib korban akibat tindak pidana ini. Kata kunci: viktimologi, disparitas, pidana A. PendahuluanSecara yuridis, adanya asas hukum Equality Before The Law, merupakan asas hukum yang tertuang dalam Konstitusi. Sebagaimana disebutkan di Undang-Undang Dasar 1945, asas ini berarti setiap orang mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum dan keadilan. Pengenjawanatah dari asas ini juga tersurat dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) melalui asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), yang berarti setiap orang harus dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan hakim yang bersifat tetap.Sisi lain secara sosiologi, seringkali ada ungkapan rasa kecewa dari para pencari keadilan, terutama yang dikeluhkan oleh terpidana dalam kasus-kasus tindak pidana. Entah dalam kasus tindak pidana umum, maupun dalam kasus tindak pidana khusus. Adanya upaya hukum biasa yaitu banding, kasasi maupun upaya hukum luar biasa adalah salah satu upaya yang ditempuh untuk mendapatkan keadilan substantif tersebut. Fakta menunjukkan kekecewaan dari para pencari keadilan terhadap putusan hakim, sebut saja misalnya perusakan dan pembakaran terhadap kantor pengadilan. Bahkan ada upaya penganiayaan atau pembunuhan terhadap hakim.Sementara dari asp...
PENDAHULUANDi dalam kehidupan orang sebagai subjek hukum selalu memiliki tujuan akhir. Tujuan akhir dapat berupa eksistensi untuk mencapai apa yang diinginkan dalam hidupnya atau untuk menegasikan diri dari subjek hukum lainnya. Pemahaman demikian merupakan hal yang sulit dicerna apabila dikaitkan dengan makna keluarga. Pemberian makna atas keluarga adalah salah satu cara mencapai tujuan akhir karena dalam penelitian ini hal yang dibahas adalah pemenuhan hak perkawinan dimana salah satunya dengan keluarga.Argumen demikian apabila dikorelasikan dengan Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) yang termaktub bahwa "Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah" dan Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU No. 1-1974) bahwa "Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa" maka tidak dapat terbantahkan dengan keinginan sepihak. Secara komunal, negara menginginkan subjek hukumnya melakukan perkawinan dengan harapan untuk memenuhi negaranya.
AbstrakSecara normatif dalam Pasal 28A UUD NRI Tahun 1945 bahwa "setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya" dan Pasal 28H ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menentukan "Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan". Lebih lanjut lagi dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 39-1999 bahwa "Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah" dan "Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan". Pemaknaan dua pasal tersebut apabila dikaitka dengan PPY 2007 maka akan menimbulkan pemrasalahan hukum yaitu bagaimana pemenuhan hak perkawinan LGBT di Provinsi Jawa Timur menurut PPY 2007 dan jalan keluar rasional untuk mengatasinya. Berdasarkan hasil penelitian maka pemenuhan hak perkawinan bukanlah teleologi ds karena dengan ada perlakuan tidak diskriminatif saja merupakan kemajuan dalam masyarakat. Perlakuan tidak diskriminatif dapat berupa tidak ada persekusi terhadap LGBT atau waria, penerimaan di tempat kerja hingga tersedianya sarana untuk melakukan hiburan. Saran yang diperoleh yaitu agar Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Kantor Wilayah Jawa Timur memberikan pemahaman atas hak LGBT melalui pertemuan ilmiah atau seminar ilmiah.
The Human Immunodeficiency Virus Acquired Immune Deficiency Syndrome HIV-AIDS is a deadly virus that infects in the human reproductive system due to unhealthy sexual intercourse. The formulation on this research is the regulations on access of health and social care for women who have HIV -AIDS and from the aspect of human rights and also the implementation of a ban on discrimination against people with HIV-AIDS, especially in the health sector. HIV / AIDS itself has national and international safeguards as outlined in the form of laws and regulations, or international conventions related to access to health for people with HIV / AIDS. The method used in this research is data collection methods and empirical normative. The results of research that it can be concluded that the position of people with HIV / AIDS who are human beings who have the right should have the protection of human rights, real health service guarantees from the government, access to proper health and the feasibility of getting work and life that should be the right of HIV / AIDS, not just a series of regulatory writings without real action.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.