Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia khususnya di Kalimantan menjadi ancaman bagi pembangunan berkelanjutan karena efeknya secara langsung bagi ekosistem, berkontribusi pada peningkatan emisi karbon dan berdampak pada keanekaragaman hayati. Karhutla dipengaruhi oleh faktor alami dan faktor antropogenik oleh aktivitas manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pengaruh faktor alami dan antropogenik secara terpisah terhadap luas kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan. Pengaruh faktor alami dan antropogenik terhadap luas karhutla dianalisis dari data luaran model CMIP5 dengan teknik statistik Random Forests. Penelitian menggunakan data iklim dan data indeks karhutla. Data iklim terdiri dari variabel kelembaban relatif permukaan, suhu udara permukaan, dan curah hujan yang diperoleh dari luaran model MRI-CGCM3 CMIP5. Data indeks karhutla di Kalimantan diperoleh dari data Global Fire Emissions Database (GFED). Hasil analisis pada periode data tahun 1997 sampai dengan 2005 memperlihatkan karhutla terluas di Kalimantan terjadi pada tahun 1997 dan 2002. Variasi musiman historis luas karhutla di Kalimantan menunjukkan peningkatan pada bulan Juni, mencapai puncaknya pada bulan September dan mulai berkurang pada bulan November. Pada bulan Juni hingga Juli, faktor antropogenik bernilai positif yang berarti mengurangi kejadian kebakaran, sedangkan pada bulan Agustus hingga Oktober faktor antropogenik bernilai negatif, menyebabkan lebih banyak peristiwa karhutla.
Indian Ocean Dipole (IOD) and El Niño-southern oscillation (ENSO) are coupled ocean – atmosphere variability in the Indo – Pacific Oceans that play important roles to the Indonesian rainfall variability. This study is focused on the influence of the positive IOD in 2012 and El Niño in 2015 on the rainfall in Indonesia using satellite-derived precipitation data. Sea surface temperature (SST), rainfall and wind components, are analyzed to evaluate the detailed evaluation of those events. The results show that, in 2012, the positive IOD develops in July - October and reaches its peak in September. During the positive IOD in 2012, there is a negative SST anomaly in the eastern Indian Ocean (western Sumatra). This causes a shift in the warm water pool to the western Indian Ocean. This shifted warm pool is accompanied by a shift in the convective region, leading to deareased rainfall in the western Sumatra. Mean while, in 2015, El-Niño started to develop from July to November. Negative anomalies of rainfall in the transition period II and the east monsoon season are in line with the SST elevation in the eastern and central Pacific Ocean. So that the eastern and central of the Pacific Ocean become to center of low pressure which causes the air in the eastern Pacific Ocean to upward (convection) which will form a clouds that contain water, so that the eastern and central of the Pacific Ocean will experience an increase in the amount of rainfall while in the western of the Pacific Ocean or the eastern of Indonesia will experience a rainfall deficit.
Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) merupakan sebuah bencana lokal dan nasional tahunan yang ada di Indonesia. Kebakaran hutan dan lahan secara garis besar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu terjadi karena alami (Natural forcing) dan/atau aktivitas manusia (Anthropogenic forcing). Aktivitas manusia tersebut melepaskan sejumlah besar karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), metana (CH4), oksidanitrat, nitrogen dioksida (NOx) dan partikulat yang bertindak sebagai sumber pemanasan rumah kaca yang telah dipantau oleh satelit beberapa tahun terakhir. Penelitian ini mengkaji luas karhutla dalam beberapa dekade terakhir akibat pengaruh faktor antropogenik di Kalimantan menggunakan dua jenis kelompok data yang akan dianalisa yaitu data tanpa dan dengan komponen antropogenik. Analisa dilakukan dengan memanfaatkan data luaran CMIP5. Studi ini menggunakan pendekatan statistik teknik Random Forests (RF) untuk mengevaluasi kontribusi faktor iklim dan antropogenik terhadap luas karhutla di daerah Kalimantan. Kondisi umum luas karhutla berdasarkan data observasi yang diperoleh dari data GFED. Dua luas tertinggi yang terjadi di Kalimantan selama periode 1997 hingga 2005 terjadi pada tahun 1997 dan 2002 Menurut ketiga model pada tahun 1997 dan 2002 terlihat bahwa faktor antropogenik memberikan pengaruh lebih dominan terhadap luas karhutla di Kalimantan. Pada tahun 1997 dan 2002 luas karhutla akibat pengaruh antropogenik bernilai positif (menyebabkan luas karhutla meningkat).
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.