Karakteristik batubara dari dua wilayah prospek batubara di Sumatera dievaluasi dengan menggunakan metode kimia dan petrografi batubara. Penelitian terfokus pada evaluasi peringkat (tingkat pembatubaraan di daerah penelitian), tipe (komposisi material organik dan lingkungan pengendapan batubara) serta grade (kandungan material inorganik yang bisa berpengaruh terhadap proses utilisasi) batubara. Lapangan X memiliki lapisan batubara yang merupakan bagian dari Formasi Muaraenim dan Kasai Cekungan Sumatera Selatan sedangkan batubara pada lapangan Y merupakan bagian dari Formasi Petani Cekungan Sumatera Tengah. Sebanyak enam conto batubara dari lapangan X dan 8 conto dari lapangan Y digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua lapangan memiliki batubara dengan karakteristik yang berbeda. Walaupun batubara di kedua daerah termasuk dalam kategori lignit, nilai rata-rata reflektansi huminit batubara Lapangan Y sedikit lebih tinggi dari lapangan X. Hal ini mengindikasikan bahwa batubara lapangan Y mengalami pengaruh peningkatan termperatur dan pembebanan yang lebih tinggi dari lapangan X. Berdasarkan hasil analisis komposisi maseral, batubara lapangan X dapat dibedakan ke dalam 3 fasies: fasies 1 (huminit >90%, kandungan inertinit dan liptinit <10%), fasies II (huminit 80% s.d. 90%, inertinite 10% s.d. 15%, dan liptinit 10%) serta fasies III (huminit 75% s.d. 85%, inertinit 15% s.d. 20% dan liptinit <10%). Sementara batubara lapangan Y lebih homogen dan dapat digolongkan ke dalam satu fasies (huminit >90% dan liptinit serta inertinite <10%). Hasil plot Gelification index (GI) dan Tissue preservation index (TPI) menunjukkan bahwa batubara lapangan X diendapkan pada lingkungan limnic-marsh hingga limno telmatic sedangkan batubara lapangan Y pada lingkungan limnic hingga telmatic marsh. Banyaknya konkresi pirit pada batubara lapangan Y mengindikasikan bahwa batubara tersebut mendapat pengaruh laut yang lebih besar daripada batubara lapangan X Batubara di kedua lapangan dapat dianggap sebagai batubara grade tinggi atau batubara bersih karena memiliki kandungan sulfur (<10%) dan abu yang relatif rendah (<10%). Hanya satu conto (SJ2) yang memiliki kadar abu tinggi (>50%) menunjukkan bahwa conto tersebut bukan batubara. Sebagai kesimpulan, perbedaan karakteristik batubara lapangan X dan Y mendukung teori bahwa batubara dengan sejarah pengendapan yang berbeda akan menghasilkan karakteristik yang berbeda.
Sebanyak 20 sampel sedimen dari perairan Teluk Cenderawasih telah digunakan sebagai bahan studi foraminifera, yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana sebaran spasial dan struktur komunitas foraminifera di perairan Teluk Cenderawasih. Hasil penelitian menunjukkan komposisi foraminifera planktonik yang terdiri dari 7 Genus dan 13 Spesies sedangkan foraminifera bentonik terdiri dari 57 Genus dan 87 Spesies. Foraminifera planktonik yang paling umum ditemukan karena muncul di seluruh sampel adalah genus Globigerinoides, terutama G. trilobus dan G. ruber. Sedangkan foraminifera bentonik didominasi oleh subordo Rotaliina, dan yang paling banyak ditemukan adalah genus Cibicidiodes dan Lenticulina. Keanekaragaman foraminifera planktonik dan bentonik termasuk dalam kategori tinggi dengan kisaran antara 0.82 – 0.90 (planktonik) dan 0.79 – 0.95 (bentonik). Kemerataan foraminifera planktonik dan bentonik juga termasuk dalam kategori tinggi dengan kisaran antara 0.83 – 0.99 (planktonik) dan 0.82–0.99 (bentonik). Sedangkan untuk dominasi foraminifera planktonik dan bentonik berada dalam kategori rendah dengan kisaran 0.10 – 0.18 (planktonik) dan 0.05 – 0.21 (bentonik). Hal ini menunjukkan bahwa Teluk Cendrawasih meskipun merupakan perairan yang semi tertutup, namun kondisinya masih sangat bagus bagi perkembangan foraminiferaKata Kunci : foraminifera, distribusi spasial, struktur komunitas, dan Teluk Cenderawasih A total of 20 marine sediment samples from Cenderawasih Bay waters have been used for foraminiferal study, . The purpose to describe the spatial distribution and structure of the foraminifera community in the waters of Cenderawasih Bay. The results indicate that marine sediments are composed of 7 genera and 13 species of planktonic foraminifera, and 57 genera and 87 species belong to benthic foraminifera. The most common planktonic foraminifera is Globigerinoides which is found in all location, particularly G. trilobus and G. ruber. Furthermore, benthonic foraminifera is dominated by subordo Rotaliina, particularly genera Cibicidoides and Lenticulina as the most common genera. Diversity of both Planktonic and benthonic foraminifera are categorized as high, the values are between 0.82 and 0.90, and between 0.79 and 0.95 respectively. Planktonic and benthonic foraminiferal evenness are also high with range value between 0.83 and 0.99 (planktonic), and between 0.82 and 0.99 (benthonic). In contrast, dominance of both foraminiferal type are low, between 0.10 and 0.18 for planktonic, and between 0.05 and 0.21 (benthonic).This indicates that despite a semi–enclosed bay, Cendrawasih Bay is still considered as a good environment for foraminiferal community. Keywords: foraminifera, spatial distribution, community structure, and Cenderawasih Bay.
Bayah is located in Lebak Regency, Banten Province. This location is chosen due to its abundant mollusk fossils which exposed along the outcrops. The aim of this research is to determine depositional environmental changes using mollusk fossil assemblages. Data obtained from a measured stratigraphic section of Cimanceuri Formation. It is dominated by very fine-fine sandstones with claystone intercalation. A total thickness of measured stratigraphic section is 4.2 meters. There are at least seventeen mollusk associations (bottom-top) consisting of 1) Ringicula arctatoides - Olivella tomlini were obtained. 2) Ringicula arctatoides - Marginella (Cryptospira) ventricosa sangiranensis. 3) Olivella tomlini, 4) Ringicula arctatoides - Olivella tomlini, 5) Ringicula arctatoides, 6) Turritella (Turritella) bantamensis - Scapharca (Scapharca) gedinganensis, 7) Polinices aurantius - Marginella (Cryptospira) ventricosa sangiranensis, 8) Scapharca (Scapharca) gedinganensis, 9) Scapharca (Scapharca) multiformis - Timoclea bataviana, 10) Turritella (Turritella) bantamensis tjicumpaiensis - Ringicula arctatoides, 11) Turritella (Turritella) bantamensis - Ringicula arctatoides, 12) Turritella (Turritella) bantamensis tjicumpaiensis - Turritella (Turritella) bantamensis, 13) Turritella (Turritella) bantamensis tjicumpaiensis - Ringicula arctatoides, 14) Turritella (Turritella) bantamensis - Architectonica sp., 15) Turritella (Turritella) bantamensis tjicumpaiensis, 16) Turritella (Turritella) bantamensis – Turritella (Turritella) bantamensis tjicumpaiensis, and 17) Turritella (Turritella) bantamensis. The condition with the most stable ecosystem is the association of Turritella (Turritella) bantamensis tjicumpaiensis - Turritella (Turritella) bantamensis (Association 12). At least there are seven depositional environmental changes that occur in this research area with two shallowing – deepening cycles : 1) open shallow marine, 2) subtidal – open shallow marine, 3) open shallow marine, 4) open shallow marine – subtidal, 5) subtidal, 6) subtidal – open shallow marine, and 7) open shallow marine.
Bencana longsor merupakan salah satu bencana yang paling umum terjadi di Indonesia terutama dalam waktu musim hujan. Sebagai salah satu langkah mitigasi bencana demi mengurangi resiko dampak bencana longsor, dilakukan kegiatan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan bencana longsor pada masyarakat. Objek dari kegiatan sosialisasi ini merupakan anak-anak berusia dini di Sekolah Dasar Negeri 2 Hambalang, dengan sepengawasan guru-guru yang sedang bertugas. Indikator keberhasilan Dalam proses pembelajaran, diadakan dua kali uji pengetahuan, bencana sebelum dan setelah proses pemberian materi ajar dilakukan. Nilai uji tersebut yang didapat kemudian dibandingkan dan digunakan sebagai parameter dari keberhasilan pembelajaran. Didapatkan peningkatan nilai rata-rata sebesar 23.12% dan peningkatan murid yang lolos ujian sebesar 22.53%. Berdasarkan perbandingan hasil uji, dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan pengetahuan murid yang diuji setelah kegiatan pembelajaran selesai dilakukan. Diharapkan dengan berhasilnya kegiatan sosialisasi tersebut dapat berkontribusi dalam mengurangi resiko bencana longsor di daerah Hambalang. Keywords: landslide; disaster mitigation; social work
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.