LATAR BELAKANGAngka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi, yaitu sebesar 305 per 100.000 kelahiran pada tahun 2015 dan merupakan nomor dua tertinggi di Asia. Untuk itu, pemerintah berupaya melakukan perbaikan, salah satunya dengan Safe Motherhood, salah satu komponennya adalah asuhan antanatal. Departemen Kesehatan mencanangkan minimal 4 kali pemeriksaan selama masa kehamilan, sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua dan dua kali pada trimester terakhir. Dengan asuhan antenatal yang baik, diharapkan ibu sehat melalui masa kehamilan dan persalinannya, sehingga AKI dapat diturunkan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan berbagai faktor internal dan eksternal dengan keteraturan pemeriksaan antenatal. METODEPenelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah ibu hamil sehat yang memeriksakan kehamilan di Puskesmas Kebon Jeruk dan Puskesmas Tambora, tanpa penyulit kehamilan. Sampel diambil secara consecutive non random sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dan kemudian dianalisis dengan uji Chi square menggunakan program SPSS for Mac versi 20.0. HASILDidapatkan total 121 sampel, dan dari faktor internal didapatkan kelompok terbanyak usia 20-35 tahun (75,2%), paritas < 2 orang (74,4%), memiliki pengetahuan kurang (63,6%) dan sikap negatif (57,9%). Untuk faktor eksternal didapatkan kelompok terbanyak dengan penghasilan di atas UMR (54,5%), waktu tempuh ke Puskesmas < 30 menit (57,9%), tidak bekerja (63,6%), dan mendapat dukungan suami (62%). Didapatkan hubungan yang bermakna antara faktor internal paritas (p=0,033), pengetahuan (p=0,000) dan sikap (p= 0,000) serta faktor eksternal penghasilan (p=0,000), waktu tempuh (p=0,015) dan dukungan suami (p= 0,000) dengan keteraturan melakukan kunjungan perawatan antenatal. KESIMPULANTerdapat hubungan antara faktor internal (paritas, sikap dan pengetahuan) dan faktor eksternal (penghasilan, waktu tempuh dan dukungan suami) dengan keteraturan pemeriksaan antenatal.
BACKGROUND <br />Menopause is a condition in which the menstrual periods have stopped for the last 12 months due to cessation of ovarial functions causing estrogen hormones to decrease. Various studies find that many factors affect cognitive function at post-menopausal age among others the decrease in estrogens, age at menopause, duration of menopause, and education. However, the effects have been subject to controversy. The aim of this study was to determine the relationship of age, age at menopause, estradiol level, and education with cognitive function among healthy post-menopausal women. <br /><br />METHODS <br />A cross-sectional study was conducted involving 31 post-menopausal women between 50 to 75 years old. Data on age, age at menopause, and education were collected using a questionnaire. The estradiol levels were measured using an electrochemiluminescent immunoassay (ECLIA). The Indonesian version of the Montreal Cognitive Assessment (MoCA INA) was used to assess the cognitive function. Multiple linear regression was used to analyze the data. A p<0.05 was considered statistically significant.<br /><br />RESULTS <br />Age (b=-0.086; 95% C.I.=-0.263-0.090; p=324) and estradiol levels (b=0.106; 95% C.I.=-0.018 -0.230; p=0.092) were not significantly associated with cognitive function. However, education (b=1.537; 95% C.I.=0.176-2.898; p=0.028) and age at menopause (b=0.364;0.056-0.671; p=0.022) were significantly associated with cognitive function. Age at menopause was the most influential factor of cognitive function (Beta=0.402) compared to education (Beta=0.394).<br /><br />CONCLUSION <br />Later age at menopause could increase cognitive function in post-menopausal women. Our findings are that modifiable factors that delay age at menopause should receive attention, in order to promote cognitive function. <br /><br />Keywords: Age at menopause, estrogens, cognitive function, post-menopausal women
Latar belakang : Dismenore adalah kondisi nyeri perut yang terjadi pada saat haid, dan banyak terjadi khususnya pada remaja. Faktor pencetusnya adalah adanya kontraksi otot uterus yang berlebihan akibat dilepaskannya prostaglandin. Kunyit asam merupakan suatu ramuan yang telah lama digunakan untuk mengurangi nyeri saat haid. Ramuan ini mengandung berbagai senyawa aktif yang memiliki efek anti inflamasi, antioksidan dan analgetika yang diketahui dapat menghambat produksi prostaglandin dengan cara menghambat aktivitas enzim COX-2. Metode : Penelitian ini dilakukan dengan metode potong lintang pada 108 pelajar putri SMP Yayasan Indocement - Bogor. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner FFQ untuk mengetahui frekuensi dan durasi konsumsi kunyit asam, dan NRS untuk menentukan skala nyeri pada dismenore. Hasil : data menunjukkan bahwa usia menarche tidak berhubungan dengan kejadian dismenore, sedangkan frekuensi dan durasi konsumsi kunyit asam berhubungan dengan kejadian dismenore Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan antara usia menarche dengan kejadian dismenore (p=0.348). terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi dan durasi konsumsi kunyit asam dengan kejadian dismenore (p=0.016 dan 0.007) Kata kunci : dismenore, usia menarche, kunyit asam, frekuensi, durasi
LATAR BELAKANGPreeklampsia merupakan penyakit hipertensi dalam kehamilan yang menjadi masalah terburuk dalam bidang obstetrik. Sepuluh persen dari seluruh kehamilan mengalami preeklampsia, dan menjadi salah satu penyebab utama kesakitan/kematian. Diperkirakan setiap tahun terjadi 50-60 ribu kematian akibat preeklampsia di seluruh dunia. Magnesium sulfat dipakai sebagai obat terpilih untuk preeklampsia, dan diberikan dengan mengikuti protokol Pritchard atau Zuspan. Efek magnesium berguna dalam mencegah komplikasi lebih lanjut dari preeklampsia, namun intoksikasi magnesium dapat menyebabkan depresi pernafasan sampai kematian. Penelitian dilakukan untuk membandingkan kadar magnesium serum pada rute pemberian yang berbeda dan membandingkannya dengan kadar terapeutiknya. METODEPenelitian ini merupakan uji klinik secara acak pada 70 penderita preeklampsia yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama mendapat protokol Zuspan (intra vena=IV) dan kelompok kedua dengan protokol Pritchard (intra muskuler=IM). Kriteria inklusinya adalah semua penderita dengan preeklampsia/eklampsia, semua usia dan paritas, kehamilan tunggal dan hidup, bersedia mengikuti penelitian. Kriteria eksklusinya adalah komplikasi perdarahan antepartum atau penyakit kronis, misalnya diabetes mellitus (DM) dan atau gangguan fungsi ginjal, dan memiliki kontraindikasi untuk terapi magnesium. Uji independent sample t test digunakan untuk analisis data dengan tingkat kemaknaan p<0.05. HASILRerata kadar magnesium kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan (p>0.05) kecuali pada menit ke 10 (p=0.005). Kelompok IM menunjukkam rerata lebih tinggi daripada kelompok IV, tetapi masih berada dalam kadar terapeutik. KESIMPULANDosis magnesium yang lebih tinggi pada protokol Pritchard (IM) menyebabkan kadar dalam serum yang lebih tinggi dibanding kelompok IV, namun aman karena masih berada dalam kadar terapeutik.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.