Agenda Pilihan Kepala Daerah telah menjadi wujud nyata dari perwujudan kedaulatan rakyat di Indonesia yang dilaksanakan secara demokratis sesuai amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penelitian ini bertujuan mengkaji berbagai pandangan dalam memaknai maksud dari sistem dan mekanisme pengisian jabatan Kepala Daerah secara demokratis berdasarkan Pancasila sebagai dasar filosofis negara, terutama sila keempat. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif melalui pendekatan peraturan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan sejarah (Historical Approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia pernah melaksanakan sistem Pilkada secara langsung dan tidak langsung, serta ditemukan pula adanya bentuk koherensi dari pemaknaan Demokrasi Pancasila. Sistem Pilkada di Indonesia yang dapat dimaknai secara filosofis maupun harfiah dengan maksud yang berbeda. Pancasila merupakan ideologi terbuka, yang penerjemahannya ke dalam tujuan-tujuan dan norma-norma sosial politik selalu dapat dipertanyakan dan disesuaikan dengan nilai-nilai dan prinsip moral yang berkembang di masyarakat.
Indonesia merupakan negara kesatuan yang kekuasaannya dibagi ke daerah-daerah melalui pemberian otonomi daerah atau pemberian wewenang kepada daerah-daerah untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri melalui desentralisasi atau melalui dekonsentrasi. Yogyakarta dalam hal ini merupakan suatu daerah yang memiliki kekhususan dalam penyelenggaraan otonomi daerahnya. Sistem pertanahan keraton Yogyakarta merupakan salah satu keistimewaan yang terdapat dalam peraturan daerah Yogyakarta. Sistem pertanahan nasional dengan sistem pertanahan adat pada Daerah Istimewa Yogyakarta ini adalah merupakan sebuah sistem yang tidak dapat di persamakan. Metode penelitian bersifat yuridis normatif, dimana data yang diperoleh dianalisa secara kualitatif. Pemberian kewenangan dalam otonomi khusus yang diberikan kepada D.I.Y memiliki arti penting sejarah asal usul yang tidak dapat dipisahkan dari adat istiadatnya.
Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi sering kali terjadi mengalami berbagai permasalahan. Salah satunya Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang memperluas frasa ’pekerjaan lain’ pada Pasal 182 huruf l Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Perbedaan pendapat mengenai penafsiran pemberlakuan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para pihak. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis implementasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 menurut sistem hukum di Indonesia. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Hasil penelitian menunjukaan bahwa tidak adanya sinergi antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018. Namun Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 atau penafsiran dari Mahkamah Konstitusi yang harus dijadikan pedoman dan dilaksanakan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.