In today's rapid technological developments, many people are involved in the world of electronic entertainment and one of them is being a content creator on Youtube. However, in practice there are still many people who use other people's copyrighted works for their video content without having the approval or license of the related parties. This research focuses on circulating literature sources and the result is that every activity that uses the copyrighted work of others must have permission from the creator and/or copyright holder in accordance with Law Number 28 of 2014, besides that Youtube itself has regulated the Copyright Matching Tool. or plagiarism checking tools owned by Youtube.
The process of accommodation of Islamic law into the National Criminal Law. The process of accommodation of Islamic law into the national criminal law, actually has been running since the days of the empire, the Dutch colonial era, the era of independence, the days of the old order, up to the current reform era. But its existence continues to be fought by most Muslims in Indonesia, including in the field of criminal law. It is based on the assumption that with the enforcement of the Islamic penal code, the crime that is increasingly spread in the midst of society can gradually be reduced. Accommodation of the Islamic criminal law in the reform era has entered a new era that, with the implementation of caning in Aceh. It is inseparable from the role of politicalparties / member of the House of Representatives. Therefore, need to carefully look at the stage where ideas and materials of Islamic criminal law began to be accommodated into the "Draft Criminal Code" to be formed, because the bill which will be transformed into law in force and binding, after it was enacted. Abstrak: Proses Akomodasi Hukum Islam ke Dalam Hukum Pidan Nasional. Proses akomodasi hukum Islam kedalam hukum pidana nasional, sebenarnya telah berjalan sejak jaman kesultanan, jaman kolonial Belanda, jaman kemerdekaan, jaman orde lama, sampai dengan jaman reformasi saat ini. Namun eksistensinya terus diperjuangkan oleh sebagian umat Islam Indonesia, termasuk dalam bidang hukum pidana. Hal ini didasari oleh anggapan bahwa dengan diberlakukannya hukum pidana Islam, maka tindak pidana yang semakin hari semakin merebak di tengah-tengah masyarakat sedikit demi sedikit dapat terkurangi. Pengakomodasian hukum pidana Islam pada era reformasi telah memasuki era baru yaitu, dengan diterapkannya hukuman cambuk di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hal ini tidak terlepas dari peran partai politik/anggota DPR RI. Karenanya, perlu disimak pada tahapan mana ide dan materi hukum pidana Islam mulai terakomodasi ke dalam “RUU KUHP” yangakan dibentuk, karena RUU tersebut yang akan menjelma menjadi undangundang yang berlaku dan mengikat setelah disahkan. DOI: 10.15408/jch.v2i1.1846
Gender Mainstreaming is an action originated from feminism movement closely related to society changes that involves regulation changes, social, economy, politics, and culture. Study about gender issue with all kind of topic that related to religion, especially in Islam, is always catchy to be discussed. In this case, Abdul Karim Zaidan as Islamic jurist in his work “Al-Mufassol Fi Ahkam Al-Mar’ah wa Bayt Al-Muslim” discusses about a life of a woman as a family member as well as a part of society, he carries out academic problem to create an outcome that concern with changing of times, with the aim of reintroducing comprehensively to Moslem women and all Moslems about Islamic Law on women and Islamic household as taught in Islam, and clearly explaining about the rules of life of Moslem women and Moslem family.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan yang diberikan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, yang dikenal dengan Bank BRI terhadap nasabahnya dari tindakan kejahatan phishing. Penelitian ini menjelaskan dasar dari adanya tanggung jawab bank untuk melindungi nasabahnya dari tindakan phishing, berbagai regulasi mengenai perlindungan nasabah dari tindakan phishing di Indonesia, dan bagaimana implementasi Bank BRI dalam melindungi nasabahnya dari tindakan phishing, baik secara preventif dan represif. Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan menggunakan pendekatan konsep (conceptual approach) yang digunakan untuk mengetahui bentuk perlindungan yang ideal terhadap nasabah bank dari tindakan phishing. Penelitian ini membuktikan bahwa upaya perlindungan terhadap nasabah di Bank BRI dari tindakan phishing dapat terwujud jika nasabah sadar akan hak dan kewajibannya, kemudian Bank BRI lebih aktif dalam memberikan edukasi kepada nasabahnya. Upaya yang dilakukan bank BRI dalam melindungi nasabah nya dari tindakan phishing secara preventing adalah memberikan edukasi, menerapkan manajemen risiko, serta memperkuat sistem teknologi informasinya. Sedangkan dalam bentuk represif adalah menerima pengaduan dalam menyelesaikan pengaduan tersebut dalam kurun waktu sebagaimana tercantum dalam undang-undang. Apabila terbukti tindakan phishing karena kesalahan BRI, maka nasabah berhak memperoleh pertanggung jawaban berupa pengembalian uang.Kata Kunci : E-Banking, Phishing, Perlindungan Hukum
Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah ketidaktepatan penjatuhan pidana oleh Hakim kepada pelaku dalam kasus pencurian dengan pemberatan pada Putusan Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Dmk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor yang melatarbelakangi terjadinya pencurian dengan pemberatan dan pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku dalam Putusan Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Dmk. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang melatarbelakangi terjadinya tindak pidana pencurian dengan pemberatan dalam putusan Nomor 143/Pid.B/2015/PN.Dmk oleh AD sebagai pelaku turut serta melakukan pencurian dengan pemberatan yaitu disebabkan oleh faktor ekonomi karena ia merupakan tulang punggung keluarga dan harus memenuhi kebutuhan hidup baik untuk dirinya maupun keluarganya. Kemudian, oleh karena semua unsur dalam dakwaan primair telah terpenuhi, Hakim menjatuhkan pidana kepada pelaku dengan dakwaan kesatu yaitu pelaku melanggar Pasal 363 Ayat (1) Ke-3, Ke-4, dan Ke-5 KUHP. Hakim sudah tepat mengambil keputusan yaitu mengadili pelaku dengan tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan akan tetapi hukuman yang dijatuhkan oleh Hakim sangatlah minim dan lebih rendah dari apa yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum karena pelaku sebelum melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan baru saja keluar dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dengan kasus Penggelapan dalam Putusan Nomor 133/Pid.B/2014/PN.Pti dan sudah pernah dihukum. Maka dari itu, hukuman yang diberikan kepada pelaku tidaklah sebanding dengan apa yang dilakukannya dan sebaiknya Hakim juga mempertimbangkan dampak dan kerugian yang ditimbulkan bagi korban akibat perbuatan pelaku.AbstractThe main problem in this research is the inaccuracy of the sentence handed down by the judge to the perpetrator of the robbery case weighing Decision Number 143/Pid.B/ 2015/PN.Dmk. This study aims to see and analyze the factors underlying the weighted actions and judges' considerations in imposing crimes against the perpetrators of Decision Number 143/Pid.B/2015/PN.Dmk. The results showed that the factors behind the occurrence of criminal acts of theft with weighting in the decision Number 143/Pid.B/2015/PN.Dmk by AD as the perpetrator participated in committing theft with weight, namely due to economic factors because he was the backbone of the family and had to meet the necessities of life both for himself and his family. Then, because all the elements in the primair indictment had been fulfilled, the Judge sentenced the perpetrator to the first charge, namely the perpetrator violating Article 363 Paragraph (1) 3rd, 4th, and 5th of the Criminal Code. The judge has made the right decision, namely trying the perpetrator with a criminal act of theft in burdensome circumstances, but the sentence handed down by the Judge is very minimal and lower than what is demanded by the Public Prosecutor because the perpetrator before committing the crime of theft with weight has just left the Penitentiary (Lapas) with embezzlement cases in Decision Number 133/Pid.B/2014/PN.Pti and have already been convicted. Therefore, the sentence given to the perpetrator is not proportional to what he has done and the judge should also consider the impact and harm caused to the victim as a result of the perpetrator's actions.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.