Background: Serum Glial Fibrillary Acidic Protein (GFAP) is a great potential for biomarker that is widely studied as a diagnostic biomarker of acute stroke. Sampling within 6 hours after onset is the best time window, but in Indonesia, stroke patients often arrive late more than 6 hours. Objective: To identify the difference in time of blood sampling with serum GFAP levels within 24 hours onset of ischemic stroke (IS) patients and intracerebral hemorrhage (ICH) strokes. Methods: Cross-sectional analysis with purposive sampling, sampling in IS and ICH strokes that arrive at the ER within 24-hour on-site. The serum GFAP examination was performed with ELISA. Results: In this study, 41 acute stroke patients with 24-hour onset of each stroke were grouped into group 1 (<6 hours), group 2 (6-12 hours) and group 3 (12-24 hours). One Way ANOVA and Tukey's analysis showed no significant difference in GFAP levels among the three groups in both IS and ICH. Conclusion: There was no significant difference in GFAP levels in samples <6 hours, 6-12 hours, and 12-24 hours in ischemic strokes and ICH strokes.
Edema serebral secara komprehensif didefinisikan sebagai peningkatan patologis pada jumlah air otak keseluruhan yang mengarah ke peningkatan volume otak. Edema di otak dapat diklasifikasikan secara topografi menjadi fokal atau global. Sesuai penyebabnya dapat dikategorikan sebagai sitotoksik, vasogenik, interstisial, atau gabungan. Gejala edema serebral tidak spesifik dan berkaitan dengan efek sekunder massa, kompresi vaskular, dan herniasi. Klinis dan perubahan radiologis biasanya reversibel pada tahap awal selama penyebab yang mendasari dikoreksi. Edema cerebral perlu dibahas lebih khusus pada patofisiologi dan penatalaksanaan. Diharapkan dengan pemahaman patofisiologi serta penatalaksanaan yang cepat dan tepat akan mampu meningkatkan prognosa pasien dengan edema cerebral.
ABSTRAKPenyakit parkinson merupakan gangguan neurodegeneratif yang bersifat progesif yang mengenai gerakan atau kontrol terhadap gerakan. Penyakit ini sering terjadi pada individu berusia lebih dari 60 tahun.Etiologi penyakit parkinson diduga disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Karena harapan hidup secara keseluruhan meningkat, maka jumlah orang dengan penyakit parkinson akan meningkat di masa depan.Terapi dari penyakit parkinson dapat menggunakan dengan terapi farmakologi maupun terapi nonfarmakologi. Terapi farmakologi dapat menggunakan levodopa, monoamine oxidase-b inhibitor, dopamin agonis, antikolinergik dan amantadine, sedangkan terapi nonfarmakologi dapat menggunakan metode terapi stem sel. Stem sel merupakan sel induk yang mempunyai dua karakteristik penting yaitu mampu melakukan self-renewing melalui pembelahan sel serta dapat diinduksi menjadi sel dengan fungsi spesifik.Terapi stem sel pada penyakit parkinson bertujuan untuk mengganti sel dopaminergik yang rusak. Kata kunci: Parkinson, stem sel, neurodegeneratif ABSTRACTParkinson's disease is a neurodegenerative disorder that is progressive about the movement or control of movement. The disease often occurs in people over the age of 60 years. The etiology of Parkinson's disease caused by a combination of genetic and environmental factors. Because overall life expectancy increases, the number of people with Parkinson's disease will increase in the future. Treatment of Parkinson's disease can be used with pharmacological therapy and nonpharmacological therapy. Pharmacological therapy can use levodopa, monoamine oxidase-B inhibitors, dopamine agonists, anticholinergics and amantadine, while nonpharmacological therapies may use the method of stem cell therapy. Stem cells are master cells that have two important characteristics that can perform self-renewing through cell division and can be induced to become cells with specific functions. The aim of Stem cell therapy in Parkinson's disease to replace the damaged dopaminergic cells.
Propolis memiliki aktivitas antioksidan dan antiinflamasi yang kuat dengan menetralisir berbagai radikal bebas dalam tubuh seperti seperti ROS dan reactive nitrogen species (RNS) dan menurunkan ekspresi dari nitric oxide synthase (NOS) dan mencegah kerusakan DNA, sehingga propolis memiliki potensi sebagai alternatif terapi dalam menurunkan ekspresi iNOS dan menurunkan radikal bebas yang diukur melalui kadar MDA pada cedera otak traumatik. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian propolis dalam berbagai dosis pada ekspresi iNOS dan MDA di otak tikus Rattus norvegicus model traumatik. Sampel dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu: kontrol negatif, kontrol positif, kelompok model trauma dan diberi perlakuan propolis masing-masing dosis 50mg, 100mg, dan 200mg per kgBB/hari. Pada akhir penelitian, tikus dikorbankan dan dibuat preparat otak untuk menilai ekspresi iNOS dan kadar MDA. Berdasarkan hasil analisa statistik, didapatkan hubungan yang signifikan antara ekspresi iNOS dan kadar MDA otak tikus model traumatik dengan berbagai dosis propolis (secara berurutan, Kruskal Wallis p=0,001; ANOVA p=0,000 (p<0,05)). Penelitian ini membuktikan bahwa propolis berpengaruh dalam penurunan ekspresi iNOS dan kadar MDA di otak tikus model traumatik.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.