Penelitian ini bertujuan untuk memetakan motivasi individu dalam melakukan kegiatan kere-lawanan menggunakan pendekatan Indigenous Psychology. Responden penelitian terdiri atas 315 orang relawan di Indonesia. Pengambilan data menggunakan open-ended questionnaire. Hasil kategorisasi terhadap jawaban responden menunjukkan terdapat delapan kategori motivasi menjadi relawan, yakni nilai pribadi (32,2%), pengembangan diri (13,6%), kepedulian lingkungan (12,6%), minat kegiatan (11,6%), perasaan positif (9,7%), protektif (8,7%), hubung-an sosial (6,9%), dan religiositas (4,7%). Analisis data menemukan bahwa ada perbedaan yang signifikan intensi untuk menjadi relawan kembali berdasarkan jenis motivasinya. Implikasi hasil penelitian untuk pengelolaan relawan di masa depan akan dibahas dalam artikel ini.

Interfaith marriage can be called a meeting of inter-social identities specifically within the context of family. It is therefore an indispensable part of the process for every interfaith marriage couple to de-categorize and re-categorize and consolidate their social identity as a couple so that they can successfully define their new family values. The purpose of this study is to analyze how married couples of different faiths in Toraja harmonize their differences from the perspective of social identity. This study used an ethnographic approach with six informant actors from three interfaith families in Toraja. The results show that these married couples operationalize a dual-hierarchical identity model in an inter-family harmonization effort. Tongkonan identity is placed vertically as a collective identity, while the identity of religion as a person-based social identity is placed horizontally. Both of these have consequences for the emergence of a cross-categorized identity.

The widespread use of social media by Indonesians has both positive and negative impacts. In addition, to making it easier for us to find information and reading sources, the use of social media also leaves negative impacts such as hate speech behavior that occurs on social media. One of the things that are thought to be correlated with hate speech behavior is emotional maturity. The purpose of this study was to determine the relationship between emotional maturity and hate speech behavior on social media towards political issues in Indonesia. The method used in this research is correlational quantitative, and using purposive sampling to select the subjects. Subjects of research were 205 person. In measuring the emotional maturity of this study using a Likert scale and hate speech behavior using a vignette scale. Data were analyzed using by the person product moment analysis technique. The results were that there was a negative relationship between the two variables with a significance value of<0.001 and a correlation coefficient value of -0.313, which means that the higher the emotional maturity of a person, the lower the level of hate speech behavior will be, and vice versa.

Studi sebelumnya menemukan empat faktor pembentuk komitmen, yaitu religiusitas, organisasional, interpersonal, dan intrapersonal pada karyawan di amal usaha Muhammadiyah (AUM) bidang pendidikan. Namun ada beberapa keterbatasan pada penelitian tersebut, yakni (1) persoalan generalisasi hasil penelitian disebabkan tahap eksplorasi faktor secara bottom-up pada studi sebelumnya lebih banyak menggunakan pendekatan kualitatif, sehingga dinilai kurang robust secara metodologis; (2) belum mampu memposisikan derajat pengaruh pada setiap anteseden terhadap komitmen organisasi. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan studi lanjutan melalui pendekatan kuantitatif dengan jumlah sampel yang lebih besar dan beragam secara letak geografis. Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yang lebih kompleks dari penelitian sebelumya dalam pemetaan konsep komitmen organisasi di amal usaha Muhammadiyah bidang pendidikan, serta orientasi pelatihan dan peningkatan komitmen organisasi yang merujuk pada evidence based. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan/guru/dosen di amal usaha Muhammadiyah bidang pendidikan di seluruh Indonesia yang berjumlah 790 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gender, tingkat pendidikan, serta aspek psikologis (organisasional, religiusitas, interpersonal, dan intrapersonal) memberikan pengaruh terhadap komitmen organisasi pada pekerja di Amal Usaha Muhammadiyah bidang pendidikan. Adapun besaran kontribusi dari keseluruhan variabel tersebut adalah 16.9% terhadap komitmen organisasi.

Rendahnya komitmen bekerja dapat menyebabkan tingginya pelanggaran etika dan tingginya tingkat turnover di sebuah organisasi. Sayangnya, komitmen bekerja yang rendah merupakan suatu masalah umum yang diderita oleh banyak guru, dosen dan karyawan di berbagai institusi pendidikan swasta maupu negeri. Program pengabdian ini menawarkan suatu teknik untuk mengelola komitmen organisasi pada Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah 2 (SMP Inovasi) Kota Malang. Mitra dipilih karena memiliki kebutuhan terkait pengelolaan program sekolah ke depan dan memiliki infrastruktur yang memadai untuk mengadakan program pelatihan dengan efektif seperti ruangan-ruangan kelas dengan perangkat elektronik lengkap. Teknik pengelolaan komitmen yang akan diterapkan adalah teknik ROIN Forecasting. Berdasarkan hasil yang diperoleh, terdapat peningkatan pengetahuan yang signifikan pada peserta. Selain pengetahuan, peserta juga mampu memproduksi rencana program kerja baru organisasi yang menyasar aspek-aspek pada teori ROIN.