<p>Tujuan penelitian ini untuk menganalisis konsep hukum perkawinan dan model penyelesaian perselisihan perkawinan untuk menghindari perceraian perspektif hukum adat dan hukum Islam. Prinsip utama dilakukan perkawinan adalah untuk mewujudkan kebahagiaan selama-lamanya bukan sementara. Perselisihan rumah tangga yang tidak segera diselesaikan menjadi salah satu pemicu terjadinya perceraian. Akibat perceraian akan menimbulkan problematika terhadap anak, harta selama perkawinan, dan status salah satu bekas suami-istri menjadi janda atau duda. Artikel ini secara spesifik fokus menganalisis bagaimana konsep perkawinan dan model penyelesaian perselisihan perkawinan menurut hukum adat dan hukum Islam. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan <em>(statute approach) </em>dan pendekatan perbandingan <em>(comparative approach).</em> Hasil penelitian ini adalah (1) Hukum perkawinan adat berpedoman pada pandangan hidup masyarakat adat yang dicerminkan pada sistem kekeluargaan yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Sedangkan, pelaksanaan hukum perkawinan Islam berdasarkan sumber hukum Islam. Perkawinan dalam hukum adat dan hukum Islam dimaksudkan untuk mewujudkan keluarga yang bahagia dan kekal abadi. Setiap terjadi perselisihan perkawinan dianjurkan untuk segera diselesaikan supaya tidak mengganggu keharmonisan rumah tangga yang dapat mengakibatkan putusnya perkawinan. (2) Model penyelesaian perselisihan perkawinan dalam hukum adat dan hukum Islam diutamakan diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat. Mekanisme pelaksanaan musyawarah untuk damai dalam hukum adat dilakukan terlebih dahulu oleh para pihak yang berselisih dibantu keluarga. Apabila tidak berhasil dimintakan bantuan kepada tokoh adat dan kepala desa yang dianggap memilik kewenangan dan otoritas lebih dalam penyelesaian sengketa. Sedangkan model penyelesaian perselisihan perkawinan menurut hukum Islam ialah melalui musyawarah, mediasi dan mengangkat <em>hakam.</em></p>
Secara konstitusional setiap warga negara mempunyai hak keperdataan yang harus dijamin dan dilindungi. Tidak semua anak lahir bernasib baik. Ada anak dilahirkan dari ikatan perkawinan yang sah disebut anak sah. Sementara, disebut anak luar kawin yaitu anak yang lahir tidak dalam ikatan perkawinan yang sah di mana laki-laki dan perempuan yang masih perjaka dan perawan. Adanya perbedaan hak yang diterima anak sah dengan anak luar kawin menarik untuk dikaji menggunakan berbagai perspektif, salah satu perspektif hukum Islam. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan menggunakan sumber data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif menggunakan pendekatan konsep hukum Islam. Nasab anak dalam hukum Islam dibedakan antara anak yang dibuahi tidak dalam perkawinan sah namun dilahirkan dalam perkawinan yang sah, dengan anak yang dibuahi dan dilahirkan di luar perkawinan yang sah. Kedudukan anak luar kawin menurut hukum Islam hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga ibu. Adapun hubungan anak luar kawin dengan bapaknya menurut hukum Islam, yakni tidak memilik hak keperdataan berupa tidak ada hubungan nasab, tidak saling mewarisi, dan tidak dapat menjadi wali nikah.
Livestock has a strategic role in realizing a sovereign and just national economy. However, the various risks that threaten farmers are not realized by the community so that they can result in losses for the sustainability of the livestock business. Therefore, specifically to provide protection and support for cattle farmers, the government issued a Cattle Business Insurance (AUTS) program. This study aims to analyze the implementation of the AUTS program in the perspective of insurance law. The method used in this research is normative legal research using secondary data sources obtained through literature study of primary and secondary legal materials. The collected data were analyzed using a conceptual approach. The results of the research and discussion can be concluded that the implementation of the AUTS program begins with socialization by the government to the community. The cattle farmer registers for insurance and is then verified by the insurance company and the livestock service. After being validated and meeting the criteria, the cattle breeder is required to pay a premium, then the ears of the cows will be fitted with ear tags as a sign of insurance participation. If the insured cow suffers a loss as agreed in the insurance policy, it can file a claim for compensation to the insurance company. According to insurance law, the AUTS program includes a loss insurance scheme. Where the insurer, namely the insurance company, will bear the risk of loss delegated by the insured to the object of insurance, namely his cow to the insurer. The implementation of the AUTS program is in line with the provisions of insurance law. Abstrak Peternakan memiliki peran strategis dalam mewujudkan perekonomian nasional yang berdaulat dan berkeadilan. Namun, berbagai risiko yang mengancam peternak tidak disadari masyarakat sehingga dapat mengakibatkan kerugian bagi keberlangsungan usaha peternakan. Oleh karena itu, khusus untuk memberikan perlindungan dan keberpihakan terhadap peternak sapi pemerintah mengeluarkan program Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTS). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi program AUTS dalam perspektif hukum asuransi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan sumber data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan pendekatan konsep. Hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa implementasi program AUTS diawali dengan sosialisasi oleh pemerintah kepada masyarakat. Peternak sapi melakukan pendaftaran asuransi kemudian diverifikasi oleh perusahaan asuransi dan dinas peternakan. Setelah divalidasi dan memenuhi kriteria peternak sapi wajib membayar premi untuk kemudian telinga sapi akan dipasangi eartag sebagai tanda peserta asuransi. Apabila sapi yang diasuransikan mengalami kerugian sebagaimana yang diperjanjikan dalam polis asuransi, maka dapat mengajukan klaim ganti rugi kepada perusahaan asuransi. Menurut hukum asuransi, program AUTS termasuk skema asuransi kerugian. Di mana penanggung yaitu perusahaan asuransi akan menanggung risiko kerugian yang dilimpahkan tertanggung atas objek asuransi yakni sapi miliknya kepada penanggung. Pelaksanaan program AUTS sejalan dengan ketentuan hukum asuransi.
There are still many congregations of the Baiturrahman Mosque who do not understand well about the concept of the prohibition of usury in Islam, so that without realizing it, many of them carry out activities which in the view of Islam are classified as usury because of the lack of understanding of asset management in accordance with sharia principles. Based on the problems faced by the community at the Baiturrahman Mosque as described above, the Service Team needs to provide more understanding to the Baiturrahman mosque congregation about the dangers of usury and the importance of understanding and applying sharia-based economic concepts in everyday life. The activities that will be carried out are conducting intensive studies in the form of material exposure, studies and discussions the dangers of usury and the virtues of sharia economics. The implementation method in the activity includes the preparation stage, the implementation stage and evaluation stage. Based on the pre-test and post-test questionnaire data, participants experienced an increase in understanding of Islamic economic principles in Islamic banking by 18%. Understanding of Islamic financial institutions and conventional financial institutions has increased by 15%. Increased understanding of Interest from banks is Riba by 15.75%. understanding of the dangers of Riba increased by 18.5% and an increase in understanding of islamic financial institution products in accordance with sharia principles by 12.75%.
Sumpah pemutus termasuk alat bukti yang digunakan dalam proses pembuktian di pengadilan. Tujuan pelaksanaan sumpah adalah supaya orang yang bersumpah memberikan keterangan yang jujur, sehingga dapat mengakhiri sengketa di antara para pihak. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana konstruksi hukum sumpah pemutus dalam Putusan Pengadilan Nomor 13/Pdt.G/2019/PN.Bkt. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder sebagai data utama, dan didukung wawancara. Pengumpulan datanya menggunakan teknik study literature dengan jenis pendekatan kasus (kasus approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumpah pemutus telah diatur Pasal 1929 sampai dengan Pasal 1945 KUHPer, Pasal 156 dan Pasal 177 HIR serta Pasal 183 RBg. Sumpah pemutus memiliki kekuatan pembuktian sempurna, mengikat, menentukan, dan mengakhiri sengketa. Hakim dalam pertimbangan Putusan Nomor 13/Pdt.G/2019/PN.Bkt salah menerapkan hukum karena sumpah pemutus yang dimohonkan tidak memenuhi syarat formil dan materiil. Putusan tingkat pertama yang terdapat kekeliruan hakim dalam menerapkan hukum acara dapat diajukan permohonan pada tingkatan banding, kasasi dan peninjauan kembali selama syarat pengajuan masih dalam batas waktu yang telah ditentukan. Terhadap sumpah pemutus palsu maka dapat dilakukan upaya hukum peninjauan kembali.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.