Calliandra calothyrsus leaf contains 17-28% protein which is hihly potential for use as source of protein supplement for animal feed. However, the plants also contain high level (>10%) of condensed tannins as antinutritional effects which may reduce consumtion efficiency of diet. The addition of protease (bromelain) into feed containing tannin is expected to decrease the negative effects of tannins. Bromelain can be obtained from the pineapple plant (Ananas comosus) including on the peels. This study was conducted to determine the effect of calliandra tannin combined with bromelain protease of pineapple peels in the feed on testicular histology and testosterone level of rats feeded during the growth period. The feeding experiment on post-weaning male rats was conducted using a completely randomized factorial design (4 main factors x 4 subfactors). The main factors were calliandra leaf meal substitution of 0; 10; 17.5 and 25% in the diets and subfactors were addition of pineapple peels, 0; 4.35; 8.70 and 13.05 g/rat/day. Rats were divided into 16 groups and were feeded the diets for two months (during the growth period). The results showed the susbtituion of feed with calliandra leaf had no sigbnificant effecton the thickness of the seminiferous tubules, but it appeared to have significant effect on the histology of seminiferous tubules. Increased pineapple peels level in the diets containing calliandra decreased wall thickness of the seminiferous tubules of the rat testes, indicating that bromalein fastened the maturation of spermatozoa. The addition of pineapple peels into the diet containing calliandra had a significant interaction effect on testoteron levels of male rats, but the testoteron levels among all treated rats were still within the normal range. ABSTRAK Daun kaliandra (Calliandra calothyrsus) mengandung protein 17-28% sehingga potensial sebagai sumber protein pakan ternak, namun tanaman ini mengandung condensed tannin cukup tinggi (>10%) yang bersifat antinutrisi. Penambahan enzim protease (bromelin) pada pakan yang mengandung tanin diharapkan dapat mengatasi dampak negatif tanin. Bromelin dapat diperoleh dari tanaman nanas (Ananas comosus) termasuk dari kulit buahnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tanin daun kaliandra dalam pakan yang dikombinasikan dengan protease bromelin dari limbah kulit nanas terhadap histologi testis dan kadar hormon testosteron tikus jika diberikan pada masa pertumbuhan. Penelitian ini merupakan percobaan pakan pada tikus jantan pascasapih selama masa pertumbuhan dengan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial berjenjang 4x4 dengan level substitusi tepung daun kaliandra 0; 10; 17,5 dan 25% dalam ransum (main factor) dan dosis aditif kulit nanas 0; 4,35; 8,70 dan 13,05 g/ekor/hari (sub factor). Tikus dibagi menjadi 16 unit percobaan dan diberi perlakuan ransum selama dua bulan (masa pertumbuhan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tebal dinding tubulus seminiferus testis tikus tidak berbeda nyata, namun tampak adanya perbedaan pada gambaran histologi yang meliputi struktur membran basal, susunan antar sel-sel spermatogenik pada dinding tubulus, serta gambaran sel-sel spermatozoa di dalam lumen tubulus. Peningkatan dosis kulit nanas dalam ransum yang mengandung kaliandra menurunkan tebal dinding tubulus seminiferus. Aditif kulit nanas ke dalam ransum yang mengandung kaliandra menunjukkan interaksi yang memengaruhi kadar hormon reproduksi dengan menurunkan kadar hormon testosteron tikus jantan walaupun masih dalam kisaran normal.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung daun salam (Syzygium polyanthum Walp) dalam ransum yang disuplementasi dengan larutan Effective Microorganisms-4 (EM-4) melalui air minum terhadap karkas itik bali jantan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan tujuh perlakuan dan tiga kelompok. Perlakuannya adalah sebagai berikut ransum tanpa kotoran itik, sekam padi, daun salam dan tanpa larutan EM-4 (A), ransum mengandung kotoran itik (B), perlakuan B + daun salam (C), ransum mengandung sekam padi (D), perlakuan D + daun salam (E), ransum mengandung serbuk gergaji kayu (F), perlakuan F + daun salam (G), perlakuan B, C, D, E, F, dan G mendapatkan larutan EM-4. Setiap kelompok berisi tiga ekor itik. Variabel yang diamati bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan komposisi fisik karkas. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung daun salam dalam ransum yang disuplementasi larutan EM-4 melalui air minum dapat memperbaiki karkas itik bali jantan.
ABSTRAKProduksi, kualitas dan ketersediaan tanaman pakan salah satunya ditentukan oleh kesuburan dan kesehatan tanah. Penggunaan pupuk kimia (anorganik) dalam periode yang lama merupakan salah satu penyebab degradasi lahan (Kartini, 2007), aplikasi pupuk organik merupakan langkah yang tepat dalam upaya menjaga kesuburan dan kesehatan tanah, serta mengurangi dampak negatif dari penggunaan pupuk anorganik. Penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi respons pertumbuhan kembali dan produksi beberapa jenis rumput terhadap pemberian pupuk organik dilakukan di rumah kaca menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola split plot 3 x 4 dengan 3 kali ulangan.. Faktor pertama (main plot/petak utama) adalah jenis rumput yaitu Panicum maximum var. trichoglume (R1), Setaria splendida (R2), dan Pennisetum purpureum (R3); faktor kedua (sub plot/anak petak) adalah jenis pupuk organik yaitu tanpa pupuk (P0), pupuk kandang (P1), pupuk kompos (P2), dan pupuk kascing (P3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi pengaruh interaksi antara jenis rumput dengan jenis pupuk organik terhadap pertumbuhan kembali dan produksi rumput Panicum maximum var. trichoglume, Setaria splendida, dan Pennisetum purpureum. Perlakuan jenis rumput berpengaruh nyata (P<0,05) pada semua peubah yang diamati, sedangkan perlakuan jenis pupuk organik hanya berpengaruh nyata (P<0,05) pada peubah jumlah anakan, jumlah daun, berat kering batang, berat kering total hijauan dan luas daun per pot. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi interaksi antara jenis rumput dengan jenis pupuk organik. Ketiga jenis rumput memiliki produktivitas yang berbeda, pertumbuhan tertinggi terjadi pada rumput yang diberi pupuk kascing, dan produksi tertinggi terjadi pada rumput yang diberi pupuk kompos. ABSTRACTProduction, quality and availability of forage one of which is determined by soil fertility and soil health. The use of chemical fertilizers (inorganic) in a period of time is one of the causes of land degradation (Kartini, 2007), application of organic fertilizers is the right step in maintaining soil fertility and soil health, and reduce the negative impact of the use of inorganic fertilizers. The study aimed to evaluate the response of regrowth and production of several species of grass to organic fertilizer conducted in a greenhouse using a completely randomized design split plot pattern 3 x 4 with three replications. The first factor (main plot / main plot) is a type of grass is Panicum maximum var. trichoglume (R1), Setaria splendida (R2), and Pennisetum purpureum (R3); The second factor (sub-plot / subplot) is a type of organic fertilizer that is without fertilizer (P0), manure (P1), compost (P2), and vermicompost (P3). The results showed that there was no interaction effect between type of grass with the type of organic fertilizer on the regrowth and production of grass Panicum maximum var. trichoglume, Setaria splendida, and Pennisetum purpureum. Treatment types of grass significant (P <0.05) on all observed variables, while the treatment o...
Penelitian yang bertujuan mempelajari indeks kelembaban suhu atau temperature humidity index dan performans kelinci jantan lokal pada kepadatan ternak berbeda dan diberi ransum dengan imbangan energi protein berbeda telah dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola Faktorial 2 x 3 dengan empat kali ulangan (blok). Sebagai perlakuan pertama adalah imbangan energi dan protein pada ransum (R) yang terdiri dari ransum dengan kandungan energi termetabolis 2500 kkal/kg dan protein kasar 17% dengan imbangan energi dan protein 147 (R1), ransum dengan kandungan energi termetabolis 2800 kkal/kg dengan kandungan protein kasar 18,5% dengan imbangan energy dan protein 151 (R2). Sebagai perlakuan kedua adalah luas lantai kandang (L) yang terdiri dari 3500 cm2 (L1), 1750 cm2 (L2) dan 1166 cm2 (L3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim mikro pada perlakuan tingkat kepadatan ternak dan ransum dengan imbangan energi dan protein yang berbeda memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kelembapan udara, temperatur udara, “temperature humidity index” dan radiasi matahari. Performans pada perlakuan ransum dengan imbangan energy dan protein R1 menyebabkan konsumsi air, ransum, berat badan akhir dan pertambahan berat badan lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan perlakuan R2 sedangkan FCR yang memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (P>0,05). Performans pada perlakuan tingkat kepadatan ternak L2 dan L3 menyebabkan konsumsi air dan ransum lebih tinggi sehingga berat badan akhir pada kandang L2 dan L3 juga lebih tinggi dibandingkan L1 kecuali pertambahan berat badan dan FCR memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi perbedaan iklim mikro pada kandang dengan perlakuan ransum dengan imbangan energi dan protein berbeda serta perlakuan dengan tingkat kepadatan ternak berbeda. Kelinci yang diberi ransum dengan imbangan energi dan protein 147 (R1) menghasilkan performans lebih tinggi daripada imbangan energi dan protein 151 (R2). Kelinci yang dipelihara pada tingkat kepadatan ternak 2 ekor/3500cm2 menghasilkan performans lebih tinggi daripada tingkat kepadatan ternak 1 ekor dan 3 ekor/3500 cm2.
Calliandra calothyrsus leaves contain 17-28% protein thus potential as a protein source in animal diet. However, it also contain a high antinutrition of condensed tannins (>10%). The addition of protease enzymes (bromelain) in the diet containing tannins is expected to overcome the negative effects of tannins. Bromelain can be obtained from the pineapple plant (Ananas comosus) including the peel. This study was a feeding experiment on weaned male and female rats during the growth period. This study used a completely randomized design of 4x4 factorial design. The main factor was Calliandra leaf meal substitution levels of 0; 10; 17.5 and 25% in the diet. The sub factor was pineapple peel additive levels of 0; 4.35; 8.70 and 13.05 g/rat/day. Weaned rats were divided into 16 groups and they were fed for two months during growth period. The study showed that there was no interaction between calliandra leaves and pineapple peels on the rat liver activity including the blood levels of SGOT and SGPT levels. SGPT and SGOT levels were not affected by all levels of pineapple peels in the diets. All calliandra levels did not affect the level of SGOT, but 17.5 and 25% calliandra in the diets increased SGPT level.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.