AbstrakEarphone adalah alat yang digunakan untukmendengarkan musik dari telepon genggam dan perangkat audio lainnya.Sebuah survey yang dilakukan oleh American Speech Languageand Hearing Association (2006) menemukan bahwa remaja lebih banyak menggunakan perangkat dengar pribadidengan volume keras dan dalam waktu yang lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku remaja terhadap pengunaan earphone pada siswa SMA Negeri Kota PadangPenelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif pada siswa SMAN Negeri Kota Padang yang berjumlah 13.105 orang.Didapatkan sampel berjumlah 427 orang, pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Cluster Sampling.Data diambil dengan menggunakan kuesioner.Analisis data menggunakan analisis univarat dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) 21.00 for Windows. Hasil didapatkan proporsi pengguna earphone pada siswa SMA Negeri Kota Padangberjumlah 83,6%. Perilaku siswa dibagi menjadi 3 kategori yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Hasilnya didapatkan siswa tersebut memiliki pengetahuan dan sikap yang baik terhadap penggunaan earphone dengan persentase 93,4% dan 80,9%. Tindakan siswa ketika menggunakan earphone cukup baik dengan persentasi 66,3%. Kesimpulan penelitian ini adalah sebagian besar siswa SMA Negeri Kota Padang menggunakan earphone.Siswa tersebut memiliki pengetahuan yang baik mengenai dampak penggunaan earphone dan cara pencegahannya. Siswa juga memiliki sikap yang baik terhadap penggunaan earphone dan bertindak cukup baik ketika menggunakan earphone.Kata Kunci :Earphone, remaja, perilaku AbstractEarphone is a device that used for listening music from their mobile phone and other devices. A survey conducted by American Speech Languageand Hearing Association (2006) found that many teenagers use their personal audio device with maximum volume within a long time. This research aims to describe the teenager behavior in using earphone by taking case in high school student in Padang city. This research uses descriptive method by studying 13.105 high school students in Padang, with 427 students as a sample. The researcher uses Cluster Sampling method. The data obtained by spreading questionnaire. Data analysis used in this research is univariat analysis by using SPSS program(Statistical Product and Service Solution) 21.00 for Windows. The result of this reasearch shows that the propotion of earphone user of high school student in Padang is 83,6%. Student behavior is divided into 3 categories namely knowledge, attitude, and action. The result shows that the students are having knowledge and good attitude on the use of earphone with the percentage 93,4 % and 80,9%. The students action when using earphone is quite good with pecentage 66,3 %. In conclusion, most of high school students in Padang city use earphone. The students have good knowledge about the impact of using earphone and prevention’s. Students also have good behavior toward the use of earphone and act well when using it. Keywords : Earphone, teenager, behavior
Kasus Covid-19 yang merebak di Indonesia mengharuskan dilakukannya upaya dari berbagai pihak untuk mengatasinya. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas turut berupaya melakukan upaya pencegahan dan pengendalian Covid-19. Tujuan kegiatan ini adalah untuk meminimalisir kemungkinan penyebaran pesat Covid-19 dan usaha preventif untuk menjaga agar masyarakat sekitar Pauh, Kuranji serta Air Dingin tetap sehat dan terhindar dari Covid-19. Kegiatan ini dilaksanakan di tiga puskesmas yaitu: Puskesmas Pauh, Puskesmas Kuranji dan Puskesmas Air Dingin Kota Padang. Metode yang digunakan adalah KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) seputar penyakit Covid-19 berupa publikasi artikel pada media masa dan pemberian masker. Sasaran kegiatan adalah masyarakat sekitar Pauh, Kuranji serta Air Dingin Kota Padang. Hasil kegiatan yang diperoleh yaitu telah memproduksi APD (Alat Pelindung Diri) sebanyak 80 faceshield, 400 masker serta 60 hazmat suit dengan melibatkan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dan konveksi. Selanjutnya APD ini disebarluaskan kepada puskesmas yang membutuhkan, yaitu Puskesmas Pauh, Puskesmas Kuranji dan Puskesmas Air Dingin Kota Padang. Selanjutnya didistribusikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, yaitu masyarakat dan tenaga medis. Program pencegahan dan pengendalian Covid-19 dilakukan untuk menekan dan mengurangi angka positif Covid-19 serta melindungi tenaga medis agar dapat memberikan pelayanan maksimal kepada pasien. Selanjutnya pembuatan APD yang melibatkan UMKM dan konveksi dapat membantu perekonomian masyarakat yang merosot akibat pandemi ini.
AbstrakPendahuluan : Tuli mendadak merupakan salah satu kegawatdaruratan di bagian telinga hidung tenggorok bedah kepala dan leher (THT-KL). Tuli mendadak atau sudden sensorineural hearing loss (SSNHL) adalah tuli sensorineural lebih dari 30 dB pada 3 frekuensi berturut turut secara mendadak dalam waktu 3 hari. Etiologi tuli mendadak hingga saat ini belum diketahui dengan pasti, namun penyebab tersering tuli mendadak, yaitu idiopatik (71%). Penatalaksanaan tuli mendadak meliputi terapi konservatif, salah satunya dengan pemberian kortikosteroid secara sistemik dan lokal. Pemberian lokal dapat dilakukan dengan cara injeksi langsung intratimpani. Terapi kortikosteroid secara lokal dapat diberikan sebagai terapi primer, terapi adjuvan (kombinasi) dan salvage therapy. Laporan kasus : seorang pasien perempuan berusia 36 tahun dengan diagnosis tuli mendadak pada telinga kanan yang dilakukan salvage therapy dengan penyuntikan deksametason intratimpani sebanyak empat kali secara selang 3 hari setelah gagal dengan terapi sistemik. Kesimpulan : Injeksi kortikosteroid intratimpani digunakan sebagai salvage therapy dapat menjadi pilihan untuk pasien yang gagal diterapi dengan kortikosteroid sistemik. Kata kunci: tuli mendadak; salvage therapy; deksametason; intratimpani AbstractIntroduction: Sudden deafness is one of the emergency in otorhinolaryngology head and neck surgery (ORL-HNS). Sudden deafness or sudden sensorineural hearing loss (SSNHL) is sensorineural deafness of more than 30 dB at 3 frequencies within 3 days. The etiology of sudden deafness is recently remain unknown, but the most common cause of deafness is idiopathic (71%). Management of sudden deafness includes conservative therapy, one of which is corticosteroids systemically and locally. Local delivery is done by intratympanic injection. Local corticosteroid therapy can be administered as primary therapy, adjuvant therapy (combination) or salvage therapy. Case report : a female patient aged 36 years old with diagnosis of sudden deafness at right ear which is performed salvage therapy with dexamethasone intratympanic injection four times with interval of 3 days after systemic therapy was failed. Conclusion : corticosteroid intratympanic injection as salvage therapy may be an option for patients who failed therapy with systemic corticosteroids.
Background: The appropriate management of patients with congenital deafness is installing hearing aids, either external hearing aids or implanted in the ear (cochlear implant), aiming to reduce the medical and social burden, besides improving the quality of life of the sufferers. Objective: To ascertain the cost of hearing aids in patients with congenital deafness, in the form of external hearing aids or cochlear implants. Method: A descriptive study with cross-sectional design using questionnaires through interviews. The sample size was 535 mothers whose children had congenital deafness at 24 hospitals with facilities for establishing a diagnosis of congenital deafness in 17 provinces in Indonesia. Result: Most respondents were aged 30-39 years (55%), occupations were housewives (71.8%), and education level was high school (52.5%). The type of hearing aid used mostly was external (92.7%), with 45.9% paid by personal expense. The surgically planted hearing aids in 22 children was mostly cochlear implants (95.5%), which were financed by the Indonesian Healthcare and Social Security Agency (BPJS) plus personal costs (50%). Discussion: This study found that the most common type of hearing aid used by children with hearing impairments was external hearing aids (92.7%) through independent financing (45.9%). Only 7.3% of patients chose surgery in hearing habilitation, and 95.5% were cochlear implants. The small percentage of surgery were due to the high-priced of cochlear implants, and the government did not cover all financial expenses. Conclusion: Most external hearing aids were paid independently-out-of-pocket, while cochlear implant surgeries were funded by BPJS, plus extra costs independently. ABSTRAKLatar belakang: Penatalaksanaan terbaik untuk penderita tuli kongenital adalah pemasangan alat bantu dengar (ABD), baik berupa ABD eksternal maupun ABD yang ditanam dalam telinga (implan koklea), dengan tujuan untuk mengurangi beban medis dan sosial, serta meningkatkan kualitas hidup penderita. Tujuan: Untuk mengetahui seberapa besar biaya pemasangan ABD pada penderita tuli kongenital, baik berupa ABD eksternal maupun implan koklea. Metode: Penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional study menggunakan kuesioner melalui wawancara. Besar sampel 535 ibu yang anaknya menderita tuli kongenital pada 24 rumah sakit yang memiliki fasilitas penegakkan diagnosis tuli kongenital di 17 provinsi di Indonesia. Hasil: Sebagian besar responden berusia 30-39 tahun (55%), pekerjaan terbanyak adalah ibu rumah tangga (71.8%), dan tingkat pendidikan SMA (52.5%). Jenis ABD yang terbanyak adalah ABD eksternal (92,7%) dengan pembiayaan secara mandiri 45,9%. Pemasangan ABD dengan tindakan operasi dilakukan pada 22 anak, yang terbanyak adalah implan koklea (95,5%) yang dibiayai oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ditambah dengan biaya sendiri (50%). Diskusi: Penelitian ini mendapati bahwa ABD yang terbanyak digunakan oleh anak dengan gangguan pendengaran adalah ABD eksternal (92,7%) dengan biaya mandiri (45,9%). Habilitasi pendengaran dengan tindakan operasi hanya dilakukan pada 7,3% pasien, berupa implantasi koklea 95,5%. Kecilnya persentase habilitasi bedah dikarenakan tingginya harga implant koklea, dan bantuan dari BPJS tidak meliputi keseluruhan biaya. Kesimpulan: Sebagian besar pembiayaan alat bantu dengar eksternal secara mandiri, sedangkan operasi implan koklea menggunakan biaya BPJS ditambah biaya sendiri.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.