No abstract

Era revolusi industri 4.0 merupakan tantangan bagi suatu negara untuk mengubah model bisnis konvensional kedalam sistem berteknologi. Penggunaan teknologi inovatif di bidang keuangan (Financial Technology) menuntut model bisnis konvensional untuk segera berubah kearah moderat. FinTech muncul seiring perubahan gaya hidup masyarakat yang didominasi oleh pengguna teknologi informasi untuk menjadi penghubung antara sektor finansial dengan pengguna atau masyarakat umum. Indonesia merupakan pasar besar bagi FinTech seiring dengan meningkatnya mayoritas pengguna teknologi internet untuk transaksi bisnis.FinTech sangat berpotensi menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah kekurangan permodalan bagi UMKM. Fintech diharapakan menjadi altenatif solusi bagi UMKM bertempat tinggal jauh dari pusat kota untuk memperoleh permodalan. Berdasarkan pada fenomena diatas, tim pengabdian kepada masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya, telah melakukan edukasi mengenai peran FinTech sebagai alternative permodalan bagi UMKM di Desa Kerinjing, Kabupaten Indralaya. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 12 November 2019.Peserta terdiri dari 0 orang pelaku UMKM di Desa Kerinjing dan sekitarnya. Tim pelaksana memberikan materi terkait dengan apa yang dimaksud dengan financial technology, manfaat  dari fintech dan dampak dari fintech. Peserta dapat membedakan fintech legal dan illegal.Fintech legal yang dimaksud adalah fintech yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebagai evaluasi kegiatan, tim memberikan form kuisioner yang diisi oleh peserta. Berdasarkan hasil kuesioner, pemahaman peserta setelah diberikan edukasi Fintech telah mencapai 70 %.

* An earlier draft of this paper was published as a part of my dissertation. I want to particularly thank to an anonymous referee for critical yet helpful comments and suggestions.

This study aims to analyze the factors that influence wage disparity between working women (female workers) in urban and rural areas in South Sumatera in 2013 using cross-sectional data from Susenas 2013. Methods used in this study are wage equation of Mincer (1994) and wage decomposition model of Blinder-Oaxaca. The results show that average wage disparity between working women in urban and rural areas are 34.93%. This disparity is caused by endowment (independent) variables, namely, education, age, working hours (jam kerja), non-agricultural sector (non-pertanian), marital status (menikah), and the presence of children under the age of five (balita), by 11.82%. The rest of 88.18% are explained by other variables outside this study. Endownment variables such as senior high school (SMA) education, higher education (pendidikantinggi) and working hours (jam kerja) are also found to be the cause of an increase in wage disparity of working women in urban and rural areas.

This research investigated the effects of income, gender, age, education, working period, insurance, training and workers' status (outsourcing or permanent) on performance. The result showed that gender, education, insurance, training and status had positive and significant effect on performace. Income had significant and negative effect on performance, the increased income would decrease performance. Age had positive but not significant effect, the increased age would decrease performance. Working period had negative but not significsnt effect on performance, the short working period would decrease performance.