Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengetahui perbedaan kemampuan berargumentasi ilmiah materi ikatan kimia peserta didik kelas X MIA SMA Negeri 1 Lawang, X MIA MA Negeri 1 Malang, dan mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) Prodi Pendidikan Kimia semester dua angkatan 2016. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subyek penelitian ini adalah peserta didik kelas X MIA 1 SMA Negeri 1 Lawang sebanyak 32 peserta didik, X MIA 3 MAN 1 Malang sebanyak 32 peserta didik, dan UM Prodi Pendidikan Kimia Offering A semester dua angkatan 2016 sebanyak 31 mahasiswa. Instrumen penelitian berupa 3 butir soal esai kemampuan berargumentasi dan pedoman wawancara peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan berargumentasi ilmiah materi ikatan kimia antara SMA Negeri 1 Lawang dengan MA Negeri 1 Malang, SMA Negeri 1 Lawang dengan UM Prodi Pendidikan Kimia semester dua angkatan 2016, dan ada perbedaan antara MA Negeri 1 Malang dengan UM Prodi Pendidikan Kimia semester dua angkatan 2016. Seluruh jenjang pendidikan tersebut didominasi dengan level 2a. Level 2a dengan persentase tertinggi yaitu mahasiswa UM Prodi Pendidikan Kimia semester dua angkatan 2016 sebesar 53,76% diikuti peserta didik SMA Negeri 1 Lawang sebesar 49,31% dan MA Negeri 1 Malang sebesar 47,91%. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berargumentasi ilmiah peserta didik adalah pemahaman peserta didik terhadap materi ikatan kimia dan keterlibatan peserta didik dalam kegiatan argumentasi selama proses pembelajaran.
Abstrak -Telah terjadi miskonsepi untuk konsep hidrolisis atau konsep sifat keasaman larutan garam pada sebagian besar guru kimia di sekolah menengah, baik SMA maupun SMK di Jawa Timur. Dari sejumlah 49 orang guru, hanya 10 orang (20%) guru yang mampu dengan baik dan benar menjelaskan sifat keasaman larutan garam (NaCl, KBr, NH4Cl, dan HCOOK). Sebagai langkah memperbaiki konsep hidrolisis dan untuk mencegah terjadinya miskonsepsi yang dialami dilakukan melalui rekonstruksi miskonsepsi (konsep-salah). Setelah memperoleh rekonstruksi konsep ini, menyadari bahwa Pengetahuan/ Ilmu Kimia merupakan ilmu yang sistematik, menarik, mudah untuk dipelajari dan dibelajarkan. Sebanyak 95% menyatakan ya/yakin, dan yang menyatakan biasa saja/ragu, dan tidak yakin masing-masing 2,5%. Demikian juga, setelah memperoleh kegiatan rekonstruksi konsep ini, peserta (para guru) sadar bahwa terjadi miskonsepsi pada dirinya. Kata kunci: keasaman larutan garam, miskonsepsi, rekonstruksi konseptualAbstract -There have been misconceptions for the concept of hydrolysis or the concept of acidity of salt solutions in most chemistry teachers in secondary schools, both high school and vocational school in East Java. From a total of 49 teachers, only 10 people (20%) were able to properly and correctly explain the acidity of salt solutions (NaCl, KBr, NH4Cl, and HCOOK). As a step to improve the concept of hydrolysis and to prevent the occurrence of misconceptions experienced through conceptual reconstruction of hydrolisis misconceptions. After obtaining the reconstruction of this concept, realizing that chemistry is a systematic and interesting science, easy to studied and learned. Amounts of 95% stated yes or sure, and who stated moderate/doubtful, and were not sure each is 2.5%. Likewise, after obtaining this conceptual reconstruction, the participants (the teachers) realized that there was a misconception in themselves. PENDAHULUANPemahaman konsep secara komprehensif bagi seorang guru adalah mutlak, sebab dari seorang gurulah, akan terjadi transfer ilmu-pengetahuan kepada siswanya. Pemahaman konsep yang kurang atau bahkan tidak komprehensif oleh guru akan menjadi bumerang bahkan malapetaka bagi siswa untuk memperoleh ilmu yang benar dan tepat. Pemahaman yang salah, rancu, atau (mungkin) miskonsepsi guru akan berdampak serius pada siswa, menyebabkan pemahaman konsep siswa yang tidak tepat bahkan salah. Dari sinilah akan terjadi kesalahan fatal atau kegagalan total untuk terjadinya transfer pengetahuan tersebut. Konsep merupakan sentralnya ilmu-pengetahuan -Concept is the Central of Science- (Enger & Yager, 2009). Karenanya, kesalahan atau kegagalan penyampaian, transfer, atau penanaman konsep kepada siswa sebagai akibat miskonsepsi guru berdampak fatal bagi siswa dalam menguasai atau memahami konsep, dan lebih lanjut pada ilmu pengetahuannya. Meskipun kegagalan pemahaman konsep atau pemahaman konsep yang salah (tidak tepat) oleh siswa bukan satu-satunya sumber miskonsepsi. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa miskonsepsi para siswa juga dapat berasa...
This Currently, technology-based learning media is needed to attract students' learning interest. Augmented Reality and Hologram, both technologies are able to answer these problem. In addition, the Ludo Game can also increase the student’s learning interest when applied as a learning media. This study aims to: developing a learning media based on Augmented Reality, Hologram, and Ludo Game on the topic of molecular shapes, as well as knowing the feasibility of this learning media. Research and Development (R&D) is used as research methods. The development of media adapted the ADDIE model, which includes the stage: assessment/analysis, design, development, implementation, and evaluation. The feasibility of this learning media is based on the results of product validation as a learning media, material, and small group trials of 17 Senior High School students. The results of study found that the percentage of product validation results as a learning media is 85,56% (very feasible), material is 88,00% (very feasible), and small group trials is 87,25% (very feasible). Based on this, it can be concluded that this learning media is very feasible to be implemented in the study on the topic of molecular shapes.
This study aimed to examine the effect of pictorial based learning (PcBL) on conceptual change in the topic of chemical kinetics. The four-tier instrument (FTDICK) previously developed was deployed to map conceptual change within chemical kinetics concepts. First-year chemistry students at an Indonesian university formed an experimental and a control group. The experimental group experienced the PcBL approach while the control one experienced direct instruction (DI). The conceptual changes demonstrated by the two groups are classified into four categories, namely complete, partial, false and random. Complete conceptual change (CCC) had the highest occurrence rate among the four categories. However, generalising that PcBL and DI are influential in promoting conceptual change in the field of chemical kinetics may be too ambitious. Therefore, further research is needed to reach that conclusion. The effectiveness of PcBL and DI in promoting conceptual change in this study was almost equal. However, in answering the FTDICK questions, the PcBL students showed a better performance reflecting more sound scientific understanding than DI students did.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.