<div><table cellspacing="0" cellpadding="0" align="left"><tbody><tr><td align="left" valign="top"><p class="AbstractText">Since the Reformation, spatial planning governance has moved away from authoritarianism toward a more democratic style of government. However, the current Job Creation Regulation has heralded the return of the centralistic governance in spatial planning. Surprisingly, Australia is also experiencing this trend. This study will look at how the centralistic phase of spatial planning was implemented in Indonesia and Australia. By using a normative method, the results reveal that the spirit of centralization is obvious in the Job Creation Regulation. The central government has a dominating role in the implementation of spatial planning. It also controls the issuing of detailed plan. Because of the need to produce a digital map, the central government now has a power over the granting of spatial planning permission. In Australia, the local government evaluates and decides on the vast majority of planning applications. A countervailing tendency, nevertheless, has seen state governments take on some of the planning and decision-making duties once exercised by local governments. The state minister and development assessment panels are now responsible for authorization of significant projects. This pattern appears to depoliticize and simplify the application process for development projects, especially when those projects have financial advantages.</p></td></tr></tbody></table></div>
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prinsip mengenal nasabah pada perdagangan berjangka dalam aturan hukum di Indonesia dan untuk mengetahui pelaksanaan prinsip mengenal nasabah pada perusahaan pialang berjangka di Bali.
Pencoretan atas hapusnya hak tanggungan dilaksanakan dengan menyertakan ”sertifikat hak tanggungan”. Terhadap sertifikat hak tanggungan yang hilang, Kantor Badan Pertanahan meminta akta konsen roya yang dibuat dihadapan notaris sebagai penggantinya. Adanya kekosongan norma mengenai akta konsen roya ini karena tidak satupun ada peraturan maupun undang-undang yng mengatur secara jelas. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dasaran dan kekuatan hukum dibuatnya “akta konsen roya. Penelitian hukum normative yang digunakan untuk penulisan ini. Hasil penelitian menunjukan, pertama bahwa dasar hukum dibuatnya akta konsen roya adalah berdasarkan “pasal 15 ayat 1 UUJN-P”, mengacu pada ketentuan ini, apabila dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan maka Notaris secara hukum berwenang membuat Akta Konsen Roya sebagai pengganti Sertipikat Hak Tanggungan yang hilang, dan kedua bahwa, akta konsen roya hanya sebagai syarat formil adanya suatu perbuatan hukum dan sebagai syarat pencoretan hapusnya hak tanggungan tidak dapat disamakan dengan sertifikat hak tanggungan yang memiliki kekuatan eksekutorial.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.