A B S T R A K PENDAHULUANSejalan dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan di bidang farmasi, telah dilakukan penelitian untuk mengembangkan pembuatan bentuk sediaan obat dengan sistem lepas lambat. Keunggulan bentuk sediaan ini adalah menghasilkan suatu tingkat mantap kadar obat dalam darah atau jaringan yang merata, efektif secara terapeutik dan tidak toksik untuk suatu periode waktu yang panjang, sehingga tidak perlu mengulangi pemberian unit dosis, biasanya 8-12 jam. Metode yang biasa dilakukan adalah mikroenkapsulasi (Benita, 1989; Ansel, 1991;Noviza et al., 2013;Srifiana et al., 2014). Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penggunaan penyalut yang relatif tipis pada partikel-partikel kecil zat padat atau tetesan cairan dan pendispersi zat cair. Mikroenkapsulasi meliputi penyalutan partikel dengan dimensi yang berkisar antara 1 -5.000 mikrometer (Lachman et al., 1994;Halim et al., 2011).Dalam mikroenkapsulasi, keadaan inti, stabilitas, konsentrasi bahkan penyalut dan metoda yang digunakan perlu diperhatikan. Salah satu metoda yang sering digunakan adalah metoda penguapan pelarut. Metoda penguapan pelarut adalah salah satu dari beberapa metoda yang digunakan untuk memproduksi mikrokapsul dan metoda paling sederhana yang bisa dilakukan (Dehgan et al., 2010).
Solid dispersions of the antiinflamation drug ibuprofen and polyethylene glycol 6000 (PEG 6000) were prepared by the melting method in order to increase the dissolution rates of this poorly watersoluble compound. The temperature/composition phase diagram of binary system was analyzed by termal analysis hot-stage microscopy, showing an eutectic formation. Polarized light hot stage microscopy and X-ray-powder diffraction confirmed, that solid dispersion technique decrease the crystalliny of ibuprofen after melting and solidifying of a 4/6 (w/w) mixture of ibuprofen and polyethylene glycol 6000 respectively, which the results enhanced dissolution rates compared to the physical mixtures and ibuprofen intact. However, no such chemical interactions in the solid state were confirmed by FTIR spectra which showed the presence of ibuprofen crystalline in solid dispersion.
Sabun transparan minyak Ylang-ylang telah diformulasi dengan tiga konsentrasi yaitu 3,1%, 3,85% dan 4,58% dengan menggunakan VCO, minyak zaitun dan asam stearate sebagai bahan dasar pembentuk sabun yang direaksikan dengan NaOH sebagai basa alkali. Masing-masing formula dievaluasi berupa pemerian, pH, daya pembasah, uji busa dalam air suling dan air sadah, uji iritasi kulit, uji penerimaan oleh konsumen dan uji daya antibakteri dengan metode difusi agar terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis penyebab jerawat. Hasil evaluasi fisik sabun transparan menunjukkan bahwa semua formula stabil selama enam minggu penyimpanan. Hasil uji mikrobiologi sabun transparan minyak ylang-ylang menunjukkan daya hambat sedang (12-16 mm) terhadap bakteri S. epidermidis. Hasil statistik dengan analisa variasi (ANOVA) satu arah pada evaluasi pH, uji daya pembasah dan uji daya hambat bakteri terhadap S. epidermidis menunjukkan hasil saling berbeda nyata (p<0,05) untuk ketiga formula terhadap sediaan pembanding.
Kebutuhan kolagen sebagai bahan baku untuk industri farmasi dan kosmetika pada saat ini sangat tinggi. Hambatan dalam proses produksi kolagen, proses pembuatan sediaan yang mengandung kolagen, dan pada waktu penyimpanan bahan baku serta sediaan yang mengandung kolagen adalah stabilitas kolagen. Kolagen sangat rentan terhadap pengaruh perubahan suhu, diatas suhu ±40°C kolagen akan berubah menjadi gelatin, dimana struktur triple helix kolagen rusak menjadi rantai lurus, sehingga menyebabkan penurunan kualitas, perubahan susunan gugus fungsi, intensitas serapan, viskositas, perubahan suhu transisi kaca, bahkan perubahan suhu denaturasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi suhu dan lama penyimpanan terhadap karakteristik fisikokimia kolagen kulit ikan gabus. Kolagen disimpan dan diamati sebagai serbuk dan dispersi pada kelembaban relatif 80% pada suhu 5, 26 dan 40°C selama 60 hari penyimpanan. Untuk serbuk kolagen, terdapat penurunan suhu transisi gelas dengan suhu terendah setelah penyimpanan adalah 55,05°C. Karakterisasi gugus fungsi serbuk kolagen menunjukkan perubahan hipsokromik pada bilangan gelombang gugus amida A seiring dengan peningkatan suhu penyimpanan. Pada dispersi kolagen, intensitas serapan UV tampak hiperkromik pada panjang gelombang ± 230 nm. Viskositas dispersi kolagen juga menurun seiring dengan peningkatan suhu dan waktu penyimpanan, serta terdapat penurunan suhu denaturasi dispersi kolagen menjadi 28,3°C. Selama penyimpanan, semakin tinggi suhu maka kualitas fisikokimia kolagen semakin rendah. Dari sini dapat disimpulkan bahwa serbuk kolagen disimpan secara optimal pada suhu 5, 26 dan 40°C, sedangkan dispersi kolagen pada suhu 5 dan 26°C.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.