C-organik tanah pada perkebunan kelapa sawit dapat dijadikan salah satu parameter keberlanjutan ekosistem dan kesuburan tanah. Perubahan sifat kimia tanah yang dinamis tidak lepas dari proses biogeokimia dari mineralisasi dan pelapukan bahan organik menjadi C-organik tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji status C-organik tanah serta kaitannya dengan sifat kimia tanah lainnya dalam kurun waktu 5 tahun dari tahun 2009 sampai tahun 2014 di perkebunan kelapa sawit Sumatera Utara, dengan jenis tanah Inceptisols dan Ultisols. Metode pengambilan sampel menggunakan purposive random sampling. Data dianalisis menggunakan uji komparatif T-paired antara kebun yang diamati pada tahun 2009 dan 2014 untuk melihat perubahan nilai C-organik, dan parameter sifat kimia tanah. Uji korelasi dilakukan untuk melihat keterkaitan antara C-organik dengan parameter sifat kimia tanah lainnya, yaitu kadar N, kejenuhan Al, pH, dan kapasitas tukar kation (KTK). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 25 kebun pengamatan, nilai C-organik dari 3 kebun meningkat dan 6 kebun menurun secara signifikan, sedangkan 16 lainnya tidak berbeda nyata. Dalam periode 5 tahun, kandungan Corganik tanah cenderung fluktuatif namun tetap berada pada kelas yang sama dengan kisaran rendah hingga sedang (<1,75%). Peningkatan nilai C-organik hanya berkorelasi linier dan nyata dengan N pada tanah Inceptisols (r = 0,392). Sedangkan, pada tanah Ultisols, peningkatan Corganik tanah secara nyata diikuti dengan penurunan nilai pH (r =-0,141).
Masalah tanaman kelapa sawit berupa kering pelepah bagian bawah (low frond desiccation/LFD) sering terjadi pada lahan gambut. Kejadian ini umumnya dikaitkan dengan kondisi fluktuasi muka air tanah gambut yang berpengaruh terhadap kelembaban tanah gambut dan ketersediaan serta serapan hara oleh tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji permasalahan LFD, faktor-faktor penyebab dan upaya pencegahan atau pemulihannya. Kajian LFD telah dilakukan di perkebunan kelapa sawit di lahan gambut daerah Labuhan Batu, Sumatera Utara. Pengamatan meliputi fluktuasi muka air tanah, kondisi kelembaban tanah, sifat kimia tanah, serapan hara daun, pertumbuhan dan produksi tanaman dilakukan pada blok tanaman normal dan blok tanaman mengalami LFD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadinya penurunan muka air tanah gambut secara drastis pada saat bulan kering berdampak terhadap penurunan kelembaban gambut, bahkan hingga tanah gambut mengering. Kondisi pengeringan gambut menyebabkan ketersediaan hara dalam tanah dan serapan hara menurun secara nyata, sehingga memicu terjadinya LFD. Serapan hara tanaman yang mengalami LFD berat menurun dengan kisaran penurunan sebesar 25 – 41% untuk hara makro dan 22 – 53% untuk serapan hara mikro. Kondisi LFD berat secara nyata menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit. Penurunan produksi dapat mencapai 27% per tahun dibandingkan dengan tanaman normal. Tanaman mengalami LFD dapat berangsur pulih dengan penerapan water management yang efektif, kontinyu dan terkontrol melalui pengelolaan muka air tanah pada kisaran kedalaman 40-60 cm pada blok tanaman.
<p>Ketiadaan modal keuangan dan hilangnya pendapatan pekebun setelah di masa tanaman belum menghasilkan menjadi alasan utama penyebab tertundanya kegiatan peremajaan di perkebunan sawit rakyat. Kelompok Tani swadaya Sido Makmur yang berlokasi di Riau telah meremajakan kebun seluas 20 hektar dengan sistem tumbang serempak/total disertai dengan sistem tumpang sari tanaman sayuran. Meski sistem ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi, ternyata berhasil diterapkan oleh Kelompok tani ini. Penelitian ini dilakukan untuk 1) mengetahui alasan pekebun memilih melakukan peremajaan dengan sistem tumpang sari, 2) mengetahui manfaat finansial dari penerapan tumpang sari, dan 3) mengetahui dampak sistem tumpang sari terhadap status kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman kelapa sawit pada masa tanaman belum menghasilkan. Penelitian ini dilakukan di Desa Kumain, Kecamatan Rokan Hulu pada Oktober 2019. Analisis data dilakukan menggunakan usahatani tanaman sela dan analisis dampak budidaya tanaman sela terhadap kesuburan tanah di areal tanaman kelapa sawit TBM 1. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam (<em>indepth interview</em>) melibatkan 5 orang anggota kelompok tani. Data yang dikumpulkan meliputi praktik pola tanam dalam setahun, biaya input produksi, harga jual, hasil produksi, dan pendapatan. Selain itu juga dilakukan pengambilan sampel tanah pada 5 titik pengamatan ditiap kebun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem tumpang sari tanaman sela pada kebun kelapa sawit rakyat di Tandun, Rokan Hulu, Riau secara ekonomi layak diusahakan. Hal ini dapat dinilai dari besaran nilai RCR yang lebih dari satu pada seluruh jenis tanaman sela yang diusahakan. Hal ini juga menjelaskan bahwa usahatani tumpang sari tanaman sela berupa tanaman holtikultura dapat menjadi alternatif pendapatan semasa tanaman kelapa sawit tanaman belum menghasilkan. Lebih lanjut, hasil analisis kadar hara tanah dan pertumbuhan vegetatif tanaman antara plot kontrol dan plot tumpang sari memiliki nilai yang cukup serupa. Sehingga dapat dikatakan sistem tumpang sari ini direkomendasikan karena tidak memberikan efek buruk terhadap pertumbuhan tanaman dan kesuburan tanah. </p>
Bakteri endofit merupakan mikroorganisme yang hidup di dalam jaringan tanaman, tidak berbahaya bagi tanaman inang, dan berasosiasi dengan tanaman untuk mendukung kesehatan tanaman. Peran bakteri endofit diantaranya adalah penambat nitrogen bebas udara, menghasilkan fitohormon yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman seperti IAA dan sitokinin. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh inokulasi bakteri endofit dalam meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit, serapan hara, dan potensi pengurangan dosis urea. Penelitian ini dilaksanakan di pembibitan kelapa sawit Kebun Aek Pancur pada tahap main nursery sejak umur 3 bulan hingga 9 bulan. Perlakuan disusun menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan enam perlakuan dan diulang sebanyak empat kali. Perlakuan terdiri dari (1) kontrol; (2) 100% pupuk standar; (3) 25% pupuk urea + inokulasi bakteri endofit (B1N25); (4) 50% pupuk urea + inokulasi bakteri endofit (B1N50); (5) 75% pupuk urea + inokulasi bakteri endofit (B1N75); dan (6) 100% pupuk urea + inokulasi bakteri endofit (B1N100). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan B1N75 merupakan kombinasi perlakuan terbaik yang ditunjukkan dengan tingginya nilai efektif agronomi nisbi (EAN) 5,5% lebih tinggi dari standard dan memiliki performa keragaan serta produksi biomassa kering yang setara dengan 100% pemupukan nitrogen anorganik. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi bakteri endofit dalam penelitian ini mampu menurunkan penggunaan pupuk urea hingga 25%.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.