Masalah tanaman kelapa sawit berupa kering pelepah bagian bawah (low frond desiccation/LFD) sering terjadi pada lahan gambut. Kejadian ini umumnya dikaitkan dengan kondisi fluktuasi muka air tanah gambut yang berpengaruh terhadap kelembaban tanah gambut dan ketersediaan serta serapan hara oleh tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji permasalahan LFD, faktor-faktor penyebab dan upaya pencegahan atau pemulihannya. Kajian LFD telah dilakukan di perkebunan kelapa sawit di lahan gambut daerah Labuhan Batu, Sumatera Utara. Pengamatan meliputi fluktuasi muka air tanah, kondisi kelembaban tanah, sifat kimia tanah, serapan hara daun, pertumbuhan dan produksi tanaman dilakukan pada blok tanaman normal dan blok tanaman mengalami LFD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadinya penurunan muka air tanah gambut secara drastis pada saat bulan kering berdampak terhadap penurunan kelembaban gambut, bahkan hingga tanah gambut mengering. Kondisi pengeringan gambut menyebabkan ketersediaan hara dalam tanah dan serapan hara menurun secara nyata, sehingga memicu terjadinya LFD. Serapan hara tanaman yang mengalami LFD berat menurun dengan kisaran penurunan sebesar 25 – 41% untuk hara makro dan 22 – 53% untuk serapan hara mikro. Kondisi LFD berat secara nyata menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit. Penurunan produksi dapat mencapai 27% per tahun dibandingkan dengan tanaman normal. Tanaman mengalami LFD dapat berangsur pulih dengan penerapan water management yang efektif, kontinyu dan terkontrol melalui pengelolaan muka air tanah pada kisaran kedalaman 40-60 cm pada blok tanaman.
Limitations of potential land for palm oil industry in Indonesia led to the development of mature oil palm plantations leads to marginal lands with various limiting factors. One of the marginal land that could potentially as alternative for palm oil development is the tidal wet lands . The potential of tidal land for oil palm cultivation is mainly related to the flat topography and water availability throughout the year that to minimize the possibility of water deficit . However, there are some critical issues that become limiting for the development of oil palm plantations , which severely hampered drainage , high salinity , the potential content of pyrite , peat depth and maturity , as well as greater investment for infrastructure development . Growth and productivity of oil palm trees in addition to tidal land affected by the improvement in the fertility rate is also influenced by water management . The observation of vegetative ( leaf area ) of oil palm plantations age of 2 years in a swamp area pitu ( pyrite 80-100 cm depth ) showed that the water management in water level of 20-40 cm had greater leaf area ( 2.93 m2 ) compared with water management 0-20 cm ( 2.40 m2 ) and 40-60 cm ( 2.21 m2 ) below the ground surface . According Winarna ( 2007 ) , the productivity of oil palm plantations aged 10 years on acid sulfate soil in North Sumatra with water management and good pyrite can reach the range of 20-24 tonnes FFB / ha / year . The results of the observations made by Harahap and Siregar (2004 ) at the age of oil palm plantation in Betong Krawo 5-6 years ( kedalaan pyrite 50-100 cm ) with water management and pyrite are not maximized , which indicates that the low productivity range 10.86 -12.70 tonnes FFB / ha / year . ABSTRAKKeterbatasan lahan yang potensial untuk industri kelapa sawit di Indonesia menyebabkan pembangunan perkebunan kelapa sawit dewasa ini mengarah ke lahan marjinal dengan berbagai faktor pembatas. Salah satu lahan marjinal yang berpotensi menjadi alternatf untuk pengembangan kelapa sawit adalah lahan rawa pasang surut. Potensi lahan pasang surut untuk budidaya kelapa sawit terutama terkait dengan topografi yang datar dan ketersediaan air sepanjang tahun sehingga memperkecil kemungkinan terjadi defisit air. Meskipun demikian, terdapat beberapa masalah kritis yang menjadi pembatas bagi pengembangan perkebunan kelapa sawit, yaitu drainase yang sangat terhambat, salinitas
Oil palm is an important commodities for plantation sub-sector in Indonesia. The limitation of mineral soils for agriculture directs utilization of peatland for oil palm plantation. The major problem of peatland plantations is Low Frond Desiccation (LFD) due to fluctuation of groundwater. This study observed the responses of oil palm in the main nursery to water stress as well as the changes in physical and physiological properties of plants. This research using factorial randomized block design, replicated three times with two factors (four oil palm varieties and five watering stoppage) to determine plant responses to watering stoppage. The results showed that watering stoppage can increase the LFD incidence, decrease leaf chlorophyll, water content and plant height. The highest incidence and LFD intensity was at 5 weeks watering stoppage with the highest LFD intensity value of 45.67%. LFD started at 2 weeks watering stoppage with LFD intensity ranging from Dumpy variety 17.69%, DxP 540 variety 28.58%, Langkat variety 29,46%, Yangambi variety 38.89%. The oil palm varieties having the highest LFD intensity at 5 weeks watering stoppage were found in the Yangambi variety and the lowest was in the Dumpy variety.
Penelitian ini dilaksanakan di lahan gambut pada Kebun Panai Jaya, PT Perkebunan Nusantara IV, Provinsi Sumatera Utara. Metode pengambilan sampel yang digunakan dengan cara Pit Fall Trap (untuk menjebak fauna permukaan tanah), Barlese Tullgren (untuk melihat fauna tanah yang aktif di dalam tanah) dan membuat lubang (untuk mendapatkan cacing). Metode yang mendapatkan fauna terbanyak yaitu dengan cara Pit Fall Trap. Fauna tanah berkorelasi positif terhadap suhu, kadar air dan respirasi tanah, sedangkan terhadap pH dan C/N berkorelasi negatif. Hasil penelitian menunjukkan, diantara fauna tanah pada plot penelitian, diketahui bahwa jumlah fauna yang paling mendominasi adalah semut rangrang dan diikuti oleh cacing tanah. Baik fauna tanah (makrofauna dan mesofauna) dan mikroorganisme eukariotik tanah (jamur dan bakteri) ditemukan paling banyak pada areal rumpukan kebun kelapa sawit.
Selama empat generasi penanaman kelapa sawit, penggunaan pupuk anorganik dan pestisida di perkebunan kelapa sawit merupakan praktik standar yang umum. Penggunaan pupuk dan pestisida sebagai intensifikasi pertanian akan menimbulkan tantangan tersendiri, di satu sisi produktivitas akan meningkat, tetapi di sisi lain, lingkungan akan menghadapi ancaman serius. Untuk mengatasi penggunaan pupuk kimia dan pestisida, produk hayati muncul sebagai alternatif untuk meminimalkan bahaya terhadap lingkungan. Oleh karena itu, pada tulisan ini akan diulas secara ringkas mengenai produk hayati khususnya pupuk hayati dengan tujuan untuk memberikan informasi pemanfaatan produk hayati di perkebunan kelapa sawit, peluang, dan tantangannya.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.