<p><em>Emosi merupakan kondisi psikologis yang bersumber dari dua faktor dalam hidup manusia, yaitu adanya faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan aspek bawaan dan genetik, yang mana tidak bisa dipisahkan dari bagaimana individu berperilaku dan merespon, akan tetapi bisa di bentuk dan dikendalikan. Serta faktor eksternal merupakan pengaruh lingkungan yang mempengaruhi persepsi subjektif dan komunikasi sosial individu. Kondisi ini merupakan dinamika manusia dalam hidupnya akan tetapi juga bisa menjadi bencana dalam hidup sosial, banyak masalah yang muncul dari manusia yang tidak bisa mengatur emosi mereka dalam berperilaku emosi ini dikenal dengan emosi negatif dalam islam disebut dengan nafsu lawammah dan amarrah. Banyak teknik konseling yang telah dilakukan untuk membantu klien dalam membantu klien mengatur meosi negatifnya tapi teknik tersebut hanya menyentuh permukaan dari kesadaran individu itu saja tetapi tidak menyentuh transendennya diri klien seperti akhlak dan pemikiran yang mendalam akan diri klien. Seperti yang disampaikan oleh Assagioli dengan psikologi transpersonalnya bahwa pikiran dan keinginan diri merupakan diri yang transenden. Begitu juga Al Ghazali mengatakan dalam Tazkiyatun An-Nafs akhlak merupakan pikiran dan hati yang mendalam untuk membantu membentuk emosi positif dan melepaskan yang negatif. Dalam artikel ini akan didiskusikan secara lebih mendalam mengenai emosi, dan aspeknya serta bagaimana tazkiyatun an-nafs bisa disintesiskan sebagai pendekatan konseling untuk membantu melepaskan emosi negatif klien serta artikel ini merupakan pengembangan dari artikel sebelumnya di tahun 2017.<br /><br /></em></p><p><em>Emotion was a psychological condition that came from two factor in human life, internal and external factor. Internal factor was a gift and genetic aspect, that can not be seperated from how an individual to behave and react, but can be shape and control and external factor was an environment influence that affect a subjective perception and social communication of individual. This condition can be a human dynamica in their life but also can be a disaster in social life, there are many problem came from how individual can not control or manage their emotion to behave in their life, this emotion call a negative emotion, in islam call such nafsun lawammah and amarrah. Many technique has been done to help the client in manage of their negative emotion, but that technique only touch on a surface of client’s counscioussness but not a trancendence of their self such an akhlak and deepest mind. Like told by Assagioli in transpersonal psychology that mind and will was a trancendence of self and al ghazali with tazkiyatun an-nafs approach told that akhlak was an deepest mind and heart to shape a positive emotion and release a negative emotion. In this article will discuss for further about emotion and their aspect and also how tazkiyatun an-nafs approach can be a synthesis to help release a negative emotion of client, this article was expanded from article in 2017 before.</em></p>
<p class="Normal1"><em>Human agency</em> adalah konsep bahwa seorang individu memiliki kompetensi dalam perencanaan, disiplin, realisasi dan mengevaluasi perilaku mereka sendiri dalam keadaan hidup termasuk dalam pembelajaran. Ini telah dipelajari dalam pendidikan dengan empat sifat inti seperti sengaja, pemikiran, reaktivitas diri, dan reflektifitas diri membentuk individu sebagai aktor, bukan reaktor. Hal ini dapat digunakan untuk memahami pembelajaran mandiri siswa, karena konsep pembelajaran mandiri memiliki kesadaran diri secara sengaja. Jika individu selalu bergantung pada lingkungannya, itu karena ia tidak memiliki agen dalam keadaan hidupnya. Menurut sebuah penelitian terbaru yang dilakukan pada tahun 2012, telah menemukan bahwa seorang siswa memiliki kurang otonom dalam belajar, dan juga dari survei yang dilakukan pada 2017-2019 ditemukan bahwa 61,50% siswa di 4 sekolah menengah atas memiliki pembelajaran mandiri yang lebih rendah. Fenomena ini mempengaruhi perilaku selingkuh dan menunda-nunda mereka. Pada artikel ini akan membahas kondisi siswa dalam belajar dan memberikan rekomendasi baru dalam perspektif tentang intervensi alternatif dalam praktik bimbingan dan konseling tentang agensi manusia untuk membentuk dan memahami perilaku belajar mandiri dan juga sifat internalisasi agensi manusia dalam proses konseling dalam konteks dalam belajar.</p><p align="center"><em></em><strong><em><br /></em></strong></p><strong><em>Abstract</em></strong><em><em>: Human agency is a concept that an individual has a competencies in planning, discipline, realization and evaluate their own behavior in life circumstance including in learning. It has been studied in education with four core properties such intentionally, forethought, self-reactiveness, and self-reflectiveness shape an individual as an actor, not a reactor. It can be used to understanding a student autonomous learning, because the concept of autonomous learning has a self-cognition purposely. If individual always depends on their environment, that because he does not have an agentic in his life circumstance. According a latest research that conducts in 2012, has found that a student has a lack of autonomous in learning, and also from survey that conduct in 2017-2019 it’s found that 61,50% students in 4 senior high school has lower autonomous learning. This phenomena influence to their cheating and procrastination behavior. On this article will discuss a student’s condition in learning and gives a new recommendation in perspective about alternative intervention in guidance and counseling practice about the human agency to shape and understanding an autonomous learning behavior and also internalization properties of human agency in counseling process in the context in learning.</em><br /></em><strong><em></em></strong>
This discussion based on the reality of adolescents behavior which generally contradicts the prevailing values in the norms and practices of the community in Pontianak region, West Kalimantan, Indonesia. Most adolescents did not consider their self-identity and insufficient psychological performance. Pontianak adolescents, indicating their existence and independent from their obligations. In the humanistic existential view emphasizes self-awareness, meaning and purpose of life and responsible freedom. We tried to internalizes the indigenous values of Saprahan including the values of openness (Seanak Sekemanakan), the value of politeness, care (Senaseb Sepenanggungan), the value of togetherness (Seadat Sepusaka, Sepucuk Setali Darah) as a counseling approach based on the indigenous culture of the Pontianak-Malay community to increase awareness of self-identity of adolescents. Cultural values in counseling approach contains self-awareness of students to understand and find the meaning of life according to the moral messages in the indigenous Saprahan values, because these values are a representation of the moral and cultured youth identity.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.