Abstract. Hasidu LOAF, Jamili, Kharisma GN, Prasetya A, Maharani, Riska, Rudia LOAP, Ibrahim AF, Mubarak AA, Muhasafaat LO, Anzani L. 2020. Diversity of mollusks (bivalves and gastropods) in degraded mangrove ecosystems of Kolaka District, Southeast Sulawesi, Indonesia. Biodiversitas 21: 5884-5892. Mollusks are one of the mangrove organisms whose classes are bivalves and gastropods. It plays an important role in mangrove and marine ecosystems as filter feeders, predators, and herbivores. This study aims to knows the diversity and abundance of mollusks (bivalves and gastropods) in several mangrove ecosystems in the Kolaka coastline as well as the similarity of these locations. This study was conducted in mangrove ecosystems of Induha Village, Mangolo Village, Tahoa Village, and Towua Village of Kolaka District, Southeast Sulawesi, Indonesia, from July to August 2019. This is a transect method stretched along a 100 m line perpendicularly from the seaward. The size of the mollusks subplot was 1 m2 and placed along the line transect. Each line transect comprises 10 subplots. To analyze the diversity index, evenness index, and its abundance, Kaleida Graph 4.0 version was used. This research indicates that the mollusks consist of 4 families of bivalves with 6 species and 10 families of gastropods with 182 species. It also found out 23 species of mollusks scattered to each location. The molluscan species which spread in all four mangrove ecosystems were Terebralia sulcata, Nerita planospira, and Batillaria multiformis. In Induha, the mollusks species were Anadara notabilis and Drupella margariticola. Meanwhile, Saccostrea cucullata, Pirenella incisa, Clithon oualaniensis, and Clithon pulchellum were only found in Towua. The diversity index of bivalves in each location was categorized as low diversity index category, as well as gastropods were categorized as medium diversity index. The highest diversity index of gastropods was in Induha (H' = 1.96). It was supported by the good mangrove ecosystem for mollusks' habitat. The lowest diversity index of gastropods was in Towua (1.41). This research depicts that three kinds of species with high abundance rate whose rates were >1 ind/m2are located in two different locations namely; P. incisa (3.9 ind/m2) and S. cucullata (3.2 ind/m2) in Towua and followed by B. multiformis (2 ind/m2) and Isognomon ephippium (1.2 ind/m2) in Mangolo.
Kecamatan Tanggetada memiliki areal padang lamun yang luas dan sering dimannfaatkan oleh masyarakat. Padang lamun di daerah ini belum terkonfimasi secara ilmiah baik itu dari jenis, kerapatan dan komunitas lamunnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan kerapatan lamun di Kecamatan Tanggetada. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode transek kuadrat pada areal 100 m2 ditiap stasiun. Lokasi penelitian berada di 3 stasiun yaitu Stasiun 1 di Kelurahan Tanggetada, Stasiun 2 di Desa Palewai dan Stasiun 3 Kecamatan Anaiwoi. Hasil penelitian, ditemukan 6 jenis lamun tersebar di Kecamatan Tanggetada yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Halodule uninervis, Halophila ovalis, dan Syringodium isoetifolium. Kerapatan lamun termasuk dalam kategori rapat dan jarang. Stsiun 1 memiliki kerapatan lamun yang tinggi dengan ketegori rapat yaitu 160.46 ind/m2, kemudian Stasiun 2 dengan kerapatan lamun agak rapat yaitu 117.49 ind/m2 dan Stasiun 3 dengan kerapatan lamun yang rendah dengan kategori jarang yaitu 60.59 ind/m2. Thalassia Hempricii merupakan lamun yang memiliki nilai kerapatan paling tinggi dibandingkan jenis lamun lainnya.
Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu organisme laut yang rentan terhadap perubahan lingkungan perairan. Salah satu dampak akibat perubahan lingkungan tersebut adalah munculnya berbagai penyakit dan gangguankesehatan karang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terumbu karang dan mengindetifikasi jenis-jenis penyakit dan gangguan kesehatan yang mengancam ekosistem terumbu karang di perairan Desa Langgapulu. Metodetransek garis (line intercept transect) sepanjang 50 m digunakan untuk menggambarkan kondisi terumbu karang dengan melihat persentase penutupan karang hidup, karang mati, alga, dan keberadaan biota lainnya. Metode belt transek dengan ukuran 5 m x 50 m digunakan untuk mengidentifikasi penyakit dan gangguan kesehatan karang, pada 4 stasiun pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di perairan tersebut dalam kategorisedang hingga buruk/rusak. Jenis penyakit karang yang ditemukan pada perairan ini yaitu Black Band Disease (BBD), Brown Band Disease (BRBD), Dark Spots Disease (DSD), Pink Boctch (PB), Skeletal Eroding Band (SEB), dan White Syndromes (WS). Gangguan kesehatan karang umumnya disebabkan karenapemutihan karang (Bleaching), Crown of Thorns Starfish, Growth Anomalies, Pigmentation Response, Sediment Damage, dan Tube Former. Penurunan kualitas lingkungan perairan sangat berperan terhadap munculnya berbagai penyakit dan gangguan terhadap kesehatan karang, yang berdampak pada gangguan secara fisiologis bagi biota karang.
Kerang Abalone termasuk dalam Famili Haliotidae juga dikenal dengan sebutan kerang mata tujuh, mempunyai kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan nutrisi selama pengolahan abalon (H.asinina) kering. Kerang Abalon yang digunakan yaitu abalon berukuran 7 cm yang diperoleh dari Pulau Saponda Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara. Rangkaian pengolahan abalon kering dimulai dari pembersihan abalon segar dengan memisahkan cangkang dari dagingnya, penggaraman selama ±12 jam, pengukusan selama ± 30 menit hingga pengeringan oven selama ±2-3 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat daging abalon segar yang dapat dikonsumsi seberat 4.586,00 g atau sebesar 45,86% dan yang tidak dapat dikonsumsi seberat 5414,12 g atau sekitar 54,14% berupa cangkang 7,88% dan organ visera 46,25%. Kandungan air yang terus mengalami penurunan mulai dari abalon segar, setelah penggaraman, setelah pengukusan hingga kering masing-masing 83,9%; 76,14%; 71,90% dan 28,47%, diikuti oleh kadar lemak masing-masing 7,86%; 2,87%; 2,12% dan 1,71%. Sementara, proporsi kandungan protein terus mengalami peningkatan masing-masing 11,22%; 16,90%; 20,65% dan 42,38%. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kandungan nutrisi Abalon semakin meningkat setelah melalui proses pengolahan. Abalone shells are included in Haliotidae family, also known as seven eye shells, have a fairly high nutritional content. This study aims to determine the nutritional content during the processing of dried abalone (H. asinina). The abalone shells used were abalone measuring 7 cm which was obtained from Saponda Island, Konawe Regency, Southeast Sulawesi Province. The series of dried abalone processing starts from cleaning fresh abalone by separating the shell from the meat, salting for ± 12 hours, steaming for ± 30 minutes to oven drying for ± 2-3 days. The results showed that the weight of fresh abalone meat that could be consumed was 4.586,00 g or 45.86% and the uneaten weight was 5414.12 g or about 54.14% in the form of shell 7.88% and visceral organs 46.25. %. The water content which continued to decrease starting from fresh abalone, after salting, after steaming to drying was 83.9% respectively; 76.14%; 71.90% and 28.47%, followed by fat content of 7.86%, respectively; 2.87%; 2.12% and 1.71%. Meanwhile, the proportion of protein content continued to increase by 11.22% respectively; 16.90%; 20.65% and 42.38%. Based on the results of the study, the nutritional content of abalone increased after going through the processing process.
Karang merupakan ekosistem yang unik dan spesifik yang terdapat di perairan tropis, serta rentan terhadap perubahan lingkungan perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar persentase tutupan terumbu karang dan indeks mortalitas terumbu karang di Perairan Pomalaa. Pengambilan data terumbu karang dilakukan pada kedalaman 3 meter untuk mewakili perairan dangkal dan 7 meter untuk mewakili perairan dalam, yang masing- masing terdiri pada 4 titik pengamatan. Parameter kualitas air yang diukur langsung di lapangan adalah, suhu, salinitas, ph, kecerahan perairan dan kecepatan arus menggunakan alat Water Quality Checker (TOAA) dan untuk analisis nitrat dan fosfat dilakukan di Laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas perairan pada setiap stasiun penelitian tidak terdapat perbedaan yang begitu jauh. Kondisi terumbu karang di perairan Pomalaa pada kedalaman 3 m dikategorikan dalam kondisi rusak, dengan persentase penutupan karang hidup berkisar 11,85% - 22,07%. Pada kedalaman 7 m rata-rata dalam kondisi sedang-rusak, dengan persentase tutupan berada pada kisaran 16,13% - 28,81%. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman karang secara umum rendah, sehingga tidak ada jenis karang yang mendominasi. Tingkat kematian terumbu karang di perairan Pomalaa tergolong tinggi pada kedalaman 3 meter yaitu 0,75 artinya 75% terumbu karang mengalami kondisi buruk hingga mengalami kematian, begitu pula pada kedalaman 7 meter, angka tertinggi indeks mortalitas yaitu 0,63 artinya 63% terumbu karang pada kedalaman 7 meter mengalami kondisi buruk hingga mengalami kematian.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.