<p>Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi kebijakan dalam penataan kawasan sempadan sungai di Kota Banjarmasin. Pemerintah Kota Banjarmasin mengupayakan pencegahan penggunaan sempadan sungai untuk kawasan yang belum terganggu oleh peruntukan lain dan upaya penertiban bagi pelanggaran sempadan sungai yang telah digunakan untuk peruntukan lain melalui Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 31 Tahun 2012 tentang Penetapan, Pengaturan, Pemanfaatan Sempadan Sungai dan Bekas Sungai. Penelitian ini menggunakan pendekatan <em>socio legal</em>, yaitu dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang sempadan sungai, kemudian diperkuat dengan studi lapangan menggunakan teknik <em>purposive accidental sampling</em><em>.</em> Hasil dari penelitian ini adalah telah terjadinya alih fungsi lahan sempadan sungai di Kota Banjarmasin menjadi permukiman penduduk yang disebabkan ketidaktahuan masyarakat tentang ketentuan-ketentuan mendirikan bangunan di kawasan sempadan sungai. Implementasi Perda mengalami beberapa hambatan, <em>pertama</em> dikarenakan kondisi <em>eksisting</em> dimana masyarakat Kota Banjarmasin secara lokal budaya memang masyarakat yang bertumbuh di pinggiran sungai, dan <em>kedua</em> karena pengaturan jarak sempadan sungai yang cukup lebar dinilai kurang sesuai dengan kondisi geografis Kota Banjarmasin dengan wilayah yang sempit namun dialiri oleh banyak anak sungai.</p>
The Regional government which carried out based on the principle of autonomy as wide as possible implies that the regions are given the authority to regulate and manage all their own affairs. So, this study tried to conduct a study of normative law to further examine the nature of the implementation of regional autonomy, and the second tried to analyze the role of regional regulations in order to support the implementation of regional autonomy through library research using the statute approach and conceptual approach. The results of the study indicated that one of the important ideals and rationalities for implementing regional autonomy was to make the policy process closer to the society, not only in the central government. For this reason, authority needs to be given so that local governments can take their own initiative to make decisions regarding the interests of the local community through laws at the local government level. Thus, the contents of the Regional Regulations are to accommodate the interests of the people in the regions in order to achieve happiness and prosperity that is distributed equally to the people in the area.Pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi yaitu memberi dan melaksanakan rumah tangga itu sendiri. Untuk alasan ini, penelitian ini adalah studi hukum normatif untuk memeriksa lebih lanjut tentang pelaksanaan otonomi daerah dan pendekatan lain yang dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan perpustakaan menggunakan pendekatan Statuta dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu cita-cita dan rasionalitas penting pelaksanaan otonomi daerah adalah membuat proses lebih dekat dengan masyarakat, tidak hanya di pemerintah pusat. Untuk alasan ini, perlu mengisi ruang sehingga pemerintah dapat mengambil inisiatif sendiri untuk membuat keputusan tentang lingkungan masyarakat melalui peraturan di tingkat pemerintah daerah. Ini adalah konten materi dari Peraturan Daerah pada dasarnya untuk mengakomodasi manfaat masyarakat di daerah dalam rangka mencapai kebahagiaan dan kemakmuran yang didistribusikan secara merata kepada orang-orang di daerah tersebut.(The regional government is carried out based on the principle of autonomy is giving and carrying out the household itself. For this reason, the research is normative legal studies to examine more about the implementation of regional autonomy and other approaches that can be analyzed using the library approach using the Statute approach and the conceptual approach. The results of the study show that one of the important ideals and rationalities of the implementation of regional autonomy is to make the process closer to the community, not only in the central government. For this reason, it is necessary to fill the space so that the government can take its own initiative to make decisions about the community environment through a regulation at the regional government level. This is the material content of the Regional Regulation is essentially to accommodate the benefits of the community in the area in order to achieve happiness and prosperity that is evenly distributed to the people in the area).
The result of research shown that the system of responsibility of the President after the amendment of the 1945 Constitution is a system of legal liability in the constitutional system, namely accountability with material of violation of law in the form of criminal law and political action conducted in the term of office. The forms of responsibility of the President are the accountability of criminal and / or political accountability due to the inability to fulfill the obligation as President of RI which then qualified as legal liability in state administration system with the highest sanction is dismissal from office.The accountability procedure is upheld by state institutions by presenting three different state institutions' roles, namely the People's Legislative Assembly as the only institution that has the authority to demand, the Constitutional Court as the institution authorized to examine, hear and decide upon the violation of law, and MPR as the only authorized institution impose sanctions in the form of dismissal from office (impeachment).
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan evaluasi terhadap implementasi pengaturan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada kawasan lingkungan lahan basah di Kota Banjarmasin, agar Pemerintah Kota Banjarmasin dapat meningkatkan fisik kawasan kota dengan menyusun formulasi kebijakan terkait eksistensi dari pengaturan Izin Mendirikan Bangunan setelah lahirnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dengan berbasis pada kelestarian lingkungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan socio legal, yaitu dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Izin Mendirikan Bangunan, kemudian diperkuat dengan studi lapangan menggunakan teknik purposive accidental sampling. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa implementasi pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan di kota Banjarmasin menghadapi beberapa kendala baik internal maupun eksternal. Sementara pasca lahirnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja membawa perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam perizinan bangunan, diantaranya adalah perubahan istilah dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menjadi PBG (Persetujuan Bangunan Gedung), termasuk juga ketentuan lainnya sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksana Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, hal ini tentu harus diikuti pula oleh peraturan perundang-undangan di tingkat daerah, yakni Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 15 Tahun 2012 tentang Izin Mendirikan Bangunan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.