Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keberadaan corpus luteum (CL) pada ovarium kerbau terhadap kualitas oosit dan tingkat maturasi oosit secara in vitro. Sebanyak 30 ovarium yang berasal dari RPH kemudian dikelompokkan berdasarkan keberadaan CL. Setelah itu oosit dikoleksi secara slicing, oosit yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan kekompakan sel kumulus dan status sitoplasma. Maturasi pada medium Tissue Culture Medium-199 (TCM-199) yang ditambahkan Penstrep, Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG), Hormone Chorionic Gonadotrophin (hCG) dan 3% BSA. Maturasi in vitro dilakukan pada suhu 38,5 o C selama 24 jam di dalam inkubator dengan konsentrasi CO 2 5%. Evaluasi tingkat kematangan inti diklasifikasikan menjadi germinal vesicle (GV), germinal vesicle break down (GVBD), metafase I (MI), Anafase/telophase (A/T) dan metafase II (MII). Hasil penelitian menujukkan status reproduksi tidak signifikan (P>0,05) mempengaruhi kualias oosit kerbau. Persentase oosit berkualitas baik (Grade A dan B) pada masing-masing kelompok adalah 53,76% dan 50,19%. Selanjutnya hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05) pada tingkat maturasi di antara kedua kelompok ovarium. Persentase oosit yang mencapai tahap MII adalah sebesar 61,22% dan 62,62% pada masing-masing kelompok. Dari penelitian ini dapat disimpulkan kualitas oosit dan tingkat maturasi oosit yang mampu mencapai tahap MII tidak signifikan dipengaruhi oleh status reproduksi ovarium.
Latar Belakang : Eicosapentaenoic acid (EPA) mempunyai efek sebegai imunomodulator dan meningkatkan status gizi terutama dalam kaitannya dengan tumor kakeksia pada penderita dengan keganasan, Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian eicosapentaenoic acid (EPA) terhadap jumlah sel T CD8+ pasien duktus invasif kanker payudara yang menjalani kemoterapi.
Metode : Penelitian eksperimental pada pasien wanita dengan karsinoma duktus invasif payudara stadium IIIB yang menjalani kemoterapi Cyclophosphamide Adriamycin Fluorouracyl (CAF) siklus I dibagi menjadi 2 kelompok : tanpa pemberian EPA (kontrol) dan diberikan EPA 225 gr/hari selama 21 hari (perlakuan). Jumlah sel T CD8+ dalam darah perifer pasien diukur sebelum dan sesudah 21 hari setelah terapi.
Hasil : Empatpuluh pasien mendapat kemoterapi CAF siklus I, terdiri dari 20 orang kelompok perlakuan dan 20 orang kelompok kontrol. Jumlah sel T CD8+ setelah terapi pada kelompok perlakuan lebih tinggi secara bermakna 1131,7sel/µl (483 – 3506) dibanding kelompok kontrol 631,8 sel/µl (227 – 1616) ( p< 0,05) dan diperoleh selisih jumlah sel T CD8+ yang berbeda bermakna sebelum dan 21 hari setelah kemoterapi pertama pada kedua kelompok penelitian ( p<0,001).
Kesimpulan : Suplementasi EPA meningkatkanjJumlah sel T CD8+ dalam darah perifer pasien karsinoma duktus invasif payudara stadium III B yang dilakukan kemoterapi.
Kata kunci : karsinoma duktus invasif payudara, Eicosapentaenoic acid (EPA), kemoterapi, CD8+
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.