PendahuluanSetiap individu pasti mengharapkan kebahagiaan dalam hidupnya, bahkan hampir setiap individu mendambakan kehidupan yang bahagia. Menurut Seligman (2006) kebahagiaan dikenal dalam Psikologi Positif, namun sampai saat ini masih banyak perbedaan pendapat mengenai bagaimana kebahagiaan bisa terjadi dan apa penyebabnya. Pada dasarnya kebahagiaan merupakan bagian dari kesejahteraan, yang biasa disebut sebagai hedonik. Menurut Seligman (2006) kebahagiaan dipengaruhi oleh dua emosi dasar yaitu emosi positif dan emosi negatif pada diri seseorang. Lebih lanjut ditunjukkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Diener dan Ryan (2009) individu akan merasa lebih bahagia apabila berada di sekitar orang lain.Kebahagiaan akan dirasakan semua kalangan usia, terutama bagi remaja. Hurlock (2009) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 tahun) dan remaja akhir (16 atau 17 hingga 18 tahun). Terdapat perbedaan masa remaja disebabkan pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa. Remaja diartikan sebagai masa transisi antara anak-anak dan dewasa, yang dapat memengaruhi segala aspek kehidupan seperti perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional.Menurut Hurlock (2009) remaja dengan penyesuaian diri yang buruk cenderung paling tidak bahagia selama masa remajanya, hingga secara perlahan berkurang ketika dapat mengatasi masalah tersebut, maka periode ketidakbahagiaan juga akan berkurang. Ketidakbahagiaan pada Pemaknaan Kebahagiaan oleh Remaja Broken Home AbstrakKebahagiaan merupakan dambaan bagi setiap manusia termasuk remaja. Namun, perceraian orang tua dapat berdampak terhadap kebahagiaan remaja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat kebahagiaan pada remaja yang orang tuanya bercerai. Data pada penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode kualitatif dengan desain studi kasus. Pemilihan subjek menggunakan teknik purposive sampling. Responden pada penelitian ini merupakan seorang remaja laki-laki yang orang tuanya telah bercerai. Pengumpulan data penelitian dengan cara wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden memiliki tiga aspek kebahagiaan yaitu, kehidupan yang menyenangkan, kehidupan yang bermakna, dan keterlibatan diri.
Subjective wellbeing is a negative or positive assessment of the experience experienced in all aspects of life. The purpose of this study was to identify the subjective welfare level of scavengers based on sociodemography. Using a quantitative approach with survey design methods and with incidental sampling techniques, the sample in the study involved 87 scavengers composed of 41 men and 46 women, aged 17-55 years, and domiciled in Banda Aceh. Subjective prosperity was measured using Satisfaction with Life Scale (SWLS) and Scale of Positive and Negative Experience (SPANE). The analysis methods used were descriptive statistics and chi square test for independent. The result of chi square statistic analysis showed that there was no correlation between subjective welfare of the scavengers in sociodemographic group (gender p > 0.05; age p > 0.05; last education p > 0.05; marital status p > 0.05; income p > 0.05). The result of descriptive analysis showed that the dominant research subjects were at high subjective well-being level (58 subjects or 66,7%).
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.