Latar Belakang: Jumlah perokok di Indonesia pada tahun 2021 sebanyak 28,96%. Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan menekankan pemberlakuan KTR dalam surat bernomor 188/Menkes/PB/I/2011 dan No.7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok. Pelaksanaan KTR baik di puskesmas maupun rumah sakit masih memiliki berbagai permasalahan. Tujuan: Menganalisis pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di fasilitas pelayanan kesehatan. Metode Metode yang digunakan pada penulisan literature review ini adalah traditional literature review. Sumber data yang digunakan berasal dari google scholar dan portal garuda. Artikel yang telah diperoleh dari sumber data, selanjutnya dilakukan screening untuk memperoleh artikel yang sesuai dengan topik penelitian. Setelah dilakukan screening mendapatkan 15 artikel yang sesuai. Hasil:. Terdapat 6 artikel terkait fasilitas tempat khusus untuk merokok yang menyatakan pembangunan tempat khusus untuk merokok terkendala oleh kurangnya anggaran dana dan tidak tersedia ruangan kosong. Terdapat 12 artikel terkait pemberian sanksi yang menyatakan sanksi yang diberikan kepada pelanggar kebijakan hanya berupa teguran lisan. Terdapat 4 artikel terkait pembentukan satgas yang menyatakan tidak adanya pembentukan satgas dalam pelaksanaan kebijakan terkendala oleh ketersedian jumlah petugas fasyankes. Kesimpulan: Pembangunan tempat khusus untuk merokok, pemberian sanksi yang tegas dan pembentukan satgas KTR sangat penting dilakukan dalam pelaksanaan kebijakan KTR. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka pelaksanaan kebijakan KTR tidak akan berjalan dengan baik.
Derajat kesehatan santri perlu ditingkatkan dengan edukasi personal hygiene, dan didukung kebijakan Ponpes yang berperan untuk mewujudkan Pesantren Sehat. Jenis penelitian ini kualitatif induktif dengan metode deskriptif. Sampel penelitian, semua petugas dan stakeholder terkait di Ponpes Ammanatul Ummah Surabaya. Variabel yang diamati: kebijakan ponpes, SDM, ketersediaan dana, fasilitas kesehatan, kegiatan edukasi personal higiene, kegiatan menjaga kebersihan lingkungan ponpes, kegiatan mengonsumsi menu gizi seimbang. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam berdasar variabel yang diamati, dianalisis secara tematik, informasi dari data sekunder diintegrasikan dengan informasi hasil wawancara/diskusi. Hasil penelitian: kebijakan ponpes mengacu pada Permenkes No. 1 tahun 2013. SDM berasal dari tim kesehatan dan para alumni. Dana berasal dari yayasan. Fasilitas kesehatan yang dimiliki berupa UKS dan Pos Pesantren Tangguh dalam keadaan baik. Tingkat pengetahuan santri, santri memahami pentingnya pesantren sehat baik dengan motivasi kesehatan atau agama. Kesadaran santri menerapkan personal hygiene, santri memperhatikan kebersihan badan, baju dan lingkungannnya, dengan dimotivasi pembimbing. Personal higiene dipantau setiap hari kecuali: cek kebersihan kuku satu minggu sekali, cek kebersihan rambut dua minggu sekali. Kegiatan menjaga kebersihan lingkungan Ponpes oleh petugas kebersihan dan santri. Pemenuhan gizi seimbang para santri diperoleh dari menu yang disiapkan oleh ponpes, kebutuhan buah diperoleh dengan membeli di kantin ponpes.
Immunization has proven to be one of the most important public health efforts. The immunization program has shown remarkable success and is a very cost-effective effort in preventing infectious diseases (MOH, 2003). Immunization has also saved so many lives compared to other public health efforts. Very important role of measles immunization in reducing child mortality, so measles immunization become one of indicator in achieving fourth goal of MDGs that is decrease child mortality rate. In this case, what is seen is the proportion of one-year-old children who get measles immunization (WHO, 2014 in the Ministry of Health RI, 2014). The design of this study was cross-sectional with a retrospective approach. The target of this research is all people in Indonesia who are positive for measles. The data used are secondary data derived from the Health Profile of Indonesia Year 2015, to describe the implementation of measles control program in Indonesia in 2016. The variables measured in this study include the success rate of measles immunization coverage in Indonesia in 2016 and the extent of the decrease in measles incidence rate as the impact of measles immunization coverage program in Indonesia in 2016. The overall data used in this study is obtained from data health that is reported on the Health Profile of Indonesia Year 2015. Statistical method used is parametric statistics with the test used is Simple Linear Regression with the help of computer software that is SPSS to help analyze the regression results between the dependent variable and independent variables. The results showed that all infants in Jambi, West Nusa Tenggara, South Sumatera, Central Java and Lampung provinces had measles immunization. Meanwhile, the lowest coverage is Papua with 62.40%, followed by Aceh with 69.60% and West Papua with 73.69%. Then the result of analysis by using simple linear regression statistic test showed that the measles immunization coverage program has an effect on the incidence rate of measles disease with significance value equal to 0,035. In addition, from the research results obtained information that an effective way to prevent measles is the immunization of children under the age of 9 months (<1 year). During the period 2000-2013, measles immunization succeeded in reducing 15.6 million (75%) deaths from measles in Indonesia.
Abstrak Di era MEA ini, kepuasan pelanggan akan pelayanan jasa kesehatan salah satunya disebabkan oleh bagaimana pelaksanaan bauran pemasaran. Bauran pemasaran yang bisa dikatakan paling terkini untuk saat ini yaitu bauran pemasaran 9P. Salah satu organisasi penyedia jasa kesehatan di Indonesia yang telah melaksanakan bauran pemasaran 9P yaitu Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya. Namun, dari 9 komponen ini implementasinya masih belum optimal terutama untuk Public relations dan Power. Variabel Public relations dan Power sangat penting untuk mendukung terciptanya kepuasan konsumen yang berkelanjutan. Maka, pihak rumah sakit perlu memperhatikan kembali aspek bauran pemasaran demi menjaga kepuasan pasien dan menjaga respon baik pasien sebagai upaya rumah sakit dalam mempertahankan pelanggan lama untuk tetap memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan. Penelitian ini termasuk jenis penelitian observasional sedangkan disain penelitian adalah penelitian cross sectional. Besar sampel penelitian ini sejumlah 87 responden yang ditentukan dengan menggunakan rumus yang digunakan untuk penelitian yang bersifat survei atau observasional. Variabel yang diamati adalah efektivitas pelaksanaan Marketing Mix (9P) mulai variabel Product, Price, Place, Promotion, People, Process, Physical Evidence, Public relations, Power terhadap kepuasan pelayanan. Analisis data dilakukan dengan tabulasi silang dan analisis pareto 80/20. Hasil penelitian menunjukkan Marketing mix product, place, promotion, people, process, physical evidence, public relation, power belum efektif karena pasien yang sangat puas masih dibawah 80%. Hanya Marketing Mix price responden yang cukup puas 100% dan ini bisa dikatakan cukup efektif karena melebihi 80%. Sedangkan Marketing Mix 9P dikatakan belum efektif karena walaupun sebagian responden mengatakan sudah cukup optimal namun pasien yang cukup puas masih dibawah 80%. Kata Kunci: efektivitas marketing mix 9P, Marketing mix 9P, Marketing mix 9P terhadap kepuasan pelayanan
Indonesia is famous for its rich herbs. Typically, these herbs are used as flavoured vegetables, medicinal plants, dried fruit and medicinal plants that are packed in the form of herbs. Some herbs are very good for curing and healing. During the COVID-19 pandemic, the need for spices is getting higher, but prices are also high. This has an impact on the cost of community needs. Community service aims to use herbs to improve the immune system in the face of COVID-19. Besides, for the use of the house yard by planting herbs as traditional medicinal plants with community empowerment. The methods used were counselling about spice plants, dividing spice plant seeds, and practising directly growing spices. The community service subjects were 41 residents Taman District on Provinsi of Sidoarjo, especially in a community group on 25 in Citizens Association of 10 Bohar Village, Taman Sidoarjo District. According to the results of the evaluation of the participant's knowledge assessment, according to the results of the pre-test and post-test evaluations, it was found that most of the participants experienced an increase in knowledge of spices (56.1%). Most residents (85%) prefer the direct practice method of planting spices because it is easier to understand right away. The conclusion indicated the effectiveness of the introduction and use of spices in increasing knowledge and direct cultivation practice. The next community service activity is to provide assistance and train residents in environmental cadre formation activities and the formation of TOGA plants. The output of this community service activity is a report that has been submitted in a journal and an increase in public understanding and awareness by planting spices.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.