Teknologi budidaya udang vaname superintensif menjadi orientasi sistem budidaya masa depan dengan konsep low volume high density, yaitudikembangkan dengantidak memerlukan lahan yang luas sehingga mudah dikontrol,namun memiliki produktivitas yang tinggi. Lingkungan dan hamparan budidaya yang terkontrol dengan manajemen limbah yang baik diharapkan menjadi satu sistem budidaya udang vaname yang produktif, menguntungkan dan berkelanjutan. Tujuan penelitian yaitu mengevaluasi performansi kinerja budidaya udang vaname, mengidentifikasi masalah dan merumuskan usulan intervensiserta menganalisis aspek ekonomi berkaitan dengan keuntungan yang diperoleh sesuai dengan usulan intervensi.Penelitian dilaksanakan pada tanggal 26 Februari – 26 Mei 2018 di PT. DLA, Garut Jawa Barat. Penelitianmenggunakan pendekatan deskriptif dengan mengamati dan mengikuti seluruh rangkaian proses produksi. Performansi kinerja budidaya yang diukur adalah produktivitas, SR, FCR, pertumbuhan dan kualitas air sebagai data pendukung, identifikasi masalahdigunakanRoot Cause Analysis dan Fishbone Analysis. Sementara itu analisis Rugi/Laba, BC ratio, ROI digunakan untuk mengkaji aspek ekonomi.Hasil menunjukkan bahwa performansi kinerja budidaya tambak superintensif di PT. DLA secara umum belum optimal,produktivitas yang diperoleh sebesar 42 ton/ha dengan padat tebar 350 - 500 ekor/m2, masa pemeliharaan 80 hari dengan ukuran size panen 78, serta persentase SR yang masih di bawah target yaitu 25% dengan nilai rata-rata SR 80% dan FCR 20% yang melebihi target, yaitu 1,7. Akar dari permasalahan yang ditimbulkan yaitu penyakit IMNV yang menyebakan perfomansi kinerja budidaya belum mencapai target produksi. Perusahaan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 81.549.872 per tahun dengan nilai B/C ratio 1,022 dengan tingkat persentase modal usaha PT. DLA adalah 10%. Usulan pemecahan masalah secara jangka pendek, menengah dan panjang diperoleh berdasarkan data skoring berdasarkan efesiensi biaya, kemudahan dan dampak yang diperoleh. Lost income dari performansi kinerja budidaya yang tidak sesuai dengan target produksi sebesar Rp. 593.535.999 per tahun.
Keberhasilan budidaya ditentukan oleh pakan yang berkualitas baik khususnya yaitu pada fase pembenihan. Pakan yang baik merupakan pakan yang berkualitas tinggi sehingga dapat memberikan nutrien dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan larva. Pakan alami yang biasa digunakan adalah cacing sutra (Tubifex sp). Penelitian ini bertujuan mengetahui konsentasi dosis pakan tehadap biomassa cacing sutra (Tubifex sp). Penelitian ini mengunakan metode eksperimen dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan variabel uji yaitu berupa perbedaan dosis pakan di antaranya 0, 5, 10, 15, dan 20 g yang diberikan selama 21 hari. Pakan yang diberikan merupakan hasil fermentasi dengan komposisi di antaranya yaitu silase ikan 25%, limbah sayuran 10%, dedak 25%, dan ampas tahu 40%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakukan E (20 g pakan) memiliki pertumbuhan mutlak rata-rata tertinggi yaitu sebesar 40,96±1,40 g/wadah dengan produtivitas tertinggi pula yaitu 446,36±11,67 g/m2/siklus. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakukan E memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,005) terhadap pertumbuhan cacing sutra, menunjukan bahwa rata-rata pertumbuhan kelima perlakuan berbeda secara signifikan.KATA KUNCI: Cacing sutra, pakan organik, pertumbuhan.
Shrimp farming has contributed a large share in Indonesia’s aquaculture portfolio for at least a decade, and a national plan to increase shrimp production by 250% has been recently laid out. However, boosting shrimp productions could lead to unintended consequences in environmental and socio-economic negative impacts. The rapid development of vannamei farming in Java has increased coastline land clearings and demands of fertilizers, feeds, and chemicals to sustain the farming activities. Such pressures will eventually lead to a reduced environmental capacity and the farming efficiency itself. This study aimed to study the environmental impacts and business performance of intensive shrimp farming in Indonesia. The study was conducted in Aquaculture Business Center (ABC) in Karawang for four months, from July to October 2020. In-situ and ex-situ measurements of water quality parameters were done at six sampling stations directly post-harvest water discharge. The measured parameters consisted of temperature, pH, dissolved oxygen, ammonia (NH3), nitrite (NO2), nitrate (NO3), phosphate (PO4), alkalinity, and salinity. Pollution Index (PI) was used as the primary method to determine the environmental impacts of the shrimp farming. The R/C Ratio was used to analyze the business performance of the company. The results showed that the water quality index in the ABC area was categorized as lightly polluted in station 1 (PIj 4.52) and station 5 (PIj 4.37), moderately polluted in station 2 (PIj 6.24), station 3 (PIj 6.72), and station 4 (PIj 6.13) and heavily polluted in station 6 (PIj 111.06). The determined R/C ratio was 1.10, meaning that the shrimp farming is classified as economically profitable. Although the shrimp farming’s economic performance value is very good, the water conditions affected by waste from the shrimp pond culture will reduce the R/C ratio in the future if not properly managed.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.