ABSTRACT Red dragon fruit are a fruit that have a high antioxidants while banana are fruits that have a high carbohydrate and dietary fiber. Fruits are easy to spoil because of their properties are perishable and the way to increase shelf life is by processing it into fruit leather. Fruit leather is a snack that made from fruit and dried so they have a plastic and chewy texture. Besides that, processing fruit can also diversified fruit processing product. The aims of this research was to determine the best combination of red dragon fruit with banana in making fruit leather. The method that used in this study was a completely randomized design (CRD) with a single factor, consisting 5 treatment P1 = dragon fruit 100%: banana 0%; P2 = dragon fruit 75%: banana 25%; P3 = dragon fruit 50%: banana 50%; P4 = dragon fruit 25%: banana 75% and P5 = dragon fruit 0%: banana 100% with 3 times repetitions. The data of the research were analyzed using Analysis of Variance at alpha 5% using SPSS 16 and tested continued using the test of Honest Real Difference (HRD) if there was real difference. The results showed that processing of fruit leather from mixture of red dragon fruit and bananas gave a significantly difference effect on chemical quality (moisture content and vitamin C) but gave not significant effect on ash content. Fruit leather with a mixture of red dragon fruit and banana that suitable with SNI No. 1718-83 for moisture content (<25%) are treatments P1, P4 and P5, respectively 24.24%; 21.8% and 23.30%. The highest vitamin C was produced in treatment P1, which was 84.07 mg/g. Keywords: dragon fruit, fruit leather, bananaABSTRAKBuah naga merah merupakan buah yang memiliki kandungan antioksidan yang tinggi, sedangkan buah pisang merupakan buah yang mengandung karbohidrat dan serat tinggi. Buah mudah mengalami kerusakan dan cara yang digunakan untuk meningkatkan masa simpannya adalah dengan cara mengolahnya menjadi Fruit Leather. Fruit leather merupakan makanan yang berasal dari buah yang dihancurkan dan dikeringkan dengan tekstur plastik dan kenyal serta rasa yang manis. Selain itu pengolahan juga dapat menganekaragamkan produk olahan buah-buahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi terbaik dari buah naga merah dengan pisang kepok dalam pembuatan fruit leather. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan faktor tunggal yaitu konsentrasi buah naga merah dan pisang kepok (P1= buah naga 100%: pisang kepok 0%; P2= buah naga 75%:pisang kepok 25%; P3= buah naga 50%:pisang kepok 50%; P4= buah naga 25%:pisang kepok 75% dan P5= buah naga 0%:pisang kepok 100%) dengan 3 kali ulangan. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar kimia yang meliputi kadar air, kadar abu dan kadar vitamin C. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis keragaman (Analysis of Variance) pada taraf nyata 5% dengan menggunakan SPSS 16 dan apabila terdapat beda nyata dilakukan uji lanjut dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan penambahan buah naga merah dan pisang kepok berpengaruh terhadap kadar air dan kadar vitamin C. Fruit leather dengan campuran buah naga merah dan pisang kepok yang memenuhi standar SNI No. 1718-83 untuk kadar air (<25%) adalah perlakuan P1, P4 dan P5 berturut-turut sejumlah 24,24%; 21,8% dan 23,30%. Kadar vitamin C tertinggi dihasilkan pada perlakuan P1 yaitu 84,07mg/g.Keywords: fruit leather, buah naga, pisang kepok, air, abu, vitamin C
Saos tomat merupakan produk olahan tomat yang paling banyak diproduksi secara komersil. Salah satu daerah yang banyak menjual bahan makanan (seperti bakso bakar, sosis bakar, bakso kuah, telur gulung dan sebagainya) yang memerlukan saos tomat adalah di Kebun Duren Selagalas. Tujuan dari kegiatan pengabdian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan masyarakat khususnya di Kebun Duren dalam mengolah tomat menjadi saos tomat sehingga dapat menghasilkan saos yang bermutu dan baik bagi kesehatan dan dapat pula meningkatkan perekonomian masyarakat. Metode yang digunakan dalam pengabdian adalah sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat Peserta sosialisai sangat antusias mengikuti kegiatan dan dibuktikan dengan aktifnya peserta saat diskusi dan serius dalam mengikuti jalannya proses pemberian materi yang disampaikan tim dosen. Peserta mengerti dan memahami proses pengolahan saos tomat yang baik dan benar serta diharapkan dapat menerapkan proses tersebut di kelurahan Kebun Duren baik untuk produk dagangan seperti cilok, roti goreng, maupun produk-produk makanan lainnya.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung pisang, tepung kacang tunggak dan tepung daun kelor terhadap kandungan mineral kalsium (Ca) dan natrium (Na) pada MP-ASI biskuit bayi. MP-ASI biskuit bayi dibuat dengan 6 perlakuan yaitu PTK1-PTK6. Hasil analisa akan dibandingkan dengan SNI MP-ASI biskuit bayi (01-7111.2-2005). Dari hasil penelitian diketahui bahwa adanya perbedaan yang signifikan pada MP-ASI biskuit bayi (kandungan mineral kalsium dan natrium). Dari hasil analisa mineral diketahui bahwa untuk natrium dihasilkan biskuit yang memenuhi standar mutu SNI. Perlakuan PTK1 (100% tepung pisang) menghasilkan kandungan natrium tertinggi yaitu 151,3 mg/100 g dan diikuti dengan PTK5 (Tepung pisang kepok 60%, tepung daun kelor 15%, tepung kacang tunggak 25%). Untuk mineral kalsium tidak memenuhi standar SNI. Abstract:This study aims to determine the effect of adding banana flour, cowpea flour and flour of moringa to calcium (Ca) and sodium (Na) mineral contents on MP-ASI baby biscuit. MP-ASI baby biscuits made with 6 treatments namely PTK1-PTK6. The results of the analysis will be compared with Indonesian National Standard (SNI) MP-ASI baby biscuit (01-7111.2-2005). From the results of the research note that there are significant differences in the baby's biscuit ASI-biscuits (calcium and sodium mineral content). From the results of mineral analysis, it is known that for sodium biscuits are produced that meet SNI quality standards. The PTK1 (100% banana flour) treatment resulted in the highest sodium content of 151.3 mg / 100 g and followed by PTK5 (60% pure banana flour, 15% moringa flour, 25% cow flour). For calcium minerals do not meet SNI standards.
Kerupuk sape merupakan salah satu jenis kerupuk khas daerah Kota Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kerupuk ini menggunanakan tepung terigu sebagai bahan utama namun hingga saat ini kebutuhan terigu masih dipenuhi oleh impor. Untuk mengurangi konsumsi terigu diperlukan bahan baku lain seperti tepung tapioka. Selain bahan baku faktor lain yang mempengaruhi kualitas kerupuk adalah pengukusan. Karena itu diperlukan waktu pengukusan yang tepat agar kerupuk memiliki kualitas yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung tapioka, tepung terigu dan lama waktu pengukusan adonan terhadap mutu kerupuk sape. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yaitu substitusi tepung tapioka dan tepung terigu serta lama pengukusan adonan yang terbagi menjadi 9 perlakuan yaitu: A1 (100 g : 0 g dan 1 jam), A2 (100 g : 0 g dan 1,5 jam), A3 (100 g : 0 g dan 2 jam), B1 (50 g : 50 g dan 1 jam), B2 (50 g : 50 g dan 1,5 jam), B3 (50 g : 50 g dan 2 jam), C1 (0 g : 100 g dan 1 jam), C2 (0 g : 100 g dan 1,5 jam) dan C3 (0 g : 100 g dan 2 jam). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerupuk sape yang dihasilkan telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI 0272:1991) untuk kadar air dan kadar lemak, sedangkan untuk kadar abu hanya kerupuk yang berbahan baku tepung tapioka saja yang memenuhi standar. Hasil penilaian mutu terbaik dalam penelitian ini adalah perlakuan A1 yaitu perlakuan tepung tapioka 100 g : tepung terigu 0 g dengan waktu pengukusan 1 jam.
This research aimed to determine the effect of concentration and soaking time in calcium hydroxide (Ca(OH)2) on the quality of plantain chips (Musa paradisiaca formatypica). The method that used in this study was complete randomized design (CRD) with a double factors that was concentration of calcium hydroxide (1%, 5% and 10%) and soaking time (10, 20 and 30 minutes), with treatment are KP1 (1% : 10 minutes), KP2 (5% : 10 minutes), KP3 (10% : 10 minutes), KP4 (1% : 20 minutes), KP5 (5% : 20 minutes), KP6 (10% : 20 minutes), KP7 (1% : 30 minutes), KP8 (5% : 30 minutes) and KP9 (10% : 30 minutes). The data of the research were analyzed using Analysis of Variance at level 5% and tested continued using the test of Least Significant Different (LSD) at the same level if there was a real difference. The results showed that the concentration and soaking time in calcium hydroxide had a real effect on chemical qualities (water, ash, fat, and zinc/Zn) and organoleptic (taste, color, aroma, and texture) of plantain chips. In zinc content for all instruments are suitable with standard (SNI No. 01-4315-1996) for banana chips, while for moisture, ash, and fat content, not all treatments are suitable with the standard. In organoleptic parameters for taste, color, and aroma, panelists preferred treatment of KP1 (concentration of calcium hydroxide 1% and soaking time of 10 minutes) for best result, while for texture the treatment of KP9 (concentration of calcium hydroxide 10% and soaking time 30 minutes) produces the best quality based from panelist choice.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.