<p>Diversitas dalam angkatan kerja di era globalisasi saat ini telah mendapatkan perhatian yang lebih. Adanya ratifikasi terhadap konvensi ekosob dan konvensi Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi peluang munculnya diversitas dalam angkatan kerja. Indonesia telah meratifikasi konvensi hak-hak disabilitas dan di Kota Surakarta sebdiri telah memiliki Perda No 4 Tahun 2008 Tentang Kesetaraan Kaum Difabel. Artikel ini mendiskusikan mengenai keanekaragaman dalam angkatan kerja yang pada dasarnya memberikan peluang bagi mereka yang memiliki perbedaan fisik dan mental. Namun, dalam sebuah peluang keanekaragaman yang ada tersebut muncul pula tantangan bagi kaum disabilitas dalam memasuki dunia kerja. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendiskusikan peluang-peluang bagi kaum dasabilitas dalam memasuki dunia kerja yang telah tertuang dalam berbagai peraturan perUndang-Undanagn baik di tingkat nasional dan daerah sekaligus mendeskripsikan tantangan yang mereka hadapi. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini dengan melakukan kajian pustaka berbagai buku teks, jurnal baik internasional dan nasional serta analisis konten dari peraturan perUndang-Undangan yang menyangkut tentang ketenagakerjaan dan disabilitas. Data dalam artikel ini dikumpulkan melalui studi pustaka dan observasi. Dasar analisis yang digunakan adalah analisis konten dari regulasi ketenagakerjaan dan hak disabilitas yang telah diberlakukan di Indonesia pada umumnya dan Kota Surakarta pada khususnya. Temuan yang ada menyebutkan bahwa peraturan perUndang-Undangan yang ada telah memberikan peluang kesetaraan bagi kaum disabilitas memasuki dunia kerja, akan tetapi tantangan sosial masih menjadi penghambat kesetaraan disabilitas dalam kesempatan kerja. Implikasinya penyedia lapangan kerja harus memenuhi hak kaum disabilitas dalam kuota kerja yang telah diatur dalam perUndang-Undangan.</p><strong>Kata kunci: disabilitas, diversitas, kesempatan kerja, manajemen sumber daya manusia</strong>
<p>This article present of the result of research about <em>pondok pesantren</em> (Islamic religious boarding school) education in confronting radicalism, focusing in researching the efforts of Pondok Pesantren Darusy Syuhadah in confronting radicalism. Collecting qualitative data through observation, documentation, and purposively sampled interviews. The result shows that <em>pesantrens </em>have a significant role in overcoming radicalism through its management of education model and curricula. Pondok Pesantren Darusy Syuhadah with Salaf education model build teaching and education to create generation of <em>da’i</em> (Islamic missionaries) and teachers of Islamic religion, so the curriculum prioritizes politeness and away from radicalism.</p><p> </p><p><strong>Abstrak</strong></p><p>Artikel ini mempresentasikan hasil penelitian tentang pendidikan pondok pesantren dalam menghadapi radikalisme, memfokuskan pada upaya yang dilakukan pesantren Salaf di Pondok Pesantren Darusy Syuhadah dalam menghadapi radikalisme. Data kualitatif dikumpulkan melalui observasi, dokumentasi, dan wawancara purposive sampeling. Hasilnya menunjukkan bahwa pesantren memiliki peran yang signifikan dalam mengatasi radikalisme melalui pengelolaan model pendidikan dan kurikulumnya. Pondok Pesantren Darusy Syuhadah dengan model pendidikan Salaf membangun pengajaran dan pendidikan untuk menciptakan generasi da'i dan guru agama Islam, sehingga kurikulumnya mengutamakan kesantunan dan jauh dari radikalisme.</p><p> </p>
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk menganalisis pelayanan prima pelayanan publik melalui penyelenggaraan mal pelayanan publik di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif penulis mendeskripsikan keadaan mengenai penyelenggaraan Mal Pelayanan publik sebagai bentuk dari pelaksanaan pelayanan prima dalam reformasi administrasi. Dari hasil analisis, diketahui bahwa pelayanan prima melalui Mal Pelayanan Publik di Indonesia ditandai oleh perubahan pada aspek struktur dan prosedur birokrasi dengan adanya efisiensi administrasi. Selain itu, pelayanan prima dalam aspek reformasi administrasi juga ditandai dengan adanya perubahan dari sisi perilaku dan sikap birokrasi yang condong pada paradigma New Public Service (NPS) yang berorientasi untuk memberikan pelayanan berkualitas kepada masyarakat.
<p>Pendidikan merupakan pelayanan primer dan dasar dalam aspek pembangunan sosial. Pembangunan sumber daya manusia bangsa dibangun lewat pendidikan baik formal dan non formal. Saat ini, usia anak-anak sampai dengan menginjak remaja banyak menghabiskan waktunya di sekolah. Lingkungan sekolah sebagai lingkungan pendidikan sekunder sudah memiliki input dominan dalam pembangunan akademik, ketrampilan dan karakter generasi bangsa. Sekolah menjadi bagian penting dalam mendidik anak baik dalam hal karakter sosial dan psikologis. Responsivitas gender penting untuk dibangun guna menghasilkan daya saing sumber daya manusia bangsa yang setara dan inklusif dalam pembangunan. Sekolah responsif gender penting untuk dikembangkan sejalan dengan kebijakan pengarusutamaan gender di Indonesia. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sragen pada tahun 2017 studi kasus pada Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Sragen yang dipilih secara <em>purposive</em>. Data kualitatif dikumpulkan dengan pengamatan langsung, dokumentasi dan <em>focus group discussion</em>. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sekolah responsif gender telah dilakukan oleh Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Sragen. Namun, penerapan sekolah responsif gender yang belum optimal karena masih rendahnya komitmen dan integrasi responsivitas gender oleh pejabat pembuat kebijakan sekolah. Hasil penelitian tetap memberikan saran agar perluasan sosialisasi standar dan nilai-nilai sekolah responsif gender terus dilaksanakan oleh <em>stakeholders</em>.</p>
Radicalism develops rapidly in Indonesia at the post-reform period. Globalization, transparency information, and the rights to assemble are the factors that supporting the growth and the appearance of radical movement to the surface. The result of this article is the prevention of radicalism in Indonesia by using qualitative method. The data was collected through interviewing the administrators of Islamic Boarding School in Surakarta City by using purposive sampling technique. Data interview was supported with data observation on the activities of Islamic Boarding School and also the document from previous studies on Islamic Boarding School and radicalism, book and news clipping on radicalism in Indonesia. The focus of analysis based on social capital built by Islamic Boarding School in preventing the growth of radicalism. The result of research showed that social capital built in preventing radicalism was still on bonding level, reinforcing the internal administrators of Islamic Boarding School and its foundation. On the bridging and linking levels, it was still weak. Therefore, active participation of stakeholders should be built and connected to educate in Islamic Boarding School in order to realize deradicalization and to maintain the state's social and political stabilities.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.