One indicator of national food security is rice production, generated from the crop area in irrigation area. Influencing policy is regulation and changes in strategic environment , which are both synergized in the form of irrigation system. JICA Study -FIDP , 1993, indicating ABSTRAKSalah satu indikator dari ketahanan pangan nasional adalah produksi beras yang dihasilkan dari luas areal panen seluruh daerah irigasi. Kebijakan yang mempengaruhinya adalah peraturan/perundangan dan perubahan lingkungan strategis, yang keduanya bersinergi dalam bentuk sistem irigasi. Studi JICA-FIDP 1993 mengindikasikan perkembangan luas area irigasi akan berpindah ke Pulau Sumatera, Kalimantan, dan MalukuPapua, namun rekaman data produksi 20 tahun terakhir pada wilayah tersebut masih rendah. Kajian ini bertujuan untuk mencari solusi atas harapan peningkatan produksi beras dengan menganalisis daerah mana saja yang mempunyai potensi peningkatan atau percepatan produksi. Pendekatan data Mining Konsep Kmeans menjadi metode dalam menganalisis pengelompokan propinsi pada produksi padi Nasional, analisis tersebut berdasarkan rekaman data produksi padi dari tahun 1993 sampai dengan 2012 atau selama 20 tahun dari 33 Propinsi di seluruh Indonesia, dengan objek pengamatan pada rata-rata produksi terhadap peningkatan produksi (slope/kemiringan) dan perkiraan (forecast) produksi tahun 2013. Berdasarkan simulasi hasil optimasi dengan K-Means didapatkan urutan pengembangan produksi padi yang terdiri dari enam kelompok. Produksi tertinggi padi nasional masih di dominasi oleh Pulau Jawa dan Bali (kelompok 1), artinya pengembangan pada wilayah ini memanfaatkan potensi seoptimal mungkin dan diperlukan upaya lebih untuk mempertahankan luas area dengan mencegah alih fungsi lahan, namun karena keterbatasan lahan (potensi pengembangan hanya 62000 Ha), maka pengembangan area irigasi lebih rasional diprioritaskan pada kelompok 2 yaitu Wilayah Sulawesi, NTB, dan Sumatera Barat. Simulasi hasil optimasi tersebut sudah mengakomodir riwayat produksi pada dimensi masa lampau, saat ini dan perkiraan produksi mendatang berdasarkan peningkatan yang terjadi. Kata Kunci: produksi padi nasional, lahan irigasi, perkiraan produksi, K-Means, data mining
Ketahanan pangan menjadi isu strategis ketika dihubungkan dengan kenaikan jumlah penduduk dan tingginya laju konversi lahan beririgasi menjadi daerah pemukiman/industri. Peningkatan produksi padi nasional menjadi salah satu kunci pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan pangan nasional. Pemetaan zonasi potensi pengembangan lahan irigasi telah dilakukan namun untuk menentukan kebijakan pengembangan lahan diperlukan analisa lanjut terhadap kenaikan produksi dan investasi biaya guna mengetahui efektifitas pengembangannya. Penelitian ini dilakukan guna mendapatkan skenario terbaik dalam upaya meningkatkan produksi beras nasional melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi, serta menghitung nilai minimum investasi yang diperlukan untuk meningkatkan produksi tersebut. Penelitian dibatasi pada analisa berbasis daerah irigasi, dimana penentuan lokasi penelitian berdasarkan peta zonasi potensi pengembangan lahan irigasi dan simulasi pengelompokan produksi padi nasional. Optimasi dilakukan dengan Multi Criteria Decision Analysis (MCDA) metode Analitycal Hierarchy Process (AHP) untuk pembobotan, dilanjutkan dengan metode Compromise Programming dan Promethee untuk menentukan prioritas pengembangan. Hasil kajian menunjukkan bahwa Program Ekstensifikasi dapat menjadi prioritas pengembangan irigasi sebagai dukungan terhadap ketahanan pangan nasional. Total investasi biaya yang dikeluarkan untuk ekstensifikasi lahan irigasi rata-rata diperkirakan Rp 105,6 Juta/ha, yang dapat digunakan sebagai dasar penganggaran penentuan lahan pengembangan lahan irigasi kedepan, dengan kenaikan produksi yang dihasilkan dari ekstensifikasi lahan irigasi di Provinsi Sulawesi Selatan ini adalah 5,02 ton/ha, atau harga investasi per produksi untuk ekstensifikasi lahan irigasi ini adalah Rp 10,51 juta/ton.
Pengembangan sebuah Daerah Irigasi (DI) dilakukan untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian khususnya komoditas padi dan palawija. Produktivitas padi dan palawija dipengaruhi oleh kinerja irigasi, baik itu infrastuktur maupun pengelolaan irigasi. Pengelolaan operasi jaringan irigasi di DI Ciliman masih belum optimal akibat tidak adanya operasi dalam mengatur jumlah air yang masuk di setiap sadap, sehingga menyebabkan air masuk berlebihan di hulu sedangkan di hilir sering kali tidak mendapatkan air. Hal ini diperparah dengan kondisi ketersediaan air pada musim kemarau yang lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan air irigasinya. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengoptimasi rencana tata tanam dan alokasi air irigasi DI Ciliman dengan mempertimbangkan keandalan pemberian air. Penelitian dilakukan melalui simulasi neraca air pada beberapa skenario pembagian golongan, perubahan jadwal tanam, dan perubahan luasan tanam. Optimasi rencana tanam dilakukan dengan memaksimalkan keandalan pemberian air irigasi. Pola tanam yang direkomendasikan adalah 100% padi ditanam di musim tanam I, 100% padi ditanam di musim tanam II, dan 27,47% palawija (kedelai) ditanam di musim tanam III. Pemberian air dibagi menjadi 3 golongan dengan jadwal tanam untuk dimulai pada bulan November periode ke-1, musim tanam II dimulai pada Maret periode ke-1, dan musim tanam III dimulai pada bulan Juli periode ke-2. Dengan kenario ini, terjadi peningkatan indeks pertanaman dimana awalnya pada rencana tanam eksiting sebesar 199,7 (keandalan 83%) menjadi 213,7 (keandalan 100%).
Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) melalui penerapan irigasi terputus (intermittent) di lahan sawah beririgasi telah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah menghitung besarnya potensi mitigasi melalui perhitungan laju emisi GRK dan Global Warming Potential (GWP) pada penerapan irigasi intermittent dan konvensional. Pengambilan sampel GRK (CH4, CO2 dan N2O) dilakukan di Daerah Irigasi Mrican Kanan Jombang pada petak tersier TB 1 Ki, TB 2 Ki, TL4 Ka dan petak konvensional sebagai kontrol. Sampel diambil pada 3 fase pertumbuhan padi yaitu fase vegetatif, primordia dan pemasakan buah dalam box penangkap GRK. Sampel dianalisa di laboratorium dengan kromatografi gas (GC). Hasil pembacaaan fluks GRK ditujukan untuk mendapatkan nilai Emisi GRK dan GWP agar dapat dilihat penurunan emisi GRK pada perlakuan pemberian air secara terputus. Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan penerapan irigasi intermittent dapat menurunkan emisi CH4 sebesar 33,18% dan potensi pemanasan global GRK sebesar 34,9% jika dibandingkan dengan penerapan irigasi konvensional (tergenang).
AbstrakDesain hidrograf banjir diperlukan untuk merencanakan infrastruktur sumber daya air seperti waduk atau bendungan. Umumnya lokasi rencana infrastruktur sumber daya air belum tersedia data hidrologi untuk mendapatkan hidrograf banjir. Model hidrograf satuan sintetis (HSS) digunakan untuk memperoleh hidrograf banjir pada lokasi yang belum tersedia data hidrologi (ungauged). Model hidrograf satuan sintetis sangat populer digunakan di Indonesia karena keterbatasan data yang tersedia dan penggunaannya yang sederhana yaitu berdasarkan karakteristik DAS. Namun untuk mendapatkan hasil hidrograf banjir yang sesuai dengan data pengamatan memerlukan kalibrasi paramater model hidrograf satuan sintetis. Model HSS DPMA-IOH merupakan salah satu model yang dikembangkan berdasarkan modifikasi metode DPMA-IOH (menghitung rata rata debit puncak banjir) yang dikembangkan oleh DPMA (Direktorat Penyelidikan Masalah Air) dan IOH (Institute of Hydrology). Metode DPMA-IOH merupakan metode empiris yang dikembangkan di Indonesia khususnya di Pulau Jawa dan Sumatera. Model HSS DPMA-IOH mengembangkan persamaan untuk menghitung debit puncak hidrograf satuan, waktu ke puncak dan waktu dasar berdasarkan karaktersitik DAS serta bentuk hidrografnya. Prediksi debit puncak hidrograf satuan ditentukan berdasarkan nilai rata-rata debit banjir tahunan yang dihitung dengan metode DPMA-IOH. Parameter waktu ke puncak dan waktu dasar ditentukan berdasarkan karakteristik DAS. Bentuk kurva hidrograf satuan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan model distribusi probabilitas gamma dan berdasarkan fungsi persamaan kurva naik dan kurva turun. Model HSS DPMA-IOH yang telah dihasilkan, diterapkan pada beberapa DAS di Indonesia yaitu DAS Ciliwung-Katulampa (Pulau Jawa), DAS Palung-Surodadi (Pulau Lombok), DAS Tukad Bandung-Denpasar (Pulau Bali), DAS Tukad Nyuling-Tiyingtali (Pulau Bali), DAS Kendilo (Pulau Kalimantan) dan DAS Singkoyo (Pulau Sulawesi). Hasil ujicoba pada beberapa DAS tersebut menunjukkan bahwa model HSS DPMA-IOH memiliki koefisien Nash-Sutcliffe di atas 83 % untuk menghasilkan hidrograf banjir, sehingga dapat membantu para perencana sumber daya air dalam menjalankan tugasnya. AbstractWater resources infrastructure planning such as reservoirs or dams require the design of a flood hydrograph. Hydrological data are generally not available at the location of the water resources infrastructure plan. Flood hydrograph design uses hydrological data. Design of flood hydrographs at locations without hydrological data (ungauged catchment) can use synthetic unit hydrographs. The synthetic unit hydrograph model is a popular application in Indonesia because of the limited data, and its simple use which is based on the characteristics of the watershed. However, to get flood hydrograph results that are in accordance with observational data requires calibration of parameters of synthetic unit hydrograph models. The DPMA-IOH's synthetic unit hydrographs model is one of the models developed based on the modification of the DPMA-IOH method (calculating the mean annual flood discharge) developed by the DPMA (Direktorat Penyelidikan Masalah Air) and the IOH (Institute of Hydrology). This empirical method was developed in Indonesia, especially in Java and Sumatera to calculate the mean annual flood discharge. DPMA-IOH's synthetic unit hydrographs was developed based on mean annual flood discharge and watershed characteristics to predict the unit hydrograph peak flow, time to peak and base time of ungauged catchment. Prediction of unit hydrograph peak flow is determined based on mean annual flood discharge calculated by the DPMA-IOH method. The time to peak and base time parameters are determined based on the characteristics of the watershed. The unit hydrograph shape using two approaches. There are using the gamma probability distribution and a rising and limb recession curve function. The DPMA-IOH's synthetic unit hydrograph model is applied to several watersheds in Indonesia, namely the Ciliwung-Katulampa watershed (Java Island), Palung-Surodadi watershed (Lombok Island), Tukad Badung-Denpasar watershed (Bali Island), Tukad Nyuling-Tiyingtali watershed (Bali Island), Kendilo Watershed (Kalimantan Island) and Singkoyo Watershed (Sulawesi Island). The results of application in several watersheds have shown that the DPMA-IOH's synthetic unit hydrographs model has above 83 percent Nash-Sutcliffe coefficient for obtaining flood hydrographs. The DPMA-IOH's synthetic unit hydrograph model can help planners to design flood hydrographs.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.