Purpose To identify perception, knowledge, and attitudes toward mental health disorders and their treatment among students in a university in West Java, Indonesia. Methods A cross-sectional study which measures perceptions, knowledge, and attitudes of 427 university students using convenience sampling through a 53-item self-administered questionnaire was conducted in January 2020. Either a chi-square test or the Kruskal–Wallis test was employed to analyze the association between student characteristics and variables. Furthermore, Spearman rank correlation coefficient was utilized to evaluate the relationship between variables. Results A total of 51.29% students had negative perceptions, 50.23% had good knowledge, and 52.46% had positive attitudes toward mental disorders and their treatment. The differences in the experience of visiting a psychologist or psychiatrist were associated with perceptions ( P <0.01), knowledge ( P <0.01), and attitudes ( P <0.01). A positive correlation was observed between perception and attitude (r=0.56; P <0.01) and between knowledge and attitude (r=0.24; P <0.01). The students obtained most information about mental health from social media (92.74%). Conclusion Students demonstrated good knowledge and positive attitude toward mental health disorders. However, some continue to hold negative perceptions regarding approaching someone with a mental disorder, encouraging doubt and fear. Health promotion about mental health disorders and their treatment must be conducted to increase positive perceptions, good knowledge, and positive attitudes of the students. Social media tools can be considered to enhance mental health promotion and prevention of mental health problems.
The present retrospective study aimed to determine the medication profile and estimate the treatment costs from medical records of new outpatients with schizophrenia, bipolar disorder, depression, and anxiety disorders from a healthcare perspective at a national referral hospital in Indonesia from 2016 to 2018. Methods: Medical records (including medical and administrative data) of 357 new outpatients with schizophrenia, bipolar disorder, depression, or anxiety disorders were collected from the hospital information system. The records of new outpatients with schizophrenia, bipolar disorder, depression, or anxiety disorders aged >18 years and had only received drugs for treatment were included. The medication profile was descriptively assessed, and estimated costs were calculated based on direct costs from a healthcare perspective. Results: Overall, 173 medical records were further analyzed. The main drugs administered to the new outpatients were atypical and typical antipsychotics for schizophrenia, atypical antipsychotics and mood stabilizers for bipolar disorder, antidepressants and atypical antipsychotics for depression, and antidepressants and benzodiazepines for anxiety disorders. The average annual treatment costs per patient were IDR 3,307,931 (USD 236) for schizophrenia, IDR 17,978,865 (USD 1,284) for bipolar disorder, IDR 1,601,850 (USD 114) for depression, and IDR 1,190,563 (USD 85) for anxiety disorders. Conclusion: The most commonly prescribed drugs for schizophrenia were haloperidol and risperidone; for bipolar disorders, sodium divalproex and risperidone; for depression, fluoxetine and sertraline; and for anxiety disorders, sertraline and lorazepam. Considering the high prevalence and estimated treatment costs for mental disorders, special attention is required to prevent an increase in their prevalence in Indonesia.
Pada masa pandemi Covid-19 terjadi perubahan proses pembelajaran dari pembelajaran tatap muka menjadi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Perubahan proses pembelajaran tersebut menuntut guru untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menyampaikan pembelajaran. Pelaksanaan PJJ perlu diperhatikan efektivitasnya karena guru diharapkan dapat membantu siswa untuk melanjutkan jenjang kariernya dan dapat hidup mandiri di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perspektif guru SMA mengenai efektivitas PJJ selama pandemi Covid-19. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deksriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Responden pada penelitian ini adalah 101 guru SMA yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner online. Hasil penelitian ini menunjukkan 71,29% % guru menilai PJJ kurang efektif dan 28,71% guru menilai PJJ cukup efektif. Alasan guru yang menilai bahwa PJJ kurang efektif adalah guru kurang memahami penggunaan teknologi, kemampuan dan motivasi siswa rendah, guru kesulitan memantau siswa, guru kesulitan mengevaluasi siswa, siswa kurang berpartisipasi aktif, siswa tidak kondusif (melakukan hal lain di luar yang seharusnya), interaksi guru dan siswa kurang terbangun, kompetensi pembelajaran siswa tidak tercapai, hasil belajar tidak maksimal, materi pembelajaran tidak tersampaikan, keluarga tidak berpartisipasi dan keterbatasan fasilitas. Di sisi lain, alasan guru yang menilai bahwa PJJ efektif adalah guru dapat menggunakan teknologi dalam pembelajaran, guru dapat mengatur waktu, siswa memiliki karakteristik mandiri, guru dapat menyampaikan materi dengan menarik, siswa berpartisipasi aktif, siswa mengerjakan tugas serta ujian, guru membangun interaksi dengan orang tua dan siswa, nilai ulangan tercapai, materi pembelajaran tersampaikan, keluarga berpartisipasi dan fasilitas menunjang. Implikasi penelitian ini dijelaskan pada bagian pembahasan.
Dalam proses menulis skripsi, adanya tuntutan dan standar yang ditetapkan dari luar dapat memicu mahasiswa menjadi perfeksionis dalam menetapkan standar pengerjaan skripsinya, serta diikuti dengan evaluasi yang berlebihan pada pencapaiannya. Hal ini menyebabkan dapat menimbulkan kecemasan dalam mengerjakan skripsi. Untuk menghadapi keadaan ini, mahasiswa membutuhkan resiliensi yang diharapkan dapat membantunya bertahan agar tetap menghasilkan performa yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek moderasi resiliensi terhadap hubungan antara perfeksionisme dengan kecemasan mengerjakan skripsi. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 109 mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2016 yang sedang mengambil mata kuliah skripsi. Perfeksionisme diukur dengan menggunakan Hewitt & Flett’s Multidimensional Perfectionism Scale, kecemasan diukur menggunakan State Anxiety Inventory, serta resiliensi diukur dengan menggunakan Inventory for College Students Resilience. Pengolahan data dilakukan dengan analisis regresi moderasi secara hierarki melalui metode uji selisih mutlak. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa self-oriented perfectionism (p = 0,051; p < 0,10) dan socially prescribed perfectionism (p = 0,000; p < 0,10) secara langsung memiliki pengaruh positif terhadap kecemasan mengerjakan skripsi. Sementara, resiliensi tidak terbukti dapat memoderasi hubungan antara perfeksionisme dengan kecemasan mengerjakan skripsi.
Pada masa pandemi Covid-19 terjadi perubahan proses pembelajaran dari pembelajaran tatap muka menjadi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Perubahan proses pembelajaran tersebut menuntut guru untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menyampaikan pembelajaran. Pelaksanaan PJJ perlu diperhatikan efektivitasnya karena guru diharapkan dapat membantu siswa untuk melanjutkan jenjang kariernya dan dapat hidup mandiri di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perspektif guru SMA mengenai efektivitas PJJ selama pandemi Covid-19. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deksriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Responden pada penelitian ini adalah 101 guru SMA yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner online. Hasil penelitian ini menunjukkan 71,29% % guru menilai PJJ kurang efektif dan 28,71% guru menilai PJJ cukup efektif. Alasan guru yang menilai bahwa PJJ kurang efektif adalah guru kurang memahami penggunaan teknologi, kemampuan dan motivasi siswa rendah, guru kesulitan memantau siswa, guru kesulitan mengevaluasi siswa, siswa kurang berpartisipasi aktif, siswa tidak kondusif (melakukan hal lain di luar yang seharusnya), interaksi guru dan siswa kurang terbangun, kompetensi pembelajaran siswa tidak tercapai, hasil belajar tidak maksimal, materi pembelajaran tidak tersampaikan, keluarga tidak berpartisipasi dan keterbatasan fasilitas. Di sisi lain, alasan guru yang menilai bahwa PJJ efektif adalah guru dapat menggunakan teknologi dalam pembelajaran, guru dapat mengatur waktu, siswa memiliki karakteristik mandiri, guru dapat menyampaikan materi dengan menarik, siswa berpartisipasi aktif, siswa mengerjakan tugas serta ujian, guru membangun interaksi dengan orang tua dan siswa, nilai ulangan tercapai, materi pembelajaran tersampaikan, keluarga berpartisipasi dan fasilitas menunjang. Implikasi penelitian ini dijelaskan pada bagian pembahasan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.