Artikel ini bertujuan mengeksplorasi kearifan lokal Atoin Meto dan relevansinya terhadap budaya organisasi sektor publik lokal. Tujuan ini sejalan dengan spirit paradigma indegenious Public Administration dalam mengembangkan sistem penyelenggaraan administrasi publik berbasis kearifan lokal. Semangat ini berangkat dari gagalnya paradigma western public administration di Indonesia dalam merespon tuntutan budaya lokal yang sangat partikular. Data penelitian diperoleh melalui studi kepustakaan. Metode yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil studi kepustakaan, penulis menemukan terdapat nilai-nilai lokal Atoin Meto yang dapat digunakan dalam mengembangkan budaya organisasi sektor publik. Nilai-nilai lokal tersebut antara lain, nono, ume dan uf. Ketiga konsep ini umumnya dipakai Atoin Meto untuk menjelaskan sistem kekerabatan dalam sebuah kelompok sosial. Dalam konsep nono, ume dan uf terdapat nilai, norma dan aturan yang mengikat Atoin Meto dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Nono berarti marga, pelindung, pengikat, meluruskan perbuatan salah dan kewajiban mematuhi larangan. Ume berarti tempat tinggal dan simbol kehormatan suku. Uf berati pemimpin yang mengayomi. Artikel ini berpendapat bahwa konsep nono, ume dan uf menghadirkan ruang bagi organisasi sektor publik di Nusa Tenggara Timur untuk mengembangkan nilai dan norma budaya organisasi berbasis kearifan lokal.
Abstrak Menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, penelitian ini bertujuan mengeksplorasi terbentuknya power street level bureaucrats dalam implementasi program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kabupaten Manggarai Timur. Penelitian ini berusaha mengisi kekurangan penelitiaan studi implementasi dari perspektif bottom-up di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan street level bureaucrats menggunakan kekuasaan untuk melakukan diskresi sebagai cara mengatasi permasalah di lapangan. Beberapa alasan memicu street level bureaucrats menggunakan kekuasaannya untuk melakukan diskresi: (1) inkonsistensi Pemerintah Pusat terkait besaran dana yang harus diterima masyarakat (2) dana swadaya mandiri penerima bantuan sangat terbatas (3) minimnya kepemilikan KTP (4) infrastruktur yang kurang memadai (5) dukungan kearifan lokal masyarakat di Manggarai Timur dalam menyelesaikan persoalan. Kata Kunci: Birokrat Garis Depan; Kekuasan; Diskresi Abstract This research employed qualitative methods to uncover the power of street level bureaucrats to implement the Incentive for Low-Income Housing Program in the East Manggarai Regency. This research aims to fill a loopholes of implementation study from a bottom-up perspective in Indonesia. The result indicates that street bureaucrats use power to solve the problem by using discretion. There are a variety of reasons that affect the street level bureaucrats who use this power to implement a discretionary policy; (1) central government's inconsistency in the amount of funds for housing incentive recipients. (2) limited personal funds of housing incentive recipients. (3) lack of identity card ownership (4) inadequate infrastructure (5) support from local wisdom of the Manggarai Timur Regency. Keywords: Street Level Bureaucrats; Power; Discretion
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.