<p><em>Demi membangun Kawasan Strategis Ekonomi, suatu wilayah perlu untuk mengetahui potensi komoditas yang dimiliki dan layak untuk dikembangkan. Potensi tersebut bisa karena potensi alam ataupun karena sektor tersebut memiliki keunggulan komparatif. Sehingga dengan modal yang sama, dapat berproduksi dalam waktu yang relatif singkat dan volume sumbangan untuk perekonomian daerah juga besar. Pertanian masih menjadi sektor unggulan di Kabupaten Karanganyar karena selalu masuk dalam posisi kedua sebagai penyumbang PDRB daerah. </em><em>Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui komoditas unggulan sayuran di Kabupaten Karanganyar</em><em>. Metode penelitian yang digunakan adalah </em><em>analisis Location Quetient (LQ) yang didapatkan dari sumber data sekunder yaitu data produksi sayuran di Kabupaten Karanganyar yang berupa data series lima tahun terakhir dan didapatkan dari Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Karanganyar (dan didukung oleh data dari BPS Kabupaten Karanganyar)</em><em>. Hasil penelitian ini adalah komoditas sayuran yang dapat dijadikan unggulan dan layak dikembangkan potensinya di Kabupaten Karanganyar ditunjukkan dengan nilai Location Quotient (LQ) lebih dari 1. Hal ini berarti bahwa komoditas tersebut menjadi basis atau menjadi sumber pertumbuhan. Komoditas memiliki keunggulan komparatif yang hasilnya tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di wilayah yang bersangkutan namun juga dapat diekspor ke luar wilayah. Komoditas yang mendapatkan nilai LQ tertinggi dan mempunyai sebaran wilayah terbanyak adalah komoditas cabai yaitu di tujuh kecamatan (Kecamatan Jumapolo, Jumantono, Matesih, Ngargoyoso, Karanganyar, Mojogedang, Kerjo dan Jenawi). Sedangkan komoditas wortel nilai LQ-nya tertinggi di Kecamatan Karangpandan. Komoditas bawang putih menjadi tertinggi di Kecamatan Tawangmangu dan komoditas sawi tertinggi di Kecamatan Jatiyoso.</em></p><p> </p><p><em>Kata Kunci : Pengembangan Agribisnis, analisis Location Quotient.</em></p>
This study aimed to analyzed development strategies that can be applied to ginger processed product in Jenawi District, Karanganyar Regency. Data collected by interview and field observation. Data was analyzed using the IE and SWOT matrix analysis. The Mukti Rahayu Women's Farmer Group was founded in 2009 to process emprit ginger production into instant ginger products and fill in the activities of housewives around the group environment. In addition, the formation of groups also aimed to improve the economic standard of the surrounding community. The results of the identification of internal and external factors were analyzed using the IFE and EFE matrices with a total weight score of 2.91 and 3.11, respectively. These results occupied quadrant II in the IE matrix (growth position). Several alternative strategies were formulated including: adding members and increasing instant ginger production, increasing production scale to meet export demand, tightening QC to maintain quality and expanding offline and online markets, and maximizing the application and use of technology in marketing, accounting and financial records.
Sektor pertanian termasuk dalam salah satu sektor dalam pembangunan ekonomi Indonesia yang mendapat prioritas pengembangan. Hal ini dikarenakan Indonesia terkenal sebagai negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Pembangunan wilayah perdesaan yang berbasis agribisnis telat dikembangkan oleh pemerintah sejak beberapa waktu yang lalu. Salah satu agendanya adalah mengembangkan produk pertanian yang bernilai tinggi untuk meningkatkan pendapatann dan nilai tambah bagi petani. Pembangunan wilayah yang dibatasi oleh anggaran selayaknya diprioritaskan untuk pengembangan sektor-sektor potensial yang mengandung komoditas unggulan. Pemetaan ini perlu dilakukan agar arah pengembangan daerah sesuai dengan tujuan daerah dan nasional. salah satu daerah yang mempunyai keunggulan di bidang pertanian adalah Kabupaten Karanganyar. Pada penelitian ini dilakukan analisis pemetaan komoditas hortikultura sub sayur semusim yang menjadi unggulan pada Kabupaten Karanganyar dengan menggunakan metode analisis Location Quotient (LQ). Hasil yang didapatkan dari sebelas komoditas yang dianalisis, terdapat enam komoditas yang menjadi basis (unggulan) di Kabupaten Karanganyar. Komoditas yang memperoleh nilai LQ tertinggi adalah bawang putih sebesar 7,75. Bawang putih di Kabupaten Karanganyar memang sedang dijadikan salah satu sentra di Provinsi Jawa Tengah. Beberapa kelebihan dan peluang yang menyebabkan pengembangan bawang putih di Kabupaten Karanganyar layak dilakukan adalah kondisi geografis yang mendukung, adanya varietas lokal yang unggul, adanya dukungan dari stakeholder terkait, dan banyak petani yang menanam bawang putih sejak bertahun-tahun.
Sweet potato is a local food that can reduce dependence on rice and flour consumption. It is the main source of carbohydrates, after rice, cassava, flour and corn. The benefits and potency of sweet potatoes as alternative food needs to be developed, especially in rural areas. However, sweet potato has not been considered as an important and high economic value commodity in Indonesia. Sweet potatoes have been used as food and non-food raw materials in developed countries i.e. noodles, fried sweet potatoes, desserts, confectionery, soy sauce, flour, wine, vinegar, nata de coco, bioethanol and others. Around 89 % of sweet potatoes in Indonesia are cultivated for providing food to rural communities, the rest are used for industrial raw materials and animal feed. The content of sweet potatoes includes carbohydrates, vitamins, and minerals. Yellow/orange sweet potato is rich in beta-carotene and purple sweet potato contains anthocyanin (antioxidants). Sweet potato production is still limited to traditional food that is less attractive compared to flour products. Meanwhile, intermediate products have been developed including flour, instant flour, and starch that can be used as a substitute for flour in pastry products, wet cakes, breads, and noodles.
The rice straw has potential to be used as an alternative ruminant feed. However, it has limiting factors i.e low crude protein, high crude fiber, lignin, cellulose, and silica content. To overcome the limiting factors, immersion in a solution of alkaline (lime) or fermentation by using inoculum microbial cellulolytic and lignocellulolytic (Trichoderma mutan AA1 and Aspergillus niger.). The research method was experimental, with four treatments and repeated five times. Completely randomized design was used and if there are differences among treatments a further test with DMRT was carried out (level 1 % and 5 %). These treatments were T0: The rice straw without t fermentation; T1: Fermented with A. niger; T2: Fermented with T. mutan AA1; T3: Fermented with a combination A. niger and T. mutan AA1. The results showed that the rice straw fermented with A. niger and T. mutants AA1 very significantly increased the cellulose and decreased lignin content. The highest cellulose reached on T3 (20.297 %) followed by T2 (18.191 %), T1 (17.712 %) and T0 (16.747 %), respectively. While the lowest content of lignin reached on T3 (14.793 %), followed T2 (26.063 %), T1 (26.421 %) and T0 (38.164 %).
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.