This paper discusses about women as wives of convicted criminals in Batusangkar, West Sumatra. This study concentrates on the reasons of their attitudes to stay at becoming wives of these convicted criminals. This study is an empirical research by utilizing the theory of social action of Max Weber. This article argues that the wives of convicted criminals have chosen to keep their household as a fruit of both traditional and rational action choices. The wife loyalty and the stigmatization of widow status are among traditional values which give strong influence to them. At the same time, some consider their age, their nuclear family and financial needs as rational reasons behind their choice.Tulisan ini membahas tentang perempuan yang menjadi isteri narapidana di Batusangkar, Sumatera Barat. Fokus kajian dalam tulisan ini adalah alasan mengapa mereka tetap memilih bertahan menjadi isteri narapidana. Dengan menggunakan teori tindakan sosial Max Weber, artikel ini menyatakan bahwa para perempuan tersebut tetap memilih bertahan untuk menjadi para isteri narapidana dikarenakan alasan tradisi dan alasan rasional. Kesetiaan perempuan dan stigma negatif terhadap status janda menjadi alasan tradisional yang melatari pilihan mereka. Sedangkan alasan rasional mereka dapat dilihat dari pernyataan di antara mereka yang mempertimbangkan usia mereka yang sudah lanjut. Sebagian lagi mempertimbangkan nasib anak-anak mereka. Terdapat pula sebagian isteri yang berargumen karena kebutuhan ekonomi mereka.
This study departs from the widespread social media content created and distributed by conservative groups. One of the topics frequently addressed by this group is family law discourse, which includes instructions for selecting a mate, marriage advice, the fulfillment of rights and obligations in the family, and other topics related to relationships in domestic life. Using Foucault's discourse analysis approach, this article investigates the dominant narratives that portray family law. The data for this study was gathered by examining discourse on the Instagram platforms @nikahsyari.com, @nikahbarokah, and @yuknikah.syari. These platforms were selected based on their popularity—number of followers. This research finds that marriage content on those Instagram platforms reflects what I refer to as fiqh-oriented and gender bias. The vast number of followers divided into online premarital classes enables account managers to subtly support and spread their ideology while attracting as many members as possible to their online courses. As a result, this conservative teaching influences the religious views and practices of their members, particularly regarding marriage and gender relations in the household.Kajian ini berangkat dari maraknya kehadiran konten-konten di media sosial yang dibuat dan disebarkan oleh kelompok konservatif. Salah satu wacana yang sering diusung oleh kelompok ini adalah hukum perkawinan seperti petunjuk memilih jodoh, anjuran menikah, pemenuhan hak dan kewajiban dalam rumah tangga serta topik-topik lain seputar relasi dalam kehidupan rumah tangga. Tulisan ini bertujuan untuk membedah narasi-narasi dominan yang merepresentasikan hukum keluarga dengan pendekatan analisis wacana Foucault. Data penelitian ini didapatkan dengan cara menginvestigasi wacana dalam platform “@nikahsyari.com”, “@nikahbarokah”, dan “@yuknikah.syar_i”. Platform ini dipilih berdasarkan banyaknya pengikut. Penelusuran terhadap konten-konten pernikahan di Instagram ini merepresentasikan hukum perkawinan dengan berorientasi fikih dan bias gender. Jumlah pengikut yang terbilang ratusan hingga ribuan, yang terbagi kedalam kelas-kelas pranikah online, membuat pengelola akun memiliki kuasa atas pengiringan opini dan penyebaran ideologinya sekaligus menarik sebanyak-banyaknya member dalam kelas onlinenya. Konsekuensinya, ajaran konservatif ini mempengaruhi praktik keagamaan dan cara pandang para member terhadap perkawinan dan relasi gender dalam rumah tangga khususnya.
<p>This study departs from a compilation of women-themed hadiths that were interpreted progresively by Faqihuddin in his book <em>“</em><em>60 Hadis Hak-Hak Perempuan Dalam Islam</em><em>:</em><em>Teks </em><em>d</em><em>an Interpretasi</em><em>”. </em>Another starting used to study this topic is because women-themed hadiths tend to affrim men’s superiority over women. Of the sixty hadith that have been interpreted, the researcher only chose a few hadiths, which are categorized in four major themes; the principle of male and female relations, women’s dignity, women’s choices and rights, and the relations of husband and wife. This study tries to learn and analyze how Faqihuddin applies the theory of <em>qira’ah</em> <em>mubadalah </em>(reading reciprocally)<em> </em>to these selected hadiths. The approach of this study are conceptual approach and content analysis approach. This study finds that <em>qira’ah mubadalah</em> is a progressive interpretation theory that relies on two things, the universal value of Islam and the substantial understanding of a text. Dialecting both things will be able to produce interpretations that carry the value of equality holistically. In the application level, Faqihuddin has internalized Islamic universalism in facilitating the substance of the text. When interpreting the hadith, Faqihuddin uses three types of interpretation; grammatical interpretation, historical interpretation and sociological interpretation. The first two types of interpretations are used to find the main text; the ground idea of the text. Meanwhile, sociological interpretations are used to reduce main thoughts and expand the meaning egalitarian.</p><p> </p><p><span lang="EN-ID">Kajian ini berangkat dari kompilasi hadis-hadis</span><span> bertema perempuan</span><span lang="EN-ID"> yang diinterpretasikan </span><span>secara progresif </span><span lang="EN-ID">oleh Abdul Kodir </span><span>dalam bukunya </span><em><span lang="EN-US">60 Hadis Hak-Hak Perempuan Dalam Islam</span><span>:</span><span lang="EN-US">Teks </span><span>d</span><span lang="EN-US">an Interpretasi</span><span>.</span></em><span> Titik tolak lain yang digunakan untuk mengkaji topik ini adalah karena </span><span lang="EN-ID">hadis-hadis</span><span> bertema perempuan cenderung</span><span>m</span><span lang="EN-ID">eneguh</span><span>kan</span><span lang="EN-ID"> superioritas laki-laki atas perempuan</span><span>. Dari enam puluh hadis pilihan yang telah diinterpretasikan, peneliti hanya memilih beberapa hadis, yang terkategorikan dalam empat tema besar, yaitu prinsip relasi laki-laki dan perempuan, martabat perempuan, posisi dan hak-hak perempuan, dan relasi suami istri. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Abdul Kodir mengaplikasikan teori <em>qira’ah mubadalah-</em>nya terhadap hadis-hadis pilihan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan konseptual <em>(conceptual approach) </em>dan analisis isi <em>(content analysis)</em>. Kajian ini menemukan bahwa <em>qira’ah mubadalah </em>adalah teori interpretasi progresif yang bertumpu pada dua hal, nilai universal Islam dan gagasan substansial sebuah teks. Mendialektikan keduanya akan mampu menghasilkan interpretasi yang mengusung nilai kesetaraan secara holistik. Dalam tataran aplikasi, Abdul Kodir telah mengin</span><span lang="EN-ID">tegrasikan</span><span> universalisme Islam dalam me</span><span lang="EN-ID">mahami</span><span> substansi teks.</span></p>
Kajian ini merespon Penetapan izin kawin oleh Pengadilan Agama Jember yang dibarengi dengan Putusan Cerai yang diajukan oleh pihak yang sama dalam kurun waktu singkat. Perceraian anak diakibatkan dari pernikahan yang terburu-buru, tanpa mengetahui lebih dalam pemaknaan secara holistik dan substantif dari perkawinan. Secara metodologis, penelitian ini memakai pendekatan normatif sosiologis dengan data primer penetapan dan putusan hakim Pengadilan Agama Jember dan mereduksi berbagai kasuistik kawin anak yang berakibat pada perceraian pada usia anak. Hasilnya didapati bahwa hakim menggunakan diksi “khawatir” pada setiap penetapan, dan cenderung tidak merepresentasikan kejadian atau peristiwa yang mendesak untuk menikah. Pada akhirnya, tidak sedikit perkara cerai gugat/talak diajukan oleh pihak yang semulanya dimohonkan izin kawin. Oleh sebab itu, menjadi sangat perlu untuk membuat nalar dan pola baru yang bersifat limitatif, sehingga diharapkan mampu meminimalisir perceraian pada usia anak lengkap dengan akibat yang ditanggungnya.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.