Makanan yang beredar di pasaran mengandung beberapa bahan tambahan pangan seperti penyedap, pemanis dan pengawet. Sebagian besar dari bahan tambahan pangan tersebut menggunakan bahan buatan seperti penyedap sintesis (MSG). MSG dapat diganti dengan penyedap alami yang memiliki kemiripan rasa. Jamur dikenal sebagai salah satu bahan yang bisa dimanfaatkan untuk membuat penyedap rasa alami. Jamur dibuat dalam bentuk serbuk menggunakan alat pengering tipe tray dryer dengan udara pemanas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh jenis jamur (jamur tiram dan jamur merang), laju alir udara pengering (0,0028 m 3 /s, 0,0056 m 3 /s, 0,0084 m 3 /s) dan suhu pengeringan (30 o C, 40 o C, 50 o C) terhadap kadar air, kadar abu, kadar serat, kadar protein, lemak dan karbohidrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air serbuk jamur untuk semua variasi memenuhi SNI yang ditetapkan yaitu maksimum 12%. Analisis proksimat terbaik ditunjukkan pada suhu pengeringan 40 o C yang menghasilkan kadar protein sebesar 26,4%, kadar lemak 0,9%, kadar karbohidrat 64,3%, kadar abu 2% dan kadar serat sebesar 6,5%. Variasi laju alir tidak terlalu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap uji analisis proksimat. Hasil organoleptik yang diujikan menggunakan serbuk jamur pada batagor menghasilkan penilaian jamur merang memiliki rasa gurih paling tinggi, sedangkan jamur tiram untuk aroma dan tekstur yang paling disukai. Kata Kunci: jamur, penyedap, tray dryer ABSTRACT: Healthy food is one of the important aspects of concern today. Most of these food additives use synthetic ingredients like Monosodium glutamate (MSG). Mushrooms are known as one of the ingredients that can be used to make natural flavorings.. Mushrooms are made in powder form using tray dryer. The purpose of this study was to determine the effect of types of mushroom (Pleurotus ostreatus and Volvariella volvacea), drying air flow rate (1 m/s, 2 m/s, 3 m/s) and drying temperature (30 o C, 40 o C, 50 o C) to the water content, ash content, fiber content, protein, fat and carbohydrate content. The results showed that the moisture content of mushroom powder for all variations fulfilled the specified SNI that is maximum of 12%. The best proximate analysis was shown at a drying temperature of 40 o C which resulted in protein content of 26.4%, fat content of 1.1%, carbohydrate content of 64.3 %, ash content of 2% and fiber content of 6.5%. The variation in flow rate does not significantly influence of proximate analysis. The organoleptic results tested using mushroom powder on batagor resulted in the highest tasteful of Pleurotus ostreatus, while Volvariella volvacea for the most preferred aroma and texture.
<p>Rice is the main food for most people in Indonesia. However, to cook rice it takes a long time around 40-50 minutes. How to make rice to be more easily consumed. Instant rice is one solution with the precooking and drying process. Indonesia also has a region that is often hit by natural disasters due to its geographical location, so rice is fast becoming the main requirement as a practical staple food. The purpose of this study is to make instant rice with a low glycemic index so that it can be consumed by people with diabetes mellitus. The method used in making this instant rice is soak - cook - freeze - dry it. The rice is soaked using 2 - 7% Na-citrate solution at 50o C, for 2 hours. The ratio of rice with a soaking solution is 1: 2. Rice is needed up to pH 7 then accepted using ricecookerz. Cooked rice is frozen in the freezer at -4o C for 24 hours. Rice which has been liquefied by thawing process uses warm water at 60o C. Rice is then heated at 70o C for 4-5 hours. Instant rice is ready to be brewed (rehydrated) using boiling water. Instant rice rehydration time reaches 5.49 minutes. The glycemic index test results showed an instant glycemic index value of 51.69 with a nutrient content that did not increase significantly.</p>
Industri tahu harus menghasilkan tahu berkualitas yang dapat memenuhi kepuasan pelanggan untuk bertahan dalam persaingan bisnis saat ini. Alternatif pengawetan tahu dengan menggunakan bahan pengawet alami tunggal, menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda nyata, yaitu masing-masing pengawet hanya mampu mempertahankan mutu tahu yang baik dikonsumsi hanya sampai dua sampai tiga hari masa simpan. Oleh karena itu, pada penelitian menggunakan kombinasi dimana penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh serbuk bawang putih dan garam (NaCl) terhadap tahu selama penyimpanan pada suhu kamar pada kondisi asam. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yaitu kombinasi bubuk bawang putih [A] Garam (NaCl) 5% + Jeruk nipis; (B): bubuk bawang putih (7%) + jeruk nipis; (C), Bawang putih bubuk (7%), dan garam (NaCl) 5%; [D] bubuk bawang putih (7%) + garam (NaCl) 5% dan jeruk nipis. Parameter yang dianalisis adalah total mikroba, pH tahu, dan karakteristik sensorik (warna, aromatik, rasa, dan tekstur). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi bubuk bawang putih berpengaruh sangat signifikan terhadap total mikroba, pH tahu, pH larutan terendam, dan karakteristik sensorik (warna, aromatik, rasa, dan tekstur). Konsentrasi garam berpengaruh sangat nyata terhadap pH tahu, pH larutan terendam, kadar air, dan karakteristik sensorik (warna, aromatik, dan rasa). Interaksi kedua faktor tersebut memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap pH tahu, pH larutan terendam, dan karakteristik sensorik (aromatik dan bumbu). Konsentrasi bubuk bawang putih 7%, konsentrasi garam 5% dan nipis jeruk merupakan pengawet terbaik untuk kualitas tahu. Skor rata-rata tertinggi terhadap kesukaan tekstur, persen skor rata-rata terkecil pada uji visual kerusakan tahu selama masa penyimpanan (tekstur tidak kompak, adanya lender, adanya aroma asam tahu rusak) serta masih dapat mengawetkan tahu kurang lebih tujuh sampai sembilan hari.
Jagung merupakan salah satu komoditas pangan yang banyak terdapat di Indonesia. Pada tahun 2014, produksi jagung mengalami kenaikan sebesar 2,81% yaitu mencapai 19,03 juta ton. Hingga saat ini pemanfaatan jagung terbatas karena pengolahan yang belum tepat sehingga banyak produksi jagung yang diekspor ke luar negeri, dengan negara tujuan ekspor terbesar adalah Filipina sebesar 16,51%. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengolah jagung adalah dengan membuatnya menjadi tepung. Pada penelitian ini dilakukan proses pengeringan jagung menjadi tepung dengan menggunakan variasi suhu 50oC, 60oC, 70oC dan 80oC serta laju alir 1,5 m/s, 2,5 m/s dan 3 m/s. Jagung basah yang sudah ditimbang, dicuci dan diiris tipis, lalu dimasukkan ke dalam ram kawat pada tray dryer. Setiap 30 menit diamati penyusutan beratnya dan dilakukan hingga mencapai berat konstan. Setelah itu jagung diblender agar menjadi bentuk tepung dan dianalisa kadar air, kadar abu dan kadar protein pada tepung jagung. Hasil penelitian menunjukkan, kadar air pada suhu 600C dan 700C diperoleh kadar air masing-masing sebesar 10% dan telah memenuhi nilai SNI yaitu maksimal 10 %. Untuk analisis kadar abu pada suhu 500C diperoleh hasil sebesar 1,38% yang memenuhi SNI, yaitu maksimal 1,5 %. Analisis kadar protein pada laju alir 1,5 m/s diperoleh hasil sebesar 7,98% sedangkan laju alir 2,5 m/s didapatkan nilai 7,54%. Kedua kadar tersebut lebih besar dari nilai SNI yaitu minimal 7,0 %.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.