Perkawinan di bawah tangan atau yang sering dikenal oleh masyarakat luas dengan istilah nikah siri adalah perkawinan yang tidak memiliki kekuatan hukum dan dapat menimbulkan berbagai kemudaratan dalam pernikahan karena dilakukan tanpa pencatatan perkawinan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974. Namun sayangnya perkawinan di bawah tangan masih banyak ditemukan di masyarakat, terlebih lagi dilakukan ketika belum mencapai batas minimal usia menikah sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 ayat (1) UU No.16 Tahun 2019 yaitu 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan, yang kemudian berujung pada pengajuan isbat nikah ke Pengadilan Agama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penetapan Pengadilan Agama Kuningan Kelas 1A perkara nomor 453/Pdt.P/2022/PA.Kng tentang isbat nikah perkawinan di bawah tangan dan bagaimana analisis maqashid syariah terhadap penetapan isbat nikah tersebut. Jenis penelitian ini yaitu penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data primer melalui wawancara dan data sekunder melalui dokumentasi dari berbagai sumber literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Kemudian data penelitian yang telah dikumpulkan direduksi, disajikan, dan disimpulkan dengan menggunakan teknik analisis data model interaktif dari Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perkara isbat nikah nomor 453/Pdt.P/2022/PA.Kng para pemohon melangsungkan perkawinan di bawah tangan ketika masih di bawah umur karena kurangnya kesadaran hukum sehingga mereka mengajukan isbat nikah ke Pengadilan Agama Kuningan Kelas 1A. Majelis Hakim mengabulkan permohonan isbat nikah tersebut selain berdasarkan hukum positif yakni Pasal 7 KHI, Pasal 2 dan Pasal 6 UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 14 KHI, serta Pasal 8 UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 39 KHI, Majelis Hakim juga mempertimbangkannya dari aspek kemaslahatan para pemohon meskipun pernikahan mereka dilakukan ketika masih di bawah umur sehingga pernikahan para pemohon memiliki kekuatan hukum yang dapat melindungi hak-hak dan kewajiban dalam pernikahan. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa berdasarkan analisis maqashid syariah penetapan Pengadilan Agama Kuningan Kelas 1A perkara nomor 453/Pdt.P/2022/PA.Kng tentang isbat nikah perkawinan di bawah tangan yang dilakukan oleh pasangan di bawah umur telah sesuai dengan maqashid syariah karena dari penetapan tersebut dapat memberikan kemaslahatan bagi para pemohon khususnya dalam hal menjaga agama (ḥifzh al-din), menjaga jiwa (ḥifzh al-nafs), menjaga keturunan (ḥifzh al-nasb), dan menjaga harta (ḥifzh al-māl). Sehingga demikian, penetapan tersebut termasuk dalam maslahat dharuriyat yang merupakan derajat maslahat tertinggi dan harus terpenuhi karena jika tidak terpenuhi dapat memberikan dampak negatif atau kemudaratan bagi manusia di dunia maupun di akhirat kelak.
Kata kunci: Perkawinan di Bawah Tangan, Isbat Nikah, Maqashid Syariah